Suara.com - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap vonis 18 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya dalam perkara penerimaan suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang.
"Setelah menjalani 7 tahun pidana, pemohon menemukan alasan-alasan agar majelis Peninjauan Kembali menjatuhkan putusan bebas atau ringan kepada pemohon dengan alasan kekeliruan dan kekhilafan hakim," kata penasihat hukum Luthfi Hasan, Sugiyono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Luthfi Hasan yang sedang menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung hadir langsung dalam sidang perdana PK tersebut. Ia tampak mengenakan jaket hitam dan masker hitam.
"Setelah mencermati 3 putusan yaitu putusan PK atas nama Irman Gusman, putusan kasasi atas nama Idrus Marham dan putusan kasasi atas nama pemohon, dalam 3 putusan itu mengandung perbedaan padahal ketiga terpidana sama-sama didakwa menerima sesuatu sebagai penyelenggara negara dengan pertimbangan tidak terkait dengan kewenangannya," ujar Sugiyono sebagaimana dilansir Antara.
Diketahui bahwa majelis hakim kasasi Mahkamah Agung pada Februari 2019 memotong masa hukuman mantan Menteri Sosial Idrus Marham dari 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan menjadi 2 tahun penjara dalam kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.
Sementara pada September 2019, majelis PK Mahmakah Agung memotong vonis Irman Gusman dari 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan menjadi 3 tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan dalam perkara penerimaan suap terkait kuota gula impor di Perum Bulog.
Menurut Sugiyono, mewakili kliennya, pertimbangan majelis kasasi dan majelis PK untuk Idrus dan Irman menyatakan keduanya tidak terbukti menerima suap.
"Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan perbuatan Idrus dan Irman tidak terkait dengan ruang lingkup kewenangan-nya yang berakibat Idrus dan Irman tidak terbukti menerima suap tapi menerima gratifikasi sehingga putusan majelis kasasi terhadap pemohon tidak adil dan pemohon mengajukan PK," ucap Sugiyono menambahkan.
Kekeliruan mendasar hakim kasasi terhadap Luthfi Hasan menurut Sugiyono adalah pasal dasar putusan tidak berubah yaitu pasal 12 huruf a UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga: HNW PKS: Pak Luhut atau Terawan Bisa Suntik Vaksin Covid-19 Duluan
"Padahal perkara Idrus Marham, Irman Gusman dan pemohon memiliki kemiripan yaitu sama-sama penyelenggara negara, punya kewewenangan di bidang masing-masing, berinteraksi dengan pihak swasta dan sama-sama tidak memiliki wewenang dalam jabatan," ungkap Sugiyono.
Menurut Sugiyono, Idrus Marham tidak berwenang untuk masalah kelistrikan dan Irman Gusman tidak berwenang untuk menerbitkan kuota impor gula, sedangkan Luthfi Hasan tidak berwenang untuk kuota impor daging.
"Putusan Irman dan Idrus berbicara adanya pemberian uang langsung, tapi dalam putusan pemohon tidak menyinggung penerimaan langsung dari PT Indoguna Utama, namun menghasilkan putusan berbeda untuk Irman dan Idrus berubah dari pasal 12 menjadi pasal 11 sebaliknya pemohon tetap pasal 12 dan dari 16 tahun menjadi 18 tahun dengan rincian 10 tahun untuk korupsi dan 8 tahun untuk pencucian uang," papar Sugiyono.
Atas alasan tersebut, Sugiyono menilai putusan yang menyatakan Luthfi Hasan terbukti melakukan korupsi merupakan putusan yang menunjukkan kekhilafan dan kekeliruan nyata
"Yaitu kekeliruan mempertemukan fakta dan hukumnya ketika majelis hakim pemohon menyatakan terbukti pasal 12 padahal seharusnya yang diterapkan ketentuan pasal 11 sebagaimana majelis PK Irman Gusman dan majelis kasasi Idrus Marham dan majelis PK pemohon harus membatalkan putusan terdahulu," ujar Sugiyono.
Terkait dengan perkara pencucian uang, Sugiyono menilai perbuatan pencucian uang yang didalilkan tidak sesuai dengan waktu penerapan UU TPPU.
Tag
Berita Terkait
-
HNW PKS: Pak Luhut atau Terawan Bisa Suntik Vaksin Covid-19 Duluan
-
Rizieq Ditetapkan Tersangka, PKS: Polisi Harus Mempertimbangkan Mudhorotnya
-
Dua Anggota DPRD Fraksi PKS Wafat, Penggantinya Dilantik Pekan Depan
-
Pekan Depan, 2 Anggota PAW DPRD DKI Fraksi PKS Bakal Dilantik
-
Fraksi PKS: Batalkan Kenaikkan BPJS Kelas III untuk Fakir Miskin
Terpopuler
- 7 Sunscreen Terbaik untuk Flek Hitam Usia 50 Tahun, Atasi Garis Penuaan
- 3 Link DANA Kaget Khusus Hari Ini, Langsung Cair Bernilai Rp135 Ribu
- 14 Kode Redeem FC Mobile Hari Ini 7 Oktober 2025, Gaet Rivaldo 112 Gratis
- Sosok Profesor Kampus Singapura yang Sebut Pendidikan Gibran Cuma Setara Kelas 1 SMA
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
Pilihan
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
-
Istri Thom Haye Keram Perut, Jadi Korban Perlakuan Kasar Aparat Keamanan Arab Saudi di Stadion
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Kemera Terbaik, Mudah Tapi Bisa Diandalkan
-
Kontroversi Penalti Kedua Timnas Indonesia, Analis Media Arab Saudi Soroti Wasit
-
6 Rekomendasi HP Murah Baterai Jumbo 6.000 mAh, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Pengakuan Korban Penyerangan Geng Motor di Tanah Abang: Kami Hanya Jualan Kopi, Bukan Cari Musuh!
-
Detik-Detik Geng Motor Bersenpi Serang Warkop di Tanah Abang, Tembak Pemilik dan Karyawan
-
Api Mengamuk di Kantor Bupati Bulukumba, 4 Mobil Dinas Jadi Arang, Ini Dugaan Penyebabnya
-
Mendagri: Inspektorat Daerah Harus Kawal Program Prioritas dan TKD
-
Mendagri Minta Pemda Tidak Bergantung pada Dana Pusat, Dorong Inovasi Pendapatan Daerah
-
KPK Dalami Informasi dari Pansus Haji dalam Dugaan Korupsi Kuota dan Penyelenggaraan Haji
-
Refly Harun Tanggapi Analisis Said Didu soal Langkah Prabowo Lepas dari 'Geng Solo Oligarki Parcok'
-
Mendagri Dorong Kepala Daerah Perkuat Pengawasan dengan Optimalkan Peran APIP
-
Dibunuh-Perkosa Atasan, Dina Oktaviani Ternyata Karyawati Alfamart KM 72 Tol Cipularang
-
Sempat Mengigau, Kronologi Tabrakan di Udara Tewaskan Praka Zaenal Mutaqim Jelang HUT TNI