Suara.com - Berdasarkan data dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), sejumlah pelanggaran protokol kesehatan para pasangan calon (paslon) Pilkada 2020 mewarnai tahapan kampanye hingga hari kesepuluh, yaitu Sabtu (10/10/2020). Walau demikian, semuanya dinilai masih dalam batas kewajaran dan terkendali.
Secara khusus ada 9.189 kejadian, 256 pelanggaran, dan 70 sudah diberi peringatan langsung.
Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengatakan, pada PKPU Nomor 13 Tahun 2020 Pasal 88C, surat peringatan atau surat tilang akan diberikan jika terdapat pelanggaran protokol kesehatan.
Bawaslu menyarankan, jika hal itu terjadi, maka kegiatan dapat dihentikan, dikurangi sampai batasan. Kalau tetap diselenggarakan, maka dapat dibubarkan.
Jika melanggar aturan lainnya, Bawaslu akan merekomendasikan ke lembaga yang diberikan kewenangan. Jika ada tuntutan pidana, maka dalam hal ni adalah kepolisian.
Kalau melanggar aturan lainnya, lebih dari yang telah diungkapkan di atas, masih kata Afifuddin, maka pihaknya akan merekomendasikan ke lembaga yang diberi kewenangan, misalnya soal tuntutan pidana atas pasal UU dan lainnya, Bawaslu meminta pihak kepolisian menindaknya.
Makanya, kata Afifuddin, kelompok kerja (pokja) dibuat dengan melibatkan polisi jaksa, satgas dan lainnya. Bawaslu sendiri menyarankan, paslon melaksanakan kampanye secara daring, ketimbang tatap muka.
Keputusan ini diambil karena banyak terdapat pelanggaran protokol kesehatan di daerah-daerah Pilkada 2020 yang berujung pada pembubaran, peringatan dan lainnya.
Bawaslu menganggap, merubah kebiasaan memang agak sulit. Kalau tidak dipatuhi, maka ancaman kesehatannya untuk peserta dan penyelenggara bisa berbahaya.
Baca Juga: Sesuai Arahan Presiden, Kemendagri Buka Layanan Aduan Perbaikan Kebijakan
Sementara itu dalam pandangan hukum terkait aturan yang dianggap belum tegas dalam PKPU, pemerhati hukum dari Universitas Bung Karno, Ibnu Zubair menilai, pelanggaran dalam pemilu, seharusnya hanya dilabeli sebagai pelanggaran administrasi, kecuali yang berhubungan dengan kecurangan, mulai dari manipulasi jumlah pemilih dan hasil pemilu, pemalsuan identitas, pencurian waktu kampanye sampai pada politik uang, atau hal-hal yang memang sudah ada dalam undang-undang pidana. Selebihnya masuk kategori pelanggaran administrasi.
"Pelanggaran administrasi tidak boleh menganulir substansi demokrasi, yaitu adanya pergantian kepemimpinan melalui proses yang wajar dan diterima semua pihak. Pelanggaran administrasi tetap diberi hukuman sesuai dengan kadar dan ketentuannya, tidak boleh melebihi dari seharusnya," ujarnya, Jakarta, Senin (12/10/2020).
Jangan karena pelanggaran administrasi, lanjut Zubair, maka kemenangan pasangan calon tertentu gagal, atau membuat jadwal pemilihan dibuat mengambang, yang justru dapat menimbulkan kebimbangan dan keresahan.
"Bukankah dalam proses pemilihan umum semua pasangan calon diberi waktu dan kesempatan yang sama!" tambahnya.
Kecuali, kata Zubair, ada yang diberi porsi berbeda, dan itu mustahil terjadi saat ini. Semua saluran informasi terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak, tanpa kecuali.
"Sejauh yang termuat dalam beragam PKPU, Komisi Pemilihan Umum sudah melaksanakan kewajibannya, yaitu membuat aturan pencegahan penyebaran Covid-19," papar Zubair.
Menurut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak boleh menindak kegiatan yang bukan menjadi kewenangannya. KPU hanya perlu mengingatkan dan mencegah, serta memberi sanksi sewajarnya bagi pelanggar protokol kesehatan.
"KPU hanya perlu tegas dan keras dalam urusan tata tertib pemilihan umum, selebihnya cukup membuat aturan pencegahan," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Cegah Covid-19, Hong Kong Buat Standar Protokol Kesehatan di Sektor Wisata
-
Protokol Kesehatan Ketat Reduksi Potensi Penyebaran Covid-19 di Bioskop
-
Kebun Binatang Ragunan Dibuka Kembali Mulai Hari Ini
-
Kawasan Wisata Ancol Kembali Dibuka
-
Paslon Pilkada 2020 Jadikan Pencegahan Covid-19 sebagai Tema Kampanye
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
Terkini
-
Tanpa Kembang Api, Perayaan Tahun Baru 2026 di Jakarta Jadi Malam Galang Dana Bencana Sumatra
-
Bukan Lewat DPRD, Ini Resep Said Abdullah PDIP Agar Biaya Pilkada Langsung Jadi Murah
-
Hari Ibu 2025, Menteri PPPA Serukan Nol Toleransi Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan
-
Tuntaskan 73 Perkara, KPK Ungkit Amnesti Hasto Kristiyanto dan Rehabilitasi Ira Puspadewi
-
Diburu KPK, Kasi Datun Kejari HSU Akhirnya Menyerahkan Diri ke Kejati Kalsel
-
Catatan KPK 2025: 439 Perkara, 69 Masih Penyelidikan
-
Detik-detik Kasi Datun Kejari HSU Kabur dan Nyaris Celakai Petugas KPK
-
KPK Ungkap Capaian 2025: 11 OTT, 118 Tersangka, Aset Negara Pulih Rp 1,53 Triliun
-
Soal Pilkada Dipilih DPRD, Said Abdullah Wanti-wanti: Jangan Berdasar Selera Politik Sesaat!
-
Bandingkan Kasus Brigadir J, Roy Suryo Cs Minta Uji Labfor Independen Ijazah Jokowi di UI atau BRIN!