Suara.com - Peneliti LIPI Asvi Marwan Adam menilai, wacana penyelesaian kasus pelangggaran HAM berat masa lalu melalui jalur non yudisial atau lewat Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi (KKR) adalah bentuk "penculikan" terhadap reformasi.
Asvi mengatakan, penculikan di era reformasi memiliki gaya yang berbeda dengan penculikan di era Orde Baru.
"Pada era reformasi, penculikan itu bukan hanya terhadap orang, tetapi undang-undang dan lembaga juga diculik. Undang-undang KKR itu menurut saya diculik, dirobohkan. Lembaga KPK itu menurut saya diculik dan dikembalikan, tapi dengan fungsi yang tidak lagi sama seperti dahulu," kata Asvi dalam diskusi Catatan Hari HAM di Visinema Campus, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2019).
Menurutnya, UU KKR tidak bisa dihidupkan kembali karena sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2006.
Namun, kalau harus dihidupkan kembali, dia meminta proses perumusannya harus melanjutkan dari proses terakhir, bukan dari awal.
"Saya beranggapan UU yang lama setelah direvisi itu masih bisa dipakai. Kemudian juga ada kesepahaman antara pemerintah dengan DPR agar tidak mulai dari nol,” kata Asvi.
Selain itu, kata dia, pemerintah cukup memilih di antara 42 orang yang sudah diseleksi pada tahun 2006 untuk menjadi fungsionaris KKR.
Untuk diketahui, Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi (KKR) telah dibentuk dan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2004.
Hanya, dalam perjalanannya UU KKR tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 lantaran dinilai tak sejalan dengan UUD 1945 yang menjunjung tinggi prinsip hukum humaniter dan hukum HAM.
Baca Juga: Asvi Sebut Gelar Pahlawan Bermuatan Politis Sejak Era Soekarno
Sedangkan berdasar laman dpr.go.id, rancangan UU KKR itu sendiri sempat masuk Prolegnas 2 Februari 2015.
Bahkan, telah memasuki tingkat II dalam hal ini merupakan tahap menunggu pengambilan keputusan RUU menjadi UU oleh Rapat Paripurna atau persetujuan RUU menjadi UU.
Namun, hingga kemunculan wacana agar UU KKR dihidupkan lagi, tidak ada kejelasan dari Badan Legislasi DPR RI.
Berita Terkait
-
Istana Bantah Presiden Jokowi Bawa Indonesia ke Era Neo Orde Baru
-
Sosiolog Sebut Ekonomi Ekstraktif Jokowi Sama Seperti Kebijakan Orde Baru
-
ICW: Pidato Perdana Jokowi Mirip Era Orde Baru Soeharto
-
Cuitan Soal Rezim Zalim Dipalsukan, Tengku Zul Protes ke Kominfo
-
Tolak Pengesahan Sejumlah RUU, Ribuan Mahasiswa Demo di Gejayan
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Jadi Biang Kerok Banjir Kemang, Normalisasi Kali Krukut Telan Biaya Fantastis Rp344 Miliar
-
Gubernur Bobby Nasution Lepas Sambut Pangdam, Sumut Solid Atasi Bencana
-
Fakta Baru Pengeroyokan Maut Kalibata, Ternyata Lokasi Bentrokan Lahan Milik Pemprov DKI
-
LPSK Puji Oditur Militer: 22 Senior Penganiaya Prada Lucky Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp1,6 Miliar