Suara.com - Politisi Fadli Zon membuat sebuah utasan di akun Twitter miliknya. Dalam utasannya itu, dia mengajak masyarakat untuk merefleksikan kejadian-kejadian yang terjadi selama satu tahun ini.
"Refleksi Akhir Tahun. KONSOLIDASI OLIGARKI DI TENGAH PANDEMI. (A Thread)," tulis @Fadlizon.
Diawal utasannya Fadli Zon menyinggung soal kualitas demokrasi yang kian menurun selama pandemi Covid-19.
"Pandemi Covid-19 telah membuat kualitas demokrasi di Indonesia makin merosot. Alih-alih dijadikan momentum memperbesar keberpihakan pada masyarakat, ironisnya pandemi justru telah dijadikan momentum bagi konsolidasi oligarki di Indonesia," terangnya.
Dia menyebut pandemi telah dimanfaatkan oleh sejumlah kalangan elite penguasa untuk mengkonsolidasi kekuasaan dan membela kepentingan mereka sendiri.
Fadli Zon turut mencatat, setidaknya ada empat argumen mengapa demokrasi terus mengalami kemunduran selama setahun terakhir khususnya di era Presiden Jokowi. Dia juga menambahkan alasan mengapa kekuasaan oligarki justru kian terkonsolidasi.
"Pertama, dalam setahun terakhir, pemerintahan Presiden Jokowi telah memandulkan dua lembaga yang menjadi ikon demokrasi di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK)," imbuhnya.
Padahal kata Fadli Zon mengutip dari seorang Profesor Kajian Asia Tenggara di Universitas Michigan Allen Hicken, ada dua lembaga penting yang jadi ikon demokrasi di Indonesia. Dan keduanya, menurut Hicken, telah dikooptasi dan dimandulkan fungsinya di bawah pemerintahan Jokowi, yakni KPK dan MK.
"Kita tahu, menjelang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, pemerintah dan DPR sebelumnya telah mensahkan revisi UU KPK dan UU MK. Sesudah UU MK direvisi, keputusan MK tak lagi bersifat mengikat DPR dan Pemerintah," jelasnya.
Baca Juga: Fadli Zon Sebut Risma Ambil Kerjaan Kadinsos Blusukan di Kolong Jembatan
Selain itu politisi partai Gerindra ini menyebut telah terjadi penurunan indikator vital dalam demokrasi di Indonesia.
"Kedua, terjadi penurunan sejumlah indikator vital dalam Indeks Demokrasi Indonesia. Meskipun indeks demokrasi Indonesia secara agregat membaik, namun menurut BPS (Badan Pusat Statistik) ada beberapa variabel vital yang skornya justru turun, yaitu (1) kebebasan berbicara (turun dari 66,17 poin pada 2018 menjadi 64,29 poin pada 2019); (2) kebebasan berkumpul (turun dari 82,35 poin menjadi 78,03 poin); (3) peran partai politik (turun dari 82,10 poin menjadi 80,62 poin), dan (4) Pemilihan umum yang bebas dan adil (turun dari 95,48 poin menjadi 85,75 poin). Ini adalah variabel yang skornya paling anjlok," ujar Fadli Zon.
Selain empat variabel yang dijelaska Fadli Zon, ada beberapa variabel penting lain yang skornya masih tergolong buruk di bawah 60, yakni ancaman kekerasan yang menghambat kebebasan berekspresi sebesar 57,35 poin, persentase anggota dewan perempuan 58,63 poin, demonstrasi kekerasan 30,37 poin. Dalam pengukuran Indeks Demokrasi Fadli Zon menuturkan skor di bawah 60 dianggap sebagai indikator yang buruk bagi demokrasi.
Lalu, Fadli Zon melanjutkan argumennya tentang kemunduran demokrasi.
"Ketiga, kekuasaan makin terkonsentrasi di tangan Presiden dan eksekutif. Bayangkan, dengan bekal kekuasaan menerbitkan Perppu, Presiden kini bisa mengubah lebih dari lima undang-undang sekaligus, tanpa perlu lagi persetujuan DPR RI," tukasnya.
Fadli Zon memberikan contoh dari Perppu yang dikeluarkan Presiden dan eksekutifnya, yakni Perppu Corona 2020. Perppu tersebut Fadli jelaskan telah mengubah delapan pasal sekaligus, yaitu UU MD3 yang mengatur kewenangan DPR, UU Keuangan Negara, UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Penjaminan Simpanan, UU Surat Utang Negara, UU Bank Indonesia, dan UU APBN 2020.
Berita Terkait
-
Protes Pembubaran FPI, Fadli Zon dan HNW Disemprot Politisi PKPI
-
Eks Menteri Kehakiman Wafat, Azis Syamsuddin: Sosok Tak Pelit Berbagi Ilmu
-
FPI Ganti Nama, Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam
-
Pemerintah Bubarkan FPI, Fadli Zon: Pembunuhan Demokrasi
-
Fadli Zon Sebut Risma Ambil Kerjaan Kadinsos Blusukan di Kolong Jembatan
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Wagub Babel Hellyana Resmi Jadi Tersangka Ijazah Palsu
-
Eksklusif! Jejak Mafia Tambang Emas Cigudeg: Dari Rayuan Hingga Dugaan Setoran ke Oknum Aparat
-
Gibran Bagi-bagi Kado Natal di Bitung, Ratusan Anak Riuh
-
Si Jago Merah Ngamuk di Grogol Petamburan, 100 Petugas Damkar Berjibaku Padamkan Api
-
Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu
-
WFA Akhir Tahun, Jurus Sakti Urai Macet atau Kebijakan Salah Sasaran?
-
Kejati Jakarta Tetapkan 2 Pegawai BPJS Ketenagakerjaan Jadi Tersangka Tindak Pidana Klaim Fiktif JKK
-
Sempat Kabur dan Nyaris Celakai Petugas KPK, Kasi Datun HSU Kini Pakai Rompi Oranye
-
Jadi Pemasok MBG, Perajin Tempe di Madiun Raup Omzet Jutaan Rupiah per Hari
-
Cegah Kematian Gajah Sumatera Akibat EEHV, Kemenhut Gandeng Vantara dari India