Suara.com - Empat pria yang bekerja sebagai petugas forensik RSUD Djasamen Saragih, Kota Pematangsiantar, ditetapkan sebagai tersangka lantaran memandikan jenazah wanita.
Terkait itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A.T. Napitupulu menilai kasus tersebut sulit untuk dikatakan sebagai bentuk penodaan agama.
Ceritanya, jenazah wanita itu meninggal dunia akibat Covid-19 pada Minggu, 20 September 2020. Dengan demikian pihak RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar pun menyiapkan pemulasaran jenazah sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Erasmus mengatakan bahwa pihaknya memahami akan keresahan yang dirasakan keluarga hingga empat petugas tersebut disangka dengan Pasal 156a huruf a jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penodaan Agama.
Menurutnya dalam kasus seperti ini perlu diperhatikan rambu-rambu hukum pidana untuk menghindari kesewenang-wenangan penegakan hukum dan kesalahan penerapan hukum oleh aparat.
"Kasus tersebut sulit dikatakan memenuhi unsur penodaan agama," kata Erasmus dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/2/2021).
Apabila merujuk pada Pasal 156a KUHP, terdapat dua unsur yang sangat penting dan sering tidak diperhatikan dengan hati-hati dan tidak diimplementasikan dengan baik dalam kasus-kasus penodaan agama. Pertama yakni unsur 'kesengajaan dengan maksud' melakukan penodaan agama di muka umum dan kedua, bentuk perbuatan 'yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama'.
"Penyidik dan Jaksa harus sangat berhati-hati dalam menilai apakah perbuatan para tersangka memang disengaja dengan maksud di muka umum melakukan penodaan agama," tuturnya.
"Kelalaian karena tidak mematuhi protokol, SOP, atau urutan prosedur lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai kesengajaan dengan maksud, terlebih para tersangka menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan yang khusus menangani jenazah suspek Covid19 dengan telah dilengkapi surat keputusan pengangkatan mereka," tambah Erasmus.
Baca Juga: Peneliti Kini Mengkhawatirkan Varian Virus Corona dari California, Mengapa?
Lebih lanjut, dalam delik penodaan agama, harus merupakan sebuah perbuatan 'yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama'. Menurut ICJR, haruslah perbuatan yang sifatnya menodai suatu agama atau ajaran agama, maka dia harus langsung menyasar agama tersebut.
Sedangkan perbuatan yang menyasar orang per orang yang kebetulan menyalahi ajaran suatu agama, tidak dapat langsung disimpulkan menodai agama.
Pasalnya, apabila menggunakan logika yang demikian, maka semua kejahatan tentu menyalahi ajaran agama, dalam kondisi ini maka semua delik pidana adalah penodaan agama dan tidak lagi dibutuhkan KUHP.
"Maka, suatu perbuatan yang melanggar norma agama belum tentu melanggar norma hukum, dalam kasus ini, yaitu perbuatan pidana penodaan agama," katanya.
Lebih lanjut, ICJR juga mengkritik Jaksa penuntut umum yang telah menerima pelimpahan kasus ini, Jaksa yang harusnya berperan sebagai dominus litis dalam memastikan apakah suatu kasus perlu atau tidak untuk diteruskan, terlihat tidak dapat mengambil peran itu, terlebih dalam kondisi pandemi Covid19.
Menurutnya kasus semacam ini akan sangat berbahaya dalam menyasar para tenaga kesehatan dan petugas di garda depan lainnya yang sedang menjalankan tugasnya melakukan penanganan Covid19. Dengan demikian Jaksa perlu untuk berhati-hati dalam menangani kasus tersebut.
"Untuk itu, ICJR meminta agar aparat penegak hukum, berhati-hati dalam menangani kasus ini, khususnya untuk Jaksa yang sudah menerima pelimpahan kasus dari penyidik."
Erasmus menambahkan, dalam kaca mata ICJR sampai dengan fakta terkini, maka sulit untuk menyimpulkan kasus ini merupakan kasus yang memenuhi unsur delik penodaan agama.
Kasus itu juga bisa sangat berbahaya apabila tidak ditangani dengan hati-hati karena akan menyasar para tenaga kesehatan yang sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19.
Berita Terkait
-
Peneliti Kini Mengkhawatirkan Varian Virus Corona dari California, Mengapa?
-
Suami Ratu Elizabeth II Dirawat di Rumah Sakit Karena Infeksi
-
Studi: Kombinasi Vaksin dan Jaga Jarak Bisa Cegah Kenaikan Kasus Covid-19
-
Meski Kasus Menurun, Masker Mungkin Masih Diperlukan hingga 2022
-
Jangan Abaikan, Ini 5 Tanda Virus Corona Covid-19 Pengaruhi Aliran Darah!
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
'Jangan Selipkan Kepentingan Partai!' YLBHI Wanti-wanti DPR di Seleksi Hakim Agung
-
Tak Tunggu Laporan Resmi; Polisi 'Jemput Bola', Buka Hotline Cari 3 Mahasiswa yang Hilang
-
Skandal Korupsi Kemenaker Melebar, KPK Buka Peluang Periksa Menaker Yassierli
-
Siapa Lelaki Misterius yang Fotonya Ada di Ruang Kerja Prabowo?
-
Dari Molotov Sampai Dispenser Jarahan, Jadi Barang Bukti Polisi Tangkap 16 Perusuh Demo Jakarta
-
BBM di SPBU Swasta Langka, Menteri Bahlil: Kolaborasi Saja dengan Pertamina
-
Polisi Tetapkan 16 Perusak di Demo Jakarta Jadi Tersangka, Polda Metro: Ada Anak di Bawah Umur
-
Skandal 600 Ribu Rekening: Penerima Bansos Ketahuan Main Judi Online, Kemensos Ancam Cabut Bantuan
-
Misteri Foto Detik-Detik Eksekusi Letkol Untung, Bagaimana Bisa Dimiliki AFP?
-
Kebijakan Baru Impor BBM Ancam Iklim Investasi, Target Ekonomi Prabowo Bisa Ambyar