- LPSK menilai pelaksanaan restitusi bagi korban tindak pidana masih menghadapi berbagai tantangan, terutama keterbatasan kemampuan pelaku dalam membayar ganti kerugian.
- Kendala lain meliputi belum optimalnya penyitaan aset, perbedaan standar penilaian restitusi, keterbatasan waktu pengajuan, serta hambatan sistemik dan prosedural.
- Untuk mengatasi hal tersebut, LPSK mendorong penguatan regulasi, koordinasi antar aparat penegak hukum, serta pemanfaatan teknologi agar pemenuhan hak korban lebih efektif dan berkeadilan.
Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksaan restitusi untuk pemulihan hak-hak korban tindak pidana.
Ketua LPSK, Achmadi, menyampaikan, secara umum tantangan pelaksanaan restitusi soal keterbatasan kemampuan bayar dari pelaku tindak pidana.
Kemudian tantangan lainnya, belum optimalnya penyitaan aset, perbedaan standar penilaian restitusi, serta kendala dalam eksekusi putusan.
“Selain itu, terdapat tantangan khusus, seperti perkara TPPU dengan korban massal, restitusi kurang bayar, serta belum optimalnya penerapan sita jaminan restitusi,” kata Achmadi, di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Achmadi juga menyampaikan, pihaknya masih menghadapi berbagai tantangan yang bersifat sistemik dan prosedural.
Tantangan tersebut memengaruhi efektivitas pemenuhan hak korban untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialami, meskipun restitusi telah diatur dalam kerangka hukum dan diputuskan melalui proses peradilan.
Salah satu kendala utama adalah keterbatasan waktu pengajuan permohonan restitusi yang harus diajukan paling lambat satu minggu sebelum tuntutan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Selain itu, ketidaklengkapan dokumen permohonan akibat kondisi traumatis korban, keterbatasan akses informasi, serta minimnya pendampingan hukum turut memperlambat proses penilaian dan penetapan restitusi oleh LPSK.
“Tantangan paling signifikan terletak pada rendahnya tingkat pembayaran restitusi oleh pelaku tindak pidana,” ujarnya.
Baca Juga: LPSK Ajukan Restitusi Rp1,6 Miliar untuk Keluarga Prada Lucky yang Tewas Dianiaya Senior
“Meskipun kewajiban restitusi telah ditetapkan melalui putusan pengadilan, pelaksanaannya seringkali kurang optimal akibat keterbatasan kemampuan finansial pelaku, belum efektifnya mekanisme penyitaan dan pelelangan aset, serta lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan putusan restitusi,” imbuhnya.
Kompleksitas juga muncul dalam penilaian besaran restitusi, khususnya terhadap kerugian immateriil seperti trauma psikologis, stigma sosial, kerusakan fisik permanen, hingga dampak jangka panjang terhadap masa depan korban.
Di sisi lain, kata Achmadi, penilaian kemampuan pelaku dalam membayar restitusi kerap terhambat oleh kurangnya transparansi informasi keuangan dan keterbatasan kewenangan dalam mengakses data aset pelaku.
Selain itu, keterbatasan cakupan Dana Bantuan Korban menjadi tantangan sistemik lainnya, karena saat ini skema tersebut baru dapat diakses oleh korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Kondisi ini menyebabkan korban dari jenis tindak pidana lain, termasuk kekerasan seksual, tindak pidana pencucian uang, dan pidana militer, belum memiliki jaring pengaman finansial ketika pelaku tidak mampu membayar restitusi,” katanya.
Sejauh ini, Achmadi menyampaikan, jika pihaknya terus mendorong penguatan koordinasi antar aparat penegak hukum serta perbaikan regulasi agar mekanisme restitusi dapat berjalan lebih efektif dan berkeadilan bagi korban.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
Kick Off Program Quick Win Presiden Prabowo, Menteri Mukhtarudin Lepas 1.035 Pekerja Migran Terampil
-
Kejati Jakarta Tetapkan RAS Tersangka Kasus Klaim Fiktif BPJS Ketenagakerjaan Rp 21,73 Miliar
-
Said Didu Sebut Luhut Lebih Percaya Xi Jinping Ketimbang Prabowo, Sinyal Bahaya bagi Kedaulatan?
-
IACN Endus Bau Tak Sedap di Balik Pinjaman Bupati Nias Utara Rp75 Miliar ke Bank Sumut
-
Sesuai Arahan Prabowo, Ini Gebrakan Menteri Mukhtarudin di Puncak Perayaan Hari Migran Internasional
-
Usai OTT Jaksa di Banten yang Sudah Jadi Tersangka, KPK Serahkan Perkara ke Kejagung
-
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang Terjaring OTT KPK, Langsung Dibawa ke Gedung Merah Putih
-
KPK Amankan 10 Orang saat Lakukan OTT di Bekasi, Siapa Saja?
-
Stop Tahan Ijazah! Ombudsman Paksa Sekolah di Sumbar Serahkan 3.327 Ijazah Siswa
-
10 Gedung di Jakarta Kena SP1 Buntut Kebakaran Maut Terra Drone, Lokasinya Dirahasiakan