Suara.com - Menjelang tutup tahun 2019, Amnesty Internasional Indonesia mengklaim sebagai tahun terkelam dalam sejarah bangsa. Betapa tidak, serangan maupun kriminalisasi terhadap aktivis mencapai puluhan kasusnya.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, berdasarkan catatan Koalisi Masyarakat Sipil Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) ada kisaran 29 kasus sepanjang 2019 ini.
Dicontohkannya, pada awal tahun, terjadi penyerangan terhadap aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB). Rumah Direktur WALHI NTB Murdani dibakar.
Setelah itu, terus terjadi berbagai serangan kriminalisasi berlebihan yang dialami aktivis. Di antaranya, Veronica Koman dalam kasus Papua, bahkan hingga alami pelecehan seksual secara serius. Lalu, Dandhy Dwi Laksono serta Ananda Badudu. Juga Golfrid Siregar aktivis WALHI Sumatera Utara yang kematiannya dicurigai akibat penganiayaan yang sistematis.
Catatan tersebut, lanjut dia, semakin menguatkan banyaknya pernyataan sarjana maupun pengamat yang menyimpulkan kondisi HAM dan pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran. Terutama pada era Kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Itu akhirnya membuat harapan masyarakat yang semula tinggi pada Pak Jokowi pada bidang HAM dan pemberantasan korupsi mengalami semacam erosi. Orang tidak lagi memiliki harapan tinggi," ujarnya saat ditemui usai peletakan batu pertama pembangunan Museum HAM Munir di Kota Batu Jawa Timur pada Minggu (8/12/2019).
Bahkan, masih kata Usman Hamid, pernah dilakukan perbandingan tentang langkah-langkah para presiden setelah Orde Baru dalam menyelidiki pembunuhan atau peristiwa yang sangat serius dalam bidang HAM.
"Ternyata hanya Presiden Jokowi yang belum pernah membentuk tim gabungan yang independen untuk menyelidiki sebuah peristiwa pelanggaran HAM, baik itu dialami aktivis atau tokoh," ujarnya.
Dicontohkannya, pada masa Presiden Habibie yang jelas pernah membentuk tim gabungan pencari fakta kasus kerusuhan Mei 1998. Bahkan pascakasus di Aceh, Habibie membentuk komisi independen penyelidik tindak kekerasan pelanggaran HAM.
Baca Juga: Museum HAM Munir Dibangun, Gubernur Khofifah: Edukasi Masif Berkemanusiaan
"Presiden selanjutnya, Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) juga jelas mengambil keputusan yang sangat banyak dan mendukung penuh Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan kasus Timor Timur, bahkan menerbitkan keppres (keputusan presiden) untuk pengadilan adhoc," urainya.
Kemudian, pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri juga membentuk komisi penyelidik nasional untuk mengusut kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Hiyo Eluay. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga jelas dalam upaya pengusutan untuk kasus Munir Said Thalib.
"Cuma Presiden Jokowi yang belum membentuk. Nah, apa artinya itu? Banyak yang mengatakan Presiden Jokowi tak sekuat atau lemah dibandingkan presiden-presiden sebelumnya," katanya.
Namun, di balik kelamnya 2019 atau selama masa kepemimpinan Jokowi, upaya penegakkan HAM dan pemberantasan korupsi di Indonesia masih memiliki secercah cahaya. Terutama momentum dibangunnya Museum HAM Munir ini.
"Hari ini, dengan hadirnya Gubernur Khofifah itu cermin adanya kepedulian dari sebagian unsur negara. Tampilnya gerakan mahasiswa pada September juga membawa harapan, masih ada semangat dari hasil reformasi."
Kontributor : Aziz Ramadani
Berita Terkait
-
Survei Komnas HAM: Mayoritas Rakyat Ingin Jokowi Tuntaskan Kasus HAM
-
Pemerintah Kategorisasi soal Kasus HAM yang Dapat Diselesaikan Lewat KKR
-
Calon Tunggal Kapolri, Kasus Novel Baswedan jadi PR Pertama Idham Azis
-
Masuk Dewan HAM PBB, Indonesia Harus Tuntaskan Masalah HAM Sendiri
-
Amnesty Internasional Kritisi Aksi Kekerasan Polisi Saat Hadapi Demonstran
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
Terkini
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?
-
SBY: Seni Bukan Hanya Indah, Tapi 'Senjata' Perdamaian dan Masa Depan Lebih Baik
-
Hartanya Lenyap Rp 94 Triliun? Siapa Sebenarnya 'Raja Kretek' di Balik Gudang Garam
-
3 Fakta Viral Lutung Jawa Dikasih Napas Buatan Petugas Damkar, Tewas Tersengat Listrik di Sukabumi!
-
Bos Gudang Garam Orang Kaya Nomor Berapa di Indonesia versi Forbes? Isu PHK Massal Viral
-
UU Perlindungan Anak Jadi Senjata Polisi Penjarakan Delpedro Marhaen, TAUD: Kriminalisasi Aktivis!
-
Akhirnya Terjawab! Inilah Penyebab SPBU Swasta Kehabisan BBM, Sementara Pertamina Aman
-
Pasca-Gelombang Demo Panas, Sekjen Golkar Ingatkan Kader: Harus Prorakyat hingga Proaktif