Suara.com - Seorang pria kulit hitam tampak kesakitan ketika tubuhnya ditindih oleh polisi. Pria bernama George Floyd itu berusaha mengambil napas namun semakin ia melawan, semakin besar juga tekanan yang dirasakan.
Tak lama setelah diselamatkan, George justru menghembuskan napas terakhir. BBC melaporkan nyawanya tak tertolong meskipun ia sudah dilarikan ke rumah sakit. Kemarahan publik memuncak atas kejadian ini.
Sekali lagi Minneapolis menjadi saksi bagaimana rasisme terus menggerus Amerika.
Unjuk rasa atas kematian George Floyd tak bisa dibendung, massa berkerumun di depan gedung putih dan mulai mengunci kantor pemerintahan, tempat Presiden Trump memimpin negaranya. Mereka menuntut keadilan atas kematian Floyd.
Kasus ini tak sesederhana kasus pembunuhan lainnya. Nafas Floyd yang tersekat adalah potret nyata bagaimana ras kulit hitam berdiri dalam bayangan ketakutan.
Keisha N. Blain, seorang profesor madya bidang sejarah di Universitas Pittsburgh menulis di Washington Post bahwa kekerasan terhadap Floyd hanya berselang dua bulan setelah kematian wanita kulit hitam bernama Breonna Taylor.
Keisha mengungkapkan bahwa ancaman orang kulit hitam di Minneapolis bukanlah virus yang menjadi pandemi, tapi kekerasan polisi.
Berdasarkan sejarah, kekerasan seperti ini sudah terjadi berabad-abad lamanya di Amerika. Sejak dulu, orang kulit hitam hanya dianggap budak dan hak-hak mereka dibatasi oleh orang kulit putih yang merasa yakin, kedudukannya lebih tinggi dari kulit hitam.
Jauh sebelum George Floyd dilahirkan, sekitar abad ke-20, hukuman mati tanpa pengadilan muncul sebagai taktik baru untuk mengendalikan kehidupan orang kulit hitam.
Baca Juga: Aksi Solidaritas untuk George Floyd Menjalar hingga ke Inggris
Pejuang anti-hukuman mati tanpa pengadilan, Ida B. Wells-Barnett mengungkapkan dalam 'The Red Record' bahwa hukuman mati tanpa pengadilan terhadap orang kulit hitam Amerika tidak hanya direncanakan sebelumnya tapi juga didukung penuh oleh polisi setempat.
Selama musim panas 1919, kekerasan ras besar-besaran meletus di Amerika. Di Chicago, Eugene Williams, seorang remaja kulit hitam dibunuh pada 27 Juli 1919 karena berenang di bagian khusus 'kulit putih' Danau Michigan.
Persis seperti amarah pasca kematian Floyd, massa juga geram ketika William dibunuh.
Unjuk rasa ini berlanjut sekitar sebulan dan berakhir pada Agustus 1919 dengan kematian 15 orang kulit putih, 23 orang kulit hitam dan sedikitnya 500 orang terluka. Jumlah ini belum termasuk ribuan keluarga kulit hitam yang kehilangan rumah.
Melanjutkan tulisan Keisha, penyerangan polisi pada aktivis kulit hitam selama kampanye Birmingham 1963 dan pawai Selma-to-Montgomery 1965 adalah akar rasis polisi Amerika. Kekerasan itu menargetkan pria, wanita dan anak kulit hitam.
Melesat jauh pada tahun 2009, untuk pertama kalinya Amerika memiliki presiden kulit hitam. Ia adalah Barrack Hussein Obama yang dilantik pada 20 Januari. Tentu saja ini menjadi angin segar bagi warga kulit hitam.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Teken PJBTL 1.800 MVA di Jawa Barat dan Jawa Tengah
-
Aktif Lagi di DPR, Tangis Haru Adies Kadir dan Uya Kuya Pecah Usai MKD Nyatakan Tak Langgar Etik
-
Pasrah Gaji DPR Disetop 6 Bulan usai Sebut Rakyat Tolol, Hukuman MKD Bikin Ahmad Sahroni Kapok?
-
Siswa 13 Tahun Tewas di Sekolah Internasional Gading Serpong, Diduga Jatuh dari Lantai 8
-
Soeharto, Gus Dur dan Marsinah Penuhi Syarat Terima Gelar Pahlawan, Ini Penjelasan Fadli Zon
-
Jejak Digital Budi Arie Kejam: Dulu Projo Pro Jokowi, Kini Ngeles Demi Gabung Prabowo
-
Bau Busuk RDF Rorotan Bikin Geram! Ribuan Warga Ancam Demo Balai Kota, Gubernur Turun Tangan?
-
Terbukti Langgar Etik, MKD DPR Nonaktifkan Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni Tanpa Gaji
-
Angka Pengangguran di Jakarta Tembus 330 Ribu Orang, BPS Klaim Menurun, Benarkah?
-
Sebut Usulan Gelar Pahlawan Absurd, Koalisi Sipil: Soeharto Simbol Kebengisan Rezim Orba