Suara.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan laporan tim gabungan pencari fakta menunjukkan bahwa ada "dugaan keterlibatan oknum aparat" dalam pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, meskipun ada juga kemungkinan dilakukan pihak ketiga.
Mahfud MD menyampaikan pernyataan itu pada Rabu (21/10), atau 21 hari sejak TGPF dibentuk.
"Ada dugaan melibatkan aparat dan kemungkinan pihak ketiga. Kemungkinan pihak ketiga itu tidak bisa dihindari karena kan waktu itu dugaan-dugaan yang muncul di luar ada yang menduga aparat, kita selidiki. Ada yang menduga pihak ketiga. Kalau pihak ketiga itu kan teori konspirasi saja, KKB yang membunuh lalu nanti dituduhkan ke aparat. Makanya ada saja kemungkinan itu."
"Tapi lihat nanti rangkaian fakta yang dilaporkan dalam buku [laporan TGPF] itu tadi seperti apa. Itu akan mengarahkan ke situ," kata Mahfud MD kepada para wartawan.
- 'Misteri' tewasnya Pendeta Yeremias Zanambani di Papua: Pemerintah RI bentuk tim gabungan pencari fakta
- Dosen UGM anggota tim pencari fakta kematian pendeta Papua tertembak dan dievakuasi, TPNPB klaim bertanggung jawab
- Papua akan dimekarkan menjadi lima wilayah, kata Mahfud MD
- Konflik di Nduga, Papua: 'Korban terus berjatuhan', pemerintah diminta ubah 'pola' kebijakan
Pendeta Timotius Miagoni, kawan Pendeta Yeremia Zanambani, mengatakan bahwa Yeremia tewas mengenaskan di kandang babi dengan luka tembak dan luka tikam, pada Sabtu (19/09). Peristiwa itu terjadi di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.
"Iya betul. Dia sendiri di kandang. Ditembak di situ," katanya kepada BBC News Indonesia, Rabu (23/09).
Timotius mengatakan Yeremia tidak langsung meninggal. Ia sempat bertahan hingga pukul 12 malam di kandang babi tersebut.
Socratez S Yoman yang menyebut dirinya Presiden Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua menuduh TNI berada di balik kematian Yeremia.
Kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka juga menuduh TNI yang membunuh pendeta Yeremia.
Baca Juga: Kasus Pembunuhan Pendeta, Masyarakat Adat Minta Anggota TNI Diperiksa
Sementara itu, seorang pejabat TNI mengatakan kepada media, tuduhan yang dilayangkan tersebut sebagai 'fitnah keji' dan mengatakan ini sebagai upaya kelompok bersenjata di Papua menarik perhatian dalam momen sidang umum PBB.
Saling tuduh soal pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani mendorong Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia mengirim surat ke Presiden Joko Widodo, yang ditembuskan ke Kapolri dan Panglima TNI.
Selain peristiwa pembunuhan Pendeta Yeremia, Mahfud MD juga memaparkan laporan TGPF mengenai insiden pembunuhan dua personel TNI dan seorang warga sipil.
"Informasi dan fakta-fakta menunjukkan dugaan kuat keterlibatan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dalam peristiwa pembunuhan dua aparat bernama Serka Sahlan pada 3 September dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada 19 September," paparnya.
Keterlibatan KKB, sebutnya, juga tampak jelas dengan terbunuhnya warga sipil bernama Badawi pada 17 September 2020.
Mahfud MD menambahkan, laporan TGPF ini bukan untuk pembuktian hukum dan bukan sebagai hasil penyelidikan pro yustisia.
"Nanti kami salurkan dan akan jadi ranah aparat penegak hukum.
"Menyangkut tindakan pidana yang berupa kekerasan dan atau pembunuhan, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai hukum yang berlaku tanpa pandang bulu. Dan untuk itu pemerintah meminta Kompolnas untuk mengawal proses selanjutnya. Laporan dari TGPF bisa menjadi bahan dalam rangka pro-yustisia," kata Mahfud MD.
"Permintaan keluarga dan masyarakat adat untuk memeriksa TNI, itu nanti akan dilihat dari prosesnya. Kl pro-yustisia, nanti silakan pro-yustisia. Karena pro-yustisia itu kan nanti ada pertimbangan-pertimbangan, siapa yang perlu dimintai keterangan, siapa yang tidak," tambahnya.
Sejalan dengan temuan-temuan ini, Menkopolhukam merekomendasikan kepada pemerintah, kepada presiden, kepada TNI/Polri, agar daerah yang masih kosong dengan aparat yang sifatnya organik supaya segera dilengkapi untuk menjamin keamanan.
"Dengan demikian tugas TGPF yang dibentuk dengan SK Menkopolhukam dinyatakan selesai," kata Mahfud MD.
TGPF bentukan Menkopolhukam Mahfud MD bukan satu-satunya pihak yang melakoni pengumpulan fakta.
Komnas HAM melakoni penyelidikan secara terpisah dan tidak dalam posisi saling melengkapi dengan temuan TGPF.
Dalam keterangannya kepada para wartawan pekan lalu, Komisioner Komnas HAM RI, Choirul Anam, mengatakan pihaknya akan segera menganalisis berbagai informasi saksi dan temuan di lapangan.
"Komnas HAM akan menyerahkan laporan kepada Presiden, karena pengaduan kasus ini juga sampai kepada Presiden," kata Anam.
Menanggapi hal tersebut, Menkopolhukam, Mahfud MD, mempersilakan Komnas HAM untuk menjabarkan temuannya.
"Temuan Komnas HAM, silakan itu temuan Komnas HAM. Tapi bila ditanya apakah ada rangkaian perisitiwa? Laporan yang saya baca itu memang ada rangkaian peristiwa. Sejak lama bahkan, bukan hanya September, tapi dari beberapa bulan sebelumnya ada peristiwa-peristiwa yang saya kira itu temuan yang tidak bisa dihindari. Semua akan menemukan itu. Tapi biarlah nanti yang Komnas HAM fokusnya ke sana.
"Nanti dilihat, apa yang ditemukan aparat, apa yang ditemukan Komnas HAM, dan kita juga punya. Kalau peristiwanya sama dan sama-sama hati-hati, saya kira faktanya juga akan sama," papar Mahfud MD.
Menurut data Amnesty International Indonesia, sepanjang tahun 2018 hingga 2020, telah terjadi setidaknya 47 kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh otoritas negara yang menewaskan 96 korban jiwa.
Dari jumlah tersebut, hanya empat kasus yang sampai ke pengadilan dengan dua di antaranya adalah pengadilan militer yang tertutup untuk publik.
Berita Terkait
-
Ditantang Lapor Kasus Korupsi Kereta Whoosh, Mahfud MD Sentil Balik KPK: Agak Aneh Ini
-
Raut Wajah Jokowi Berubah Saat Ditanya Utang Whoosh: Apa yang Terjadi?
-
Mahfud MD 'Spill' Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Budi Prasetyo: Silakan Laporkan ke KPK
-
Ramalan Jonan Terbukti! Menkeu Tolak Bayar Utang Whoosh, Mahfud MD Ungkap Borok Proyek Jokowi
-
Dugaan Mark-Up Gila-gilaan Proyek Warisan Jokowi: Biaya 3 Kali Lipat, Utang Rp2 Triliun Tiap Tahun
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Keluarga Tahan Banting Anti Mogok, Mulai Rp 60 Jutaan
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Oktober: Klaim 16 Ribu Gems dan Pemain 110-113
- Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka? Ratusan Siswa SMAN 1 Yogyakarta Keracunan Ayam Basi
- Jepang Berencana Keluar dari AFC, Timnas Indonesia Bakal Ikuti Jejaknya?
- Muncul Dugaan Kasus Trans7 vs Ponpes Lirboyo untuk Tutupi 4 Kasus Besar Ini
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
-
Kabar Gembira! Pemerintah Guyur BLT Ekstra Rp30 T, 17 Juta Keluarga Baru Kebagian Rezeki Akhir Tahun
Terkini
-
Bakal Gelar Ratas di Kertanagara, Prabowo Panggil Mendikti Lagi Bahas Hal Ini
-
Presma UIN Alauddin: Prabowo Serius Tegakkan Hukum dengan Reformasi Sistemik
-
Libatkan Pemerintah Pusat, Pramono Bakal Bentuk Satgas Pembenahan Kota Tua
-
BRIN Temukan Mikroplastik dalam Hujan, Pemprov DKI: Ini Alarm Lingkungan
-
Demi Kota Tua Hidup, Kampus IKJ Bakal Dipindahkan Gubernur Pramono dari TIM Cikini
-
Teddy hingga Dasco jadi Gerbang Komunikasi Presiden, Kenapa Tak Semua Bisa Akses Langsung Prabowo?
-
Legislator Gerindra Beri Wanti-wanti Soal Alih Fungsi Lahan Sawah, Bisa Ancam Kedaulatan Pangan
-
Bongkar 'Praktik Kotor' di Daerah! Kemendagri Usul Dana Pilkada Pakai APBN
-
Rombongan Kapolda Papua Tengah Dihujani Tembakan OPM, Kasat Narkoba Nabire Terluka di Kepala!
-
Presiden Prabowo Beri Peringatan Keras: Menteri 'Nakal' Tiga Kali, Akan Di-Reshuffle