Suara.com - Pemerintah merencanakan membuang tailing atau sisa penambangan ke laut dalam, melalui proyek ‘pembuangan limbah nikel ke laut dalam’ (Deep Sea Tailing Placement).
Pembuangan limbah nikel untuk pabrik proyek hidrometalurgi itu disebut bakal menambah laju perusakan ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil yang selama ini telah hancur oleh industri ekstraktif, tak terkecuali merusak lingkungan.
Kekinian, terdapat empat perusahaan yang telah dan tengah meminta rekomendasi pemanfaatan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi untuk pembuangan limbah nikel ke laut dalam di wilayah kepulauan di Indonesia Timur.
Perusahaan tersebut meliputi PT Trimegah Bangun Persada di Pulau Obi, Maluku Utara dan PT QMB New Energy Material, PT Sulawesi Cahaya Mineral serta PT Huayue Nickel Cobalt di Morowali, Sulawesi Tengah.
Persoalan tersebut kini menjadi perhatian lembaga pegiat lingkungan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Berdasarkan pantauan yang mereka lakukan, PT Trimegah Bangun Persada telah mengantongi izin lokasi perairan dari Gubernur Maluku Utara dengan Nomor SK 502/01/DPMPTSP/VII/2019 pada 2 Juli 2019.
Sementara PT Sulawesi Cahaya Mineral, yang merupakan proyek strategis nasional, telah mendapatkan legitimasi untuk aktivitas pembuangan tailing bawah laut melalui Surat Direktorat Jenderal Pengelolaan Laut KKP Nomor B.225/DJPRL/III/2019 pada 1 Maret 2019 perihal Arahan Pemanfaatan Ruang Laut.
Sedangkan, izin yang telah dikeluarkan Gubernur Maluku Utara dan Dirjen Pengelolaan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Sebab izin tersebut landasannya hanya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut.
Padahal, izin tersebut bertentangan dengan UU Nomor 27 tahun 2007, khususnya Pasal 35 dan UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.
"Serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2010 yang menjamin hak konstitusional nelayan tradisional," kata Melky Nahar, peneliti JATAM di Bangi Kopi, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Rabu (4/3/2020).
Baca Juga: Konflik dengan China, KIARA: Nelayan yang Dikirim ke Natuna Rentan Bahaya
Dia memaparkan, proyek pembuangan tailing itu menambah kehancuran wilayah pesisir dan pulau kecil, mengingat di Pulau Obi terdapat 14 perusahaan tambang nikel yang mengeruk daratan pulau yang luasnya cuma 254,2 hektare. Sedangkan, Kepulauan Morowali telah lama dieksploitasi oleh 61 perusahaan tambang yang beraktivitas di daratan dan pesisir.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti KIARA Parid Ridwanuddin menjelaskan proyek pembuangan tailing menambah kehancuran mulai dari keberlangsungan ekosistem mangrove. Kemudian padang lamun, terumbu karang dan sumber daya perikanan yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai sumber pangan dan penghidupan juga diambang kehancuran.
Selain itu, pembuangan limbah nikel juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembuangan Limbah ke Laut. Dalam aturan itu disebutkan bahwa ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang dan kawasan perikanan tangkap sebagai kawasan sensitif serta terlarang untuk dijadikan kawasan pembuangan limbah.
"Kemudian potensi ancaman besar berikutnya adalah kesehatan masyarakat, baik karena terpapar secara langsung akibat beraktivitas di laut, maupun terpapar secara tidak langsung akibat mengonsumsi pangan laut (seafood)," katanya.
Lebih jauh, proyek ini akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional yang hidupnya sangat tergantung pada sumber daya kelautan dan perikanan di perairan setempat. Setidaknya terdapat lebih dari 7000 keluarga nelayan perikanan tangkap di Morowali yang akan terdampak proyek ini. Sementara itu, masa depan kehidupan 3.343 keluarga nelayan perikanan tangkap di Pulau Obi juga dipertaruhkan.
Di Morowali, pihak yang paling diuntungkan dari proyek ‘pembuangan tailing ke laut dalam’ tersebut adalah PT QMB New Energy Material, PT Sulawesi Cahaya Mineral, PT Huayue Nickel Cobalt. Ketiga perusahaan ini diduga terhubung ke PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). IMIP yang berdiri sejak 2013 adalah proyek bisnis Indonesia-China yang merupakan usaha patungan antara Shanghai Decent Investment Co Ltd, PT Bintang Delapan Investama dan PT Sulawesi Mining Investment.
Berita Terkait
-
Jatam: Bekantan hingga Pesut Terancam jadi Korban Pembangunan Ibu Kota Baru
-
Masuk Daftar Hitam, JATAM Curiga KIP dan Kementerian ESDM Main Mata
-
KLHK Fasilitasi Freeport Bikin Roadmap Selesaikan Masalah Tailing
-
Jatam: KPK Harus Progresif Usut Korupsi Pertambangan
-
Pemerintah Resmikan Pabrik Tailing Pertama di Indonesia
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
-
4 Tablet RAM 8 GB dengan Slot SIM Card Termurah untuk Penunjang Produktivitas Pekerja Mobile
-
3 Fakta Perih Usai Timnas Indonesia U-22 Gagal Total di SEA Games 2025
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
-
CERPEN: Liak
Terkini
-
Wagub Sumut Apresiasi Bantuan Korban Banjir dan Longsor dari Pemprov Bengkulu
-
Sidang Etik 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata Digelar Pekan Depan, Bakal Dipecat?
-
Menanti Status Bencana Nasional Sumatera sampai Warga Ingin Ajukan Gugatan
-
BGN Optimis, Program Makan Bergizi Gratis Mampu Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi hingga 8 Persen
-
BGN Minta SPPG Tidak Lagi Menggunakan Makanan Buatan Pabrik Pada Program MBG
-
Tak Hanya Ciptakan Lapangan Kerja, Waka BGN Sebut Program MBG Jalan Tol Pengentasan Kemiskinan
-
6 Anggota Yanma Mabes Polri Jadi Tersangka Kasus Tewasnya 2 Debt Collector, Ini Identitasnya
-
Dari OTT ke Jejak Dana Gelap Pilkada: Seberapa Mahal Biaya Kampanye Calon Kepala Daerah?
-
Prabowo ke Pengungsi Banjir Aceh: Maaf, Saya Tak Punya Tongkat Nabi Musa, Tapi Rumah Kalian Diganti
-
Dasco Unggah Video Prabowo saat Bikin Kaget WWF karena Sumbangkan Tanah di Aceh