Suara.com - Mulai dari masalah seks, perawatan kesehatan atau penggunaan kontrasepsi, perempuan di negara berkembang tidak punya kendali atas tubuh mereka, kata PBB. Beragam pelanggaran terhadap perempuan juga masih kerap terjadi.
"Tubuhku adalah milikku sendiri." Berapa banyak perempuan di dunia yang bisa dengan bebas membuat klaim semacam ini?
PBB melaporkan pada Rabu (14/04) bahwa hampir separuh perempuan di 57 negara di dunia tidak diberi kebebasan untuk melakukan apapun atas tubuhnya sendiri, termasuk seks, penggunaan alat kontrasepsi atau perawatan kesehatan.
Laporan bertajuk My Body is My Own itu juga mencantumkan serangan-serangan yang kerap dialami oleh perempuan, termasuk pemerkosaan, sterilisasi paksa, tes keperawanan dan mutilasi alat kelamin.
“Pada dasarnya, ratusan juta perempuan dan anak perempuan tidak berdaulat atas tubuh mereka sendiri. Hidup mereka diatur oleh orang lain,” kata Kepala Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi PBB (UNFPA) Natalia Kanem.
Ia menambahkan bahwa pengambilan keputusan atas tubuh mereka biasanya dilakukan oleh pasangan, anggota keluarga, masyarakat bahkan pemerintah.
Menurut Kanem masalah yang mendasari hal ini seringkali terletak pada masalah struktural dan sosial, seperti misalnya pelarangan sosial seputar seks (bagi perempuan) dan juga patriarki yang mengakar.
Hal inilah yang menyebabkan kerabat laki-laki merasa memiliki kuasa atas pilihan perempuan, kata Kanem.
Kanem mengatakan bahwa ketika kendali perempuan atas tubuhnya sendiri disangkal, maka ketidaksetaraan akan semakin kuat dan kekerasan yang timbul dari diskriminasi gender – yang sejatinya menjadi akar masalah – akan terus terjadi.
Baca Juga: Jangan Salah Kaprah, Kondom Beraroma Sebenarnya Bukan untuk Seks Vaginal
“Ketika kendali berada di tempat lain, maka otonomi akan selalu sulit untuk dijangkau,” demikian kata laporan itu.
Pelanggaran otonomi perempuan atas tubuhnya sendiri Laporan tersebut juga mengungkap bahwa kejahatan dan praktik-praktik yang melanggar otonomi tubuh perempuan masih kerap terjadi, termasuk pembunuhan “demi kehormatan”, pernikahan paksa, pernikahan dini, tes “keperawanan”, dan mutilasi alat kelamin.
Tak hanya itu, pemaksaan kehamilan atau aborsi juga dinilai melanggar otonomi perempuan untuk membuat keputusan atas tubuhnya sendiri.
“Beberapa kejahatan seperti pemerkosaan, memang dikriminalisasi, tetapi pelakunya tidak selalu dituntut di pengadilan dan dihukum,” kata Kanem.
Sementara beberapa pelanggaran lain tidak dapat diperlakukan sama karena “diperkuat oleh norma, praktik, dan hukum yang berlaku di masyarakat,” tambahnya.
Terlepas dari jaminan konstitusional tentang kesetaraan gender di banyak negara, laporan itu mengatakan bahwa rata-rata perempuan secara global hanya bisa menikmati 75% hak hukum dari laki-laki.
Berita Terkait
-
Remaja Perempuan Usia 15-24 Tahun Paling Rentan Jadi Korban Kekerasan Digital, Kenapa?
-
Sejarah dan Makna Hari Anak Sedunia, Diperingati Setiap 20 November
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Tenaga Surya Kalahkan Batu Bara, Namun Transisi Energi Masih Tertahan Kepentingan Fosil
-
Langsung Pasang KB Setelah Menikah, Bisa Bikin Susah Hamil? Ini Kata Dokter
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional