Suara.com - Director Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menilai aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah-marah di depan menterinya menunjukkan kekuasaan politiknya yang semakin melemah. Padahal, Jokowi masih bisa menunjukkan kekuatannya tanpa harus memperlihatkan emosinya secara terbuka.
Wijayanto mengungkapkan, aksi marah-marah Jokowi tidak mewakili prinsip Jawa yang mengedepankan kehalusan rasa. Menurut kutipan para ahli, semakin kuat seorang manusia Jawa, maka dia akan semakin halus dalam mengolah rasanya.
"Dia akan semakin damai dalam batinnya, yang akan terpencar dalam perilaku lair-nya," ungkap Wijayanto saat memaparkan dalam sebuah diskusi yang disiarkan langsung melalui YouTube LP3ES Jakarta, Senin (6/7/2020).
Sebagai pemimpin yang berasal dari Jawa, Wijayanto menilai seharusnya Jokowi tidak perlu memperlihatkan kekesalannya terhadap menteri yang membuatnya kecewa. Bersikap tenang dan langsung kepada keputusannya menurut ia lebih menunjukkan kekuatan Jokowi sebagai pemimpin.
"Dia (bisa) cukup tersenyum kepada menterinya yang dia nilai enggak bagus kinerjanya lalu dengan baik-baik mengatakan, maaf, anda kinerjanya buruk jadi saya reshuffle misanya atau bahkan tidak perlu mengatakan itu," ujarnya.
Wijayanto pun berusaha memberikan contoh sosok yang bisa merefleksikan manusia Jawa nan kuat, yakni Presiden ke-2 RI Soeharto. Pemimpin yang dikenal sebagai The Smiling General itu bisa menunjukkan kekuatannya hanya dengan sikap sederhana.
Ia mengajak kembali pada ingatan ketika Soeharto membredel Harian Kompas karena dianggap terlalu kritis terhadap pemerintahannya pada 1978. Saat itu Soeharto hanya tersenyum kepada salah satu pendiri Kompas, Jakob Oetama dan berkata "ojo meneh-meneh". Hanya tiga kata, tetapi membuat Jakob mengingatnya hingga puluhan tahun
"Singkat saja, lirih, tapi itu terngiang-ngiang di telinga Jakob Oetama sampai 2015 ketika Kompas ulang tahun ke-50," ungkapnya.
Wijayanto mengatakan publik hampir tidak pernah melihat Soeharto marah-marah di depan publik seperti apa yang dilakukan Jokowi. Justru kalau tokoh yang dijuluki Bapak Pembangunan itu menunjukkan emosinya, maka ia telah menunjukkan kelemahan.
Baca Juga: Istana Redam Isu Reshuffle, LP3ES: Jokowi Lemah di Hadapan Koalisi Oligarki
"Karena dalam budaya Jawa ketika seseorang tidak bisa mengontrol kata-katanya, intonasinya maka itu refleksi bahwa dia sudah lemah kekuasannya," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
OTT Ponorogo: KPK Bawa Orang Kepercayaan Bupati Sugiri Sancoko ke Jakarta
-
Tragis! Aksi Heroik Berujung Maut, Hansip di Cakung Jaktim Tewas Didor Maling Motor
-
PDIP Sindir Pemimpin Fasis dan Zalim Lewat Tokoh Wayang Prabu Boko, Siapa Dimaksud?
-
SMAN 72 Dijaga Ketat Pasca Ledakan, Polisi Dalami Motif Bullying
-
Kapolri Aktif dan Mantan Masuk Daftar Anggota Komisi Reformasi Polri, Prabowo Ungkap Alasannya
-
Nekat Tabrak Maling Bersenpi usai Kepergok Beraksi, Hansip di Cakung Jaktim Ditembak
-
Ketua MPR Ahmad Muzani Prihatin Ledakan di SMAN 72: Desak Polisi Ungkap Motif
-
Kena OTT Bareng Adik, Ini Identitas 7 Orang yang Dicokok KPK Kasus Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
-
Tokoh NU Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Dosanya Lebih Banyak!
-
Pemerintah Dicap Tutup Mata atas Kediktatoran Soeharto, Rezim Nazi Hitler sampai Diungkit, Kenapa?