Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim, penggunaan pupuk sudah sesuai dengan alokasinya. Kebutuhan pupuk tidak saja didasarkan pada luas lahan baku sawah, tetapi akan lebih tepat jika dikaitkannya dengan luas pertanaman.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan, luas pertanaman adalah luas lahan baku dikalikan dengan indeks pertanaman (IP/crop intensity) atau berapa kali petani tanam dalam setahun.
"Maka jika diumpamakan luas lahan baku 7 juta hektare, petani tanam sekali setahun berarti luas pertanamannya 7 juta hektare. Jika 2 kali luas pertanamannya menjadi 14 juta hektare, dan menjadi 21 juta hektare jika ditanam 3 kali setahun," jelasnya, Jakarta, Sabtu (18/1/2020).
Karenanya, jika penurunan lahan baku masih lebih kecil dari peningkatan luas pertanaman akibat naiknya indeks pertanaman, maka kebutuhan pupuk akan meningkat. Menanggapi tulisan dosen IPB beberapa waktu lalu, turunnya lahan baku 600 ribu hektare (pada tingkat crop intensity 1.7) akan masih sangat lebih kecil dari peningkatan luas pertanaman akibat naiknya indeks pertanaman yang sudah melebihi 2 (IP 200).
"Pertambahan luas tanamnya 0.3 x 7 juta hektare setara 2.1 juta hektare. Dengan demikian, kebutuhan pupuk pasti meningkat. Faktanya, dimana jumlah kebutuhan pupuk subsidi yang diajukan petani melalui RDKK selalu jauh lebih tinggi dari alokasi yang disetujui DPR RI mengingat kemampuan keuangan Pemerintah," paparnya.
Tulisan tentang Anomali Subsidi Pupuk, tampaknya kurang cermat dalam menganalisis permasalahan dan kurang mendasarkan pada data, fakta, dan bisnis proses subsidi pupuk. Faktanya, luas lahan baku sawah sesuai hasil validasi terakhir dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPB) serta Kementan disepakati seluas 74.463.948 hektare.
Sementara, dalam 5 tahun terakhir, alokasi pupuk bersubsidi tahun 2015 - 2019 sebagai berikut, tahun 2015 alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp 28,2 miliar, tahun 2016 alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp 30 miliar, tahun 2017 alokasi pupuk sebesar alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp 31,1 miliar, tahun 2018 alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp 28,5 miliar dan tahun 2019 alokasi pupuk sebesar 8.874.000 ton dengan anggaran Rp 27,3 miliar.
"Kalau kita melihat dari luas lahan baku sawah untuk dihubungkan ke subsidi, sebenarnya tidak semua dari hal tersebut. Selain sawah, sub sektor lainnya, ada juga yang menggunakan," terangnya.
Terkait pengawasan dan pendistribusian pupuk, Kementan juga telah melakukan sejumlah upaya. Salah satunya menerapkan enam prinsip utama yang sudah dicanangkan atau disebut 6T. Yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.
Baca Juga: Kementan Fokus pada Pengembangan Kakao di Mamuju
Agar bisa memenuhi prinsip 6T, Kementan terus membenahi sistem pendistribusian pupuk subsidi. Di antaranya lewat e-RDKK dan penerapan kartu tani serta memperketat pengawasan.
Mengenai pupuk bersubsidi ini diatur dalam Surat Keputusan Menperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Pebruari 2003, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
"Dalam Pasal 1 peraturan tersebut dijelaskan, pupuk bersubsidi pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah," ujar Sarwo.
Prinsip 6T ini, lanjutnya, juga untuk mengimplementasikan rekomendasi yang diusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dimana Kementan diminta mendesain pola penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada petani.
Perintah melalui Kementan dan Kementerian Keuangan juga menetapkan single HPP sebagai acuan maupun evaluasi pembayaran. PIHC diminta meningkatkan peran supervisi atas kegiatan pengadaan dan pengawasan penyaluran di tingkat anak perusahaan.
"Selain itu, Kementan juga meminta partisipasi masyarakat guna mengawasi pelaksanaan program subsidi," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Cegah Alih Fungsi Lahan, KPK Lakukan Kajian dan Monitoring
-
DPR Dukung Upaya Kementan Cegah Alih Fungsi Lahan Pertanian
-
Situbondo Tetapkan Lahan 30 Ribu Hektare untuk Kedaulatan Pangan
-
Kementan : Temanggung Contoh Baik Perlindungan Lahan Pertanian
-
Kuota Terisi, Petani di Cimahi Bisa Gunakan Kartu Tani
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 5 Sepatu Lari Terbaik Versi Dokter Tirta untuk Pemula
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
5 HP Memori 512 GB Paling Murah Desember 2025: Ideal untuk Gamer dan Content Creator Pemula
-
Roblox Ditunjuk Jadi Pemungut PPN Baru, Penerimaan Pajak Digital Tembus Rp43,75 T
-
Bank Indonesia Ambil Kendali Awasi Pasar Uang dan Valuta Asing, Ini Fungsinya
-
Geger Isu Patrick Kluivert Dipecat Karena Warna Kulit?
-
Parah! SEA Games 2025 Baru Dimulai, Timnas Vietnam U-22 Sudah Menang Kontroversial
Terkini
-
Mangkir dari Panggilan, Lisa Mariana Dijemput Paksa Polda Jabar Terkait Kasus Video Syur!
-
Tawa Prabowo dan Ketua MPR Tiongkok Bahas 'Rio', Anak Panda di Taman Safari
-
Bantahan Keras Jimly untuk Luhut: Bandara IMIP Ancam Kedaulatan, Pintu Masuk TKA Ilegal
-
Pakar Ungkap Sebab Cuaca Ekstrem di Sumatera, Apa Itu?
-
Solidaritas untuk Perantau Sumatra: Dari Seniman Gamping hingga Polda DIY Turun Tangan
-
Jelang Natal 2025, 2 Ribu Paket Sembako Dibagikan Buat Pasukan Pelangi di Jakarta Barat
-
Luhut Bantah Keras! Tegaskan Tak Punya Kaitan Apapun dengan PT Toba Pulp Lestari
-
Menteri PPPA: Perempuan Alami Trauma Lebih Berat Usai Banjir Sumatra
-
Bertemu Luhut di Istana, Prabowo Setuju Bikin 'Bank Harta Karun' Hayati, Apa Fungsinya?
-
Tipu Lowongan Kerja Transjakarta, Pria 51 Tahun Raup Rp40 Juta dari 18 Korban