Suara.com - Pemuda Myanmar berjuang melawan pemblokiran Internet oleh junta dan penindasan informasi dengan membuat buletin cetak bawah tanah yang meledak-ledak.
Menyadur Channel News Asia, Minggu (11/4/2021) selama 56 hari berturut-turut telah terjadi pemutusan jaringan Internet di Myanmar, menurut kelompok pemantau NetBlocks.
Seorang warga 30 tahun dengan nama samaran Lynn Thant membuat buletin bawah tanah dan memberinya nama Molotov untuk menarik perhatian kaum muda.
"Ini adalah tanggapan kami terhadap mereka yang memperlambat arus informasi - dan itu merupakan ancaman bagi kami," katanya kepada AFP.
Ribuan pembaca mengunduh versi PDF dari publikasi tersebut dan mencetak serta mendistribusikan salinan fisiknya ke seluruh penjuru di Yangon, Mandalay dan daerah lainnya.
Lynn Thant juga sadar akan risiko yang ada di depannya jika ia sampai tercium oleh petugas keamanan junta militer.
Polisi dan tentara menangkap lebih dari 3.000 orang sejak kudeta, menurut kelompok pemantau lokal Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Sekitar 180 selebriti terkenal termasuk aktor, penyanyi, dan influencer media sosial juga sedang diburu dan terancam penjara tiga tahun.
"Jika kita menulis literatur revolusioner dan mendistribusikannya seperti ini, kita bisa berakhir di penjara selama bertahun-tahun," katanya.
Baca Juga: Puluhan Bocah Tewas di Myanmar, Junta Militer Enggan Disalahkan
"Bahkan jika salah satu dari kita ditangkap, ada anak muda yang akan terus memproduksi buletin Molotov. Bahkan jika salah satu dari kita terbunuh, orang lain akan muncul ketika seseorang jatuh. Buletin Molotov ini akan terus ada hingga revolusi berakhir dan berhasil." jelasnya.
Dia mengatakan sejauh ini buletin tersebut telah menjangkau lebih dari 30.000 orang di Facebook dan audiens utamanya adalah para aktivis Generasi Z.
Salinan buletin juga didistribusikan di bawah radar di pasar produk.
Myanmar hidup di bawah kekuasaan militer selama 49 tahun sebelum beralih ke demokrasi pada 2011. Negara ini memiliki sejarah panjang publikasi bawah tanah yang berusaha menghindari penindasan junta.
Media independen berada di bawah ancaman, 64 jurnalis ditangkap sejak kudeta dan 33 masih ditahan, menurut kelompok pemantau Reporting ASEAN. Junta juga mencabut izin lima media.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Kenapa Pohon Tua di Jakarta Masih Jadi Ancaman Nyawa Saat Musim Hujan?
-
Tiba di Korea Selatan, Ini Agenda Presiden Prabowo di KTT APEC 2025
-
Pernah Jadi Korban, Pramono Anung Desak Perbaikan Mesin Tap Transjakarta Bermasalah
-
Skandal Whoosh Memanas: KPK Konfirmasi Penyelidikan Korupsi, Petinggi KCIC akan Dipanggil
-
Formappi Nilai Proses Etik Lima Anggota DPR Nonaktif Jadi Ujian Independensi MKD
-
Ketua DPD: GKR Emas Buktikan Pena Juga Bisa Jadi Alat Perjuangan Politik
-
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional? Istana: Namanya Sudah Diusulkan, Tunggu Keputusan Presiden
-
Kemenag Petakan 80 Pesantren Berisiko Bangunan Runtuh, Susun Aturan Baru Demi Keselamatan Santri
-
Gubernur Bobby Nasution juga Siapkan Beasiswa untuk Atlet Berprestasi Popnas dan Peparpenas
-
Upah Buruh Naik Cuma Rp50 Ribu, Tunjangan DPR Ratusan Juta; Said Iqbal Sebut Akal-akalan Pemerintah