Suara.com - Direktur Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULWMP) Markus Haluk menyatakan tindakan rasisme masih terjadi sampai saat ini kepada warga Papua. Karena itu, dia menyebut masyarakat tak perlu jauh-jauh pergi ke Amerika untuk bisa melihat tindakan rasisme.
Diketahui di Amerika saat ini sedang memanas karena adanya tindakan rasisme yang dilakukan seorang polisi kulit putih kepada pria kulit hitam bernama George Floyd. Kejadian ini memicu kerusuhan di negara paman Sam itu karena membuka luka lama rasisme terhadap kulit hitam.
Markus mengatakan, tindakan rasisme ini dilakukan secara terstruktur dan terencana atau disebutnya politik rasisme. Karena itu tindakan ini, kata Markus, bertahan sampai 57 tahun.
"Rasisme itu masih terjadi hari ini dan di sini. Jangan lihat Amerika, jangan di tempat lain, tapi di abad seperti ini, selama 57 tahun itu secara kontinyu," ujar Markus dalam diskusi yang digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan disiarkan melalui akun youtubenya, Minggu (7/6/2020).
Markus mengatakan, politik rasisme ini dilakukan oleh setidaknya empat aktor. Di antaranya adalah pemerintah, aparat keamanan, perusahaan nasional-multinasional dan terakhir adalah rakyat Indonesia itu sendiri.
Pemerintah disebutnya melakukan berbagai kebijakan dan aturan yang kerap merugikan warga Papua. Lalu aparat hukum yang terdiri dari polisi, TNI, Jaksa, dan hakim melanggengkan perbuatan rasis itu.
Lalu perusahaan itu mengambil segala keuntungan untuk sendiri. Lalu terakhir rakyat Indonesia yang secara sadar membuat stigma bahwa orang Papua berbeda dengan warga Indonesia lain.
"Lalu ada kelompok organisasi sipil, ormas juga terlibat. polisi dsn militer juga melihat. jadi sempurna politik rasisme," jelasnya.
Ia mengambil salah satu contoh kejadian di Surabaya tahun lalu ketika aparat meneriaki mahasiswa Papua dengan sebutan binatang. Para pelaku yang membuat kejadian sampai berujung kerusuhan di Papua ini tidak diberikan sanksi tegas.
Baca Juga: Diskusi HAM Papua Lives Matter Diteror Zoombombing dan Telepon Nomor Asing
Selanjutnya, ada juga tuntutan yang diberikan jaksa terhadap tujuh orang Papua baru-baru ini. Padahal mereka dianggap sebagai pahlawan rasisme oleh warga Papua.
"Bagi orang Papua hal semacam ini kami tidak kaget, itu biasa. Hukum diciptakan, praktek itu bertahun-tahun kami alami dari 1963 sampai hari ini," tuturnya.
Markus menilai Bangsa Papua saat ini sudah tak lagi percaya dengan Indoenesia. Mereka, kata Markus, meyakini sudah tak ada masa depan di Indonesia.
"Bangsa Papua bukan pemilik tanah, di waktu yang sama dilakukan berbagai tindakan supaya bagaimana tanah itu menjadi masa depan pemerintahan indonesia," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Aktivis: Kasus George Floyd di AS Tak Beda Jauh dengan Rasisme Papua
-
Sempat Pulang karena Isu Rasisme, Pelajar Papua Ini Balik Lagi ke Semarang
-
Media Asing Soroti 20 Korban Tewas Kerusuhan di Papua
-
Universitas Cenderawasih Papua Membara, 3 Mahasiswa dan 1 TNI Tewas
-
Pasca Insiden Ujaran Rasial, Dua Ribuan Lebih Mahasiswa Papua Kembali
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
Terkini
-
Babak Baru PPHN: Ahmad Muzani Minta Waktu Presiden Prabowo, Nasib 'GBHN' Ditentukan di Istana
-
KPK Digugat Praperadilan! Ada Apa dengan Penghentian Kasus Korupsi Kuota Haji Pejabat Kemenag?
-
Tiga Hari ke Depan, Para Pemimpin Dunia Rumuskan Masa Depan Pariwisata di Riyadh
-
Terkuak! Siswa SMAN 72 Jakarta Siapkan 7 Peledak, Termasuk Bom Sumbu Berwadah Kaleng Coca-Cola
-
Drama 6 Jam KPK di Ponorogo: Tiga Koper Misterius Diangkut dari Ruang Kerja Bupati Sugiri Sancoko
-
Bukan Terorisme Jaringan, Bom SMAN 72 Ternyata Aksi 'Memetic Violence' Terinspirasi Dunia Maya
-
Revolusi Digital Korlantas: Urus SIM, STNK, BPKB Kini Full Online dan Transparan, Pungli Lenyap
-
Babak Baru Horor Nuklir Cikande: 40 Saksi Diperiksa, Jejak DNA Diburu di Lapak Barang Bekas
-
Dua Menko Ikut ke Sydney, Apa Saja Agenda Lawatan Prabowo di Australia?
-
Tak Hanya Game! Politisi PKB Desak Pemerintah Batasi Medsos Anak Usai Insiden Ledakan SMA 72 Jakarta