Suara.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution menyebut praktik-praktik penyiksaan kerap terjadi di tempat yang seharusnya menjadi perlindungan bagi warga negara. Dia mengemukakan, banyak faktor yang menyebabkan itu bisa terjadi, salah satunya soal mindset para aparat negara.
Maneger mengatakan, praktik penyiksaan itu bisa terjadi di lembaga permasyarakatan, rumah tahanan ataupun sejenisnya. Itu juga menyebabkan hanya sedikit korban maupun saksi yang bisa melapor.
"Karena ia kejahatan strukutural maka biasanya akses publik terbatas memang. Akses publik untuk mengetahui itu maupun saksi yang muncul atau mau untuk memberikan kesaksian terhadap peristiwa itu," kata Maneger dalam seminar publik Kenali dan Cegah Penyiksaan, Wujudkan Segera Ratifikasi OpCAT secara virtual, Jumat (25/6/2021).
Maneger mengungkapkan kalau penyiksaan kerap terjadi di tempat-tempat perlindungan itu karena ada satu pola pikir aparat penegak hukum yang seharusnya sudah bisa diubah. Pola pikir yang dimaksud ialah ketika aparat penegak hukum berpikir kalau orang berlaku jahat pantas diberi 'sentilan' ketika sudah masuk ke dalam rumah tahanan.
Padahal dengan dijebloskan ke rumah tahanan saja sudah cukup bagi pelaku kejahatan itu menunjukkan kesalahannya. Namun karena ada pola pikir aparat penegak hukum seperti itu, maka hak dasar daripada pelaku kejahatan menjadi hilang.
Kemudian faktor perspektif juga mempengaruhi adanya praktik penyiksaan saat proses hukum berjalan. Kata Maneger, sebagai aparat penegak hukum di Indonesia itu masih menganggap kalau pengakuan itu segala-galanya.
Dengan demikian, aparat penegak hukum pun bakal melakukan banyak hal untuk mengejar pengakuan itu, termasuk dengan cara menyiksa.
"Padahal sebetulnya dalam paradigma hukum pidana kita yang baru sesungguhnya pengakuan tidak segala-galanya," tuturnya.
Melihat situasi tersebut, maka LPSK merekomendasikan adanya perubahan substansi hukum di mana hulunya itu mesti ada ratifikasi terhadap Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan (OpCAT).
Baca Juga: Temui KSAD, LPSK Bahas Soal Kendala Hak Saksi dan Korban di Peradilan Militer
Kemudian norma penyiksaan itu sebaiknya masuk pada perubahan rencana Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dan menggalakkan edukasi terhadap para aparat penegak hukum supaya pola pikir dan perspektifnya bisa berubah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Kondisi Terkini Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta: Masih Lemas, Polisi Tunggu Lampu Hijau Dokter
-
Duka Longsor Cilacap: 16 Nyawa Melayang, BNPB Akui Peringatan Dini Bencana Masih Rapuh
-
Misteri Kematian Brigadir Esco: Istri Jadi Tersangka, Benarkah Ada Perwira 'W' Terlibat?
-
Semangat Hari Pahlawan, PLN Hadirkan Cahaya Bagi Masyarakat di Konawe Sulawesi Tenggara
-
Diduga Rusak Segel KPK, 3 Pramusaji Rumah Dinas Gubernur Riau Diperiksa
-
Stafsus BGN Tak Khawatir Anaknya Keracunan karena Ikut Dapat MBG: Alhamdulillah Aman
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi