Suara.com - Upaya permohonan penangguhan penahanan dan menghadirkan seorang Jumhur Hidayat selaku terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks di ruang sidang terus dilakukan. Hingga sidang memasuki agenda pemeriksaan saksi, Kamis (18/2/2021), tim kuasa hukum kembali melayangkan proses terkait sidang secara online.
Arif Maulana, salah satu pengacara Jumhur menyampaikan, hingga saat ini belum ada kejelasan dari majelis hakim terkait permohonan tersebut. Pasalnya, permohonan secara tertulis itu sudah dilayangkan oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) sejak 21 Januari 2021 lalu.
"Sampai hari ini tidak ada kejelasan atau penetapan, sidang ini online atau offline," kata Arif usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Permohonan tersebut kembali dilayangkan bukan tanpa sebab. Para orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga hadir secara virtual.
Tiga orang bernama Febriyanto Budio, Adito Prabayu, dan Husin Shahab hanya mengikuti sidang melalui sambungan Zoom dari gedung Kejaksaan Agung.
Merujuk pada Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik, Arif berharap kebenaran materiil benar-benar ditemukan saat sidang berlangsung.
"Secara hukum jelas, di Perma 4 tahun 2020. Secara sosiologis juga, katanya banyak preseden kasus-kasus yang disidangkan secara offline dan tidak ada masalah. Tapi kemudian mengapa pak Jumhur didiskriminasi?" jelasnya.
Pengacara lain Jumhur, Muhammad Isnur menambahkan, di dalam persidangan hakim mengaku telah memerintahkan JPU untuk mempermudah akses untuk bertemu dengan Jumhur. Namun, kenyataannya hingga kini mereka kerap kesulitan ketika hendak menyambangi Rutan Bareskrim Polri.
"Hakim mengakui, dia juga sudah memerintahkan jaksa untuk mempermudah. Tapi faktanya, perintah hakim tidak bisa dilaksanakan. Itu ada masalah antara di kejaksaan dan kepolisian yang menghalang-halangi perintah pengadilan," kata Isnur.
Baca Juga: Dilarang Ketemu Pengacara, Jumhur Tertekan: Mau Konsultasi sama Malaikat?
Jumhur Cuma Kritik Kok Ditahan?
Cuitan Jumhur di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja berbuah panjang. Cuitannya dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Isnur pun merasa heran dengan apa yang terjadi terhadap diri Jumhur sampai harus ditahan. Sampai-sampai, hak asasi Jumhur sebagai terdakwa -- bahkan manusia -- ditabarak oleh banyak Undang-Undang.
"Kok bisa-bisanya kritik terhadap pemerintah, terhadap kebijakan omnibus law sampai sedemikian rupa. Ditahan sampai tidak bisa ditemui kuasa hukumnya. Dan banyak UU ditabrak dari hak asasi manusia terdakwa," kata Isnur.
Isnur mengatakan, fenomena ini seharusnya menjadi perhatian banyak pihak. Terlebih menjadi perhatian Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo yang telah memberikan instruksi kepada jajarannya untuk membuat panduan tentang penyelesaian kasus yang menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Bukan hanya pengadilan, bukan hanya Jaksa Agung, bukan hanya kapolri yang sekarang semangatnya mereduksi. Harusnya terdakwa dihentikan pemeriksaannya. Karena ini bagian dari kritik," beber Isnur.
Berita Terkait
-
Syahganda: Dasco Minta Daftar 210 Korban Kriminalisasi Politik untuk Diampuni
-
PPATK Mau Bekukan Rekening 3 Bulan Tidak Aktif, Jumhur Hidayat Murka: Logika Sontoloyo
-
KSPSI Tepis Kecemasan Buruh Hadapi AI: Ini Masalah Pemimpin
-
Elemen Buruh Bertemu Dasco dan Seskab Teddy, Bahas Satgas PHK hingga Peringatan May Day
-
KSPSI Desak Pemerintah Lobi AS Soal Tarif Trump, Minta Pemberlakuan Dilakukan Bertahap
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
-
'Spill' Sikap NasDem: Swasembada Pangan Harga Mati, Siap Kawal dari Parlemen
-
Rocky Gerung 'Spill' Agenda Tersembunyi di Balik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir
-
Kriminalisasi Masyarakat Adat Penentang Tambang Ilegal PT Position, Jatam Ajukan Amicus Curiae
-
Drama PPP Belum Usai: Jateng Tolak SK Mardiono, 'Spill' Fakta Sebenarnya di Muktamar X
-
Horor MBG Terulang Lagi! Dinas KPKP Bongkar 'Dosa' Dapur Umum: SOP Diabaikan!
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial
-
Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli yang Jadi Tersangka Korupsi Bansos di KPK
-
Detik-detik Bus DAMRI Ludes Terbakar di Tol Cikampek, Semua Penumpang Selamat
-
Titik Didih Krisis Puncak! Penutupan Belasan Tempat Wisata KLH Picu PHK Massal, Mulyadi Geram