Suara.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Penelitian dan Kebijakan (Puslitjak) menyelenggarakan diskusi kebijakan tematik, dan meluncurkan buku berjudul “Membentuk Warga yang Demokratis Melalui Pendidikan” secara daring, Rabu (30/6/2021). Diskusi kebijakan tersebut dilakukan untuk memetakan kondisi dan mendiskusikan peran pendidikan dalam membentuk generasi muda yang demokratis.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Anindito Aditomo mengatakan, pendidikan untuk mengenalkan, mempelajari, dan mempraktikkan prinsip dan nilai-nilai demokrasi adalah salah satu fungsi paling penting dan esensial dari cita-cita kemerdekaan untuk menjadi bangsa yang demokratis. Oleh sebab itu, pendidikan demokrasi didorong untuk dapat diimplementasikan di sekolah.
“Sila keempat Pancasila secara jelas mengekspresikan corak demokrasi di negara kita, demokrasi yang ingin diwujudkan dalam bentuk musyawarah untuk mencapai mufakat. Selain memerlukan institusi dan prosedur-prosedur formal, keberhasilan demokrasi sangat tergantung pada kapasitas kita sebagai warga negara untuk turut serta dalam proses negosiasi, berargumentasi, dan berdiskusi,” ungkapnya saat memberikan sambutan secara daring pada Rabu (30/6/2021).
Anindito melanjutkan, berargumen secara objektif itu bukan kemampuan yang natural, tetapi harus dilatih dan diasah secara sistematis. Kalau tidak diasah, menurutnya, kualitas penyampaian pendapat akan rendah dan ini tercermin dari diskusi tentang berbagai isu publik di kolom-kolom komentar, baik di media sosial, dan kanal lainnya.
“Untuk itu, di mana lagi kalau bukan di sekolah kita bisa mengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bisa berpartisipasi secara cerdas dan sehat dalam proses demokrasi. Kita harus mengembangkan kemampuan yang diperlukan itu di ruang-ruang kelas melalui pembelajaran dalam interaksi antara guru dan murid ketika berdiskusi tentang materi pelajaran serta interaksi antarmurid dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan organisasi,” ujar Anindito.
Menurutnya, suasana yang demokratis di sekolah adalah suasana yang terbuka dan mendorong siswa untuk berani mempunyai pendapat, berani berpikir sendiri dan menyuarakannya. Hal ini idealnya terjadi di semua mata pelajaran, tetapi khususnya di mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang idealnya menjadi sumber utama pembelajaran demokrasi di sekolah.
Sementara itu, Plt Kepala Pusat Penelitian Kebijakan, Irsyad Zamjani mengatakan, kegiatan ini merupakan diskusi buku hasil penelitian Puslitjak tentang literasi kewargaan. Penelitian tersebut didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dalam payung Prioritas Riset Nasional (PRN) Demokrasi yang dikoordinasi oleh Pusat Penelitian Politik, LIPI.
“Literasi kewargaan adalah salah satu tema yang penting dalam masyarakat kita saat ini dan itu sedang kita dorong juga secara serius melalui berbagai kebijakan pendidikan. Kita mempunyai Profi Pelajar Pancasila, di mana semua kebijakan dan hasil pembelajaran akan dimuarakan ke sana,” ujar Irsyad.
Ia menambahkan, literasi kewargaan merupakan puncak literasi karena tidak sekadar mendorong keterampilan kognitif untuk menganalisis validitas atau kebenaran informasi, tetapi juga mendorong individu untuk memahami dan menjalankan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan warga dunia.
Baca Juga: Mahasiswa Inalco Paris Nonton Film Pendek tentang Kehidupan Yogyakarta
“Dengan literasi kewargaan, individu bukan hanya dituntut untuk menjadi cerdas, tetapi juga menjadi bermanfaat dan bertanggung jawab. Jadi, literasi ini juga sangat kental dengan penguatan karakter. Untuk itu, menanamkan literasi ini sejak dini sangat penting, khususnya melalui bangku sekolah. Buku yang ditulis teman-teman ini menganalisis bagaimana literasi kewargaan ini diajarkan di sekolah, khususnya melalui buku teks pelajaran PPKn,” tambahnya.
Memaknai Peran Pendidikan dalam Memperkuat Demokrasi
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian Politik, LIPI, Firman Noor menyampaikan peran pendidikan sebagai instrumen untuk mengisi penguatan demokrasi dari dimensi substansi dan kultural. Menurutnya, tujuan pendidikan demokratik adalah (1) meningkatkan pemahaman dan kesadaran atas nilai-nilai demokrasi sehingga warga negara tercerahkan atas nilai-nilai demokrasi berikut hak dan kewajiban demokratiknya, (2) menguatkan kesadaran dan kepedulian atas apa yang harusnya menjadi perhatian dan bagaimana berkontribusi, dan (3) membuat masyarakat menjadi independen dan memiliki posisi tawar (bargaining position) dengan penguasa karena kecerdasan dan kemakmuran yang dimiliki.
“Pendidikan terutama terkait politik, kewargaan, dan demokrasi yang mendapatkan perhatian besar dari pemerintah menghasilkan warga negara yang menyadari nilai-nilai demokrasi, seperti penghargaan kebebasan berpendapat, persamaan hak, keragaman, musyawarah, toleransi, dan penegakan hukum,” tutur Firman.
Ia menambahkan, pendidikan yang baik dalam demokrasi itu melibatkan dan menghargai semua kalangan sehingga menghasilkan suatu pendekatan yang lebih komprehensif, deliberatif, dan partisipatif. Ia menilai buku yang diluncurkan ini merupakan hasil kajian yang baik dan membanggakan, serta diharapkan dapat menghasilkan tunas-tunas bangsa yang demokratis demi penguatan demokrasi sebagai salah satu amanat bapak pendiri bangsa, konstitusi, dan reformasi.
“Temuan-temuan dalam buku ini sangat menarik karena didasarkan dengan berbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA) sehingga ke depan anggapan bahwa masyarakat kita tidak siap dalam berdemokrasi sudah tidak relevan karena memang sudah ada upaya yang serius untuk mendewasakan mereka (peserta didik) sejak dini dalam berdemokrasi melalui terbitnya buku ini,” tutur Firman.
Berita Terkait
-
Evaluasi PTM Terbatas Tahap 1, Kemendikbudristek Akui Biayanya Mahal
-
Kemendikbudristek Minta Sekolah Tak Potong Tunjangan Guru yang Positif Covid-19
-
Kemendikbudristek: Pembukaan Sekolah pada Juli Tidak Dilakukan Serentak
-
Anggaran Kemendikbudristek 2022 Kena Sunat, Nadiem Makarim Siap Berhemat
-
Kemendikbudristek Sebut Butuh 9 Tahun Kejar Pelajaran di Sekolah Akibat Pandemi
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Pemerintah Sebut UU Pers Beri Jaminan Perlindungan Hukum Wartawan, Iwakum Sebut Ini
-
Menpar Widiyanti Targetkan Industri MICE Indonesia Susul Vietnam di Peringkat Global
-
Puji Kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi, BGN Puji Jateng Paling Siap Jalankan Program Gizi Nasional
-
Jokowi 'Dikepung' Politik? Rocky Gerung Bongkar Alasan di Balik Manuver Prabowo-Gibran 2029
-
'Mereka Ada Sebelum Negara Ini Ada,' Pembelaan Antropolg untuk 11 Warga Maba Sangaji di Persidangan
-
Terungkap! 'Orang Baik' yang Selamatkan PPP dari Perpecahan: Ini Peran Pentingnya
-
Dana Transfer Dipangkas Rp 15 Triliun, APBD DKI 2026 Anjlok dan Gubernur Perintahkan Efisiensi Total
-
Kelurahan Kapuk Dipecah Jadi 3: Lurah Klaim Warga Menanti Sejak Lama, Semua RW dan RT Setuju
-
Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Bui di Kasus Korupsi PT Taspen, Hukuman Uang Pengganti Fantastis!
-
Kapuk Over Populasi, Lurah Sebut Petugas Sampai Kerja di Akhir Pekan Urus Kependudukan