Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai Presiden Joko Widodo tidak perlu menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), jika memiliki niat untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 19 tahun 2019 tentang tentang Perubahan UU KPK.
"Perppu itu kapan saja presiden secara subjektif merasa ada hal ihwal kegentingan memaksa, bisa keluar. Enggak tergantung proses Mahkamah Konstitusi dan juga tidak tergantung proses legislasi," kata Bivitri di Kantor ICW, Jakarta Selatan pada Minggu (3/11/2019).
Bivitri mencontohkan, Jokowi pernah secara tegas bisa mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan tanpa menunggu keputusan MK.
"Contoh kongkret, perppu ormas itu keluar lima tahun setelah undang-undang ormas jadi undang undang. Jadi tidak ada deadline," tegasnya.
Menurut Bivitri, jika Jokowi mengeluarkan Perppu KPK juga tidak akan menyinggung norma kesopanan kepada Hakim MK, sebab Perppu dan keputusan judicial review adalah hal yang berbeda.
"Saya yakin seribu persen, 9 hakim enggak akan tersinggung kalau perppu dikeluarkan. Karena 9 hakim itu paham betul yang mau dikeluarkan itu kalau misalnya perpu adalah kebijakan hukum. Sementara MK berbicara soal inkonstitusionalitas dari pasal pasal. Jadi mau jaga kesopanan apa?," ucap Bivitri.
Diketahui, Jokowi menegaskan tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, kalau masih ada proses uji materi UU hasil revisi tersebut di Mahkamah Konstitusi.
Ia menuturkan, kebijakan seperti itu adalah pernyataan sikapnya yang menghormati uji materi UU KPK hasil revisi di MK.
"Sekarang ini masih ada proses uji materi di MK. Kita harus menghargai proses-proses seperti itu," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Baca Juga: Jokowi Belum Terbitkan Perppu KPK, YLBHI: Lonceng Menuju Neo Orde Baru
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut tak baik kalau menerbitkan Perppu KPK, sedangkan masih berlangsung proses uji materi di MK.
"Jangan ada, orang yang masih berproses, uji materi, kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan lain. Saya kira harus tahu sopan santun dalam bertatanegara," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu