Suara.com - Hanya 80 dari 560 anggota DPR RI yang hadir dalam ruang sidang paripurna untuk mengesahkan hasil revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (17/9/2019).
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menilai, sedikitnya anggota DPR yang hadir itu membuat keabsahan UU KPK hasil revisi mesti dipertanyakan.
Pemimpin sidang paripurna menyatakan, berdasarkan presensi, terdapat 289 anggota DPR yang tandatangan.
Dengan demikian, pemimpin sidang membuka paripurna itu karena sudah memenuhi syarat kuorum.
Namun, kalau menggunakan metode hitung kepala, anggota dewan yang hadir sebelum rapat paripurna dimulai, anggota DPRD yang di arena hanya berjumlah 80 orang.
Padahal, dalam aturannya, keputusan baru bisa diambil apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota dewan.
"Seharusnya keabsahan UU KPK perlu dipertanyakan," kata Dadang saat dihubungi Suara.com, Kamis (17/9/2019).
Dadang kemudian mengungkapkan, pengesahan RUU KPK menjadi UU KPK baru ini dilakukan secara kebut-kebutan. Di samping cepatnya langkah DPR mengesahkan UU KPK itu juga ada poin yang hilang, yakni keterbukaan.
"Legislasi kejar tayang ini sejak awal menimbulkan kecurigaan publik. Bukan hanya soal waktu, mereka bahkan menutup diri dari masukan publik. Mereka memang sengaja menabrak kehendak publik," tegasnya.
Baca Juga: UU KPK Bakal Digugat ke MK, Istana: Itu Hak Publik
Untuk diketahui, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Revisi UU KPK disahkan oleh DPR, Selasa (17/9/2019). RUU KPK disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna.
Sebanyak 7 fraksi menerima revisi UU KPK. Sementara 2 fraksi belum terima penuh, yaitu Gerindra dan PKS. Sedangkan Fraksi Demokrat belum memberikan pendapat karena menunggu rapat fraksi.
Berita Terkait
-
UU KPK Bakal Digugat ke MK, Istana: Itu Hak Publik
-
Pengamat LIPI: KPK Telah Mati, Loyalis Orba dan Oligarkis Bahagia
-
Pegawai Bawa Bendera Kuning, Lagu Darah Juang Iringi Pemakaman KPK
-
Soal KPK, Moeldoko: Cuma Organisasi Demit yang Tak Ada Dewan Pengawas
-
DPR Kebut UU KPK, Setara Institute: Jokowi Tak Miliki Beban Politik Lagi
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- Sabrina Chairunnisa Ingin Sepenuhnya Jadi IRT, tapi Syaratnya Tak Bisa Dipenuhi Deddy Corbuzier
Pilihan
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
Terkini
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram
-
Rawan Tumbang Saat Hujan Deras, Pemprov DKI Remajakan Puluhan Ribu Pohon di Jakarta
-
APBD Dipangkas, Dedi Mulyadi Sebut ASN Jabar Bakal Puasa Tahun Depan
-
Viral ASN Deli Serdang Ngaku Sulit Naik Pangkat, Bobby Nasution Langsung Mediasi dan Ini Hasilnya
-
Terungkap! 5 Fakta Baru Kasus Narkoba Onad: Pemasok Dibekuk, Statusnya Jadi Korban
-
Budi Arie Bantah Isu Projo Jauh dari Jokowi: Jangan di-Framing!
-
Budi Arie Hubungi Jokowi, Ungkap Rencana Ganti Logo Projo Lewat Sayembara
-
Delapan Tanggul di Jaksel Roboh dan Longsor, Pemprov DKI Gerak Cepat Lakukan Perbaikan
-
Partai Ummat Kritik Pramono Anung, Sebut Kebijakan Jakarta Tak Berpihak Wong Cilik
-
BMKG: Puncak Musim Hujan Dimulai November, Berlangsung Lebih Lama hingga Februari 2026