Suara.com - Direktur Lembaga Imparsial, Gufron Mabruri, menyoroti tindakan represif aparat saat melakukan pengawasan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Menurutnya, tindakan represif tersebut hanya menimbulkan persoalan baru di tengah masyarakarat.
Gufron menyambut baik ketika pemerintah menerapkan PPKM Darurat Jawa-Bali saat jumlah kasus Covid-19 kian meningkat. Namun disayangkan para aparat yang ditugaskan untuk mengawasi jalannya kebijakan tersebut malah bertindak berlebihan kepada masyarakat.
"Penerapan aturan PPKM tersebut harus tetap dilakukan sesuai koridor hukum dan tetap mengacu pada prinsip kewajiban negara untuk menghormati, menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM)," kata Gufron dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/7/2021).
Tindakan berlebihan yang dilakukan oleh gabungan aparat itu juga tidak luput dalam catatan Imparsial. Imparsial mencatat melalui pengamatan media, setidaknya terdapat 50 kasus penggunaan kekerasan atau tindakan koersif lainnya dilakukan aparat selama masa penegakkan aturan PPKM Darurat Jawa-Bali.
Bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan pun beragam, semisal kasus yang paling mencuat di media ialah ketika oknum petugas Satpol PP yang melakukan penganiyaan terhadap pasangan suami istri pemilik warung kopi di Kabupaten Gowa.
Kemudian ada pula aksi penyemprotan warung menggunakan mobil pemadam kebakaran di Semarang, penyitaan barang-barang milik pedagang dan tindakan lainnya.
"Berbagai peristiwa tersebut seharusnya tidak terjadi jika pemerintah dan pemerintah daerah mampu memberikan solusi atas kondisi rill yang dihadapi masyarakat," ujarnya.
Gufron menilai, tindakan kekerasan ataupun koersif yang dilakukan aparat tersebut justru dapat memicu kemarahan masyarakat dan berpotensi mendorong terjadinya pembangkangan sipil terhadap kebijakan pemerintah. Apabila itu terjadi, maka pemerintah maupun masyarakat akan dirugikan karena pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai.
"Di satu sisi, pemerintah dan pemerintah daerah akan menanggung akibat berlarutnya situasi darurat Covid-19 ini, di sisi lain kehidupan masyarakat juga semakin sulit khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya," tuturnya.
Lebih jauh, penggunaan kekerasan atau tindakan koersif oleh aparat di lapangan dapat memicu kemarahan masyarakat dan berpotensi mendorong terjadinya pembangkangan sipil (civil disobedient) terhadap kebijakan pemerintah. Jika hal ini terjadi, tentunya semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat akan dirugikan akibat berlarut-larutnya pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat. Di satu sisi, pemerintah dan pemerintah daerah akan menanggung akibat berlarutnya situasi darurat Covid ini, di sisi lain kehidupan masyarakat juga semakin sulit khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Baca Juga: Luhut Minta Maaf PPKM Tak Optimal, Lokataru: Harusnya dari Dulu
Maka dari itu, Gufron menilai penerapan aturan PPKM di masyarakat akan berjalan efektif apabila aparat di lapangan seperti Satpol PP, TNI dan Polri lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis kepada masyarakat.
Para aparat juga harus bisa memahami kalau di tengah musibah pandemi Covid-19 masyarakat tengah dalam posisi sulit untuk bertahan hidup, apalagi di tengah negara untuk melindungi hak-hak ekonomi masyarakat khususnya masyarakat miskin yang terdampak pandemi dan kebijakan PPKM.
"Kami mendesak pemerintah dan pemerintah daerah harus mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam mendorong masyarakat untuk taat terhadap kebijakan PPKM yang sedang dilaksanakan," pintanya.
Dalam hal ini, Imparsial juga menilai pemerintah mesti memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 Ayat 1 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Gufron menilai ironis apabila pemerintah memaksa masyarakat untuk taat terhadap kebijakan PPKM tanpa adanya bantuan yang memadai bagi kebutuhan pokok masyarakat tersebut.
"Pada satu sisi masyarakat diminta untuk menghentikan seluruh aktivitas ekonomi dan berdiam diri di dalam rumah masing-masing tetapi negara justru melepaskan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pokoknya."
Berita Terkait
-
Pemerintah Diminta Serius Perbaiki Komunikasi PPKM Darurat, Jangan Bikin Bingung Rakyat!
-
Jokowi Berencana Perpanjang PPKM Darurat, Eks Wali Kota Solo Beri Sentilan Menohok
-
Luhut Minta Maaf PPKM Tak Optimal, Lokataru: Harusnya dari Dulu
-
Selama PPKM Darurat, Penurunan Mobilitas di Salatiga Tertinggi se-Indonesia
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar