Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya meninjau kegiatan vaksinasi di Kalimantan Timur (Kaltim) yang mengajak jalan Menteri Pertahanan (Menhan)Prabowo Subianto.
Hal itu juga bertepatan dengan pertemuan dua partai yakni Gerindra dan PDIP pada Selasa (24/8/2021) siang.
Menanggapi itu, Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpoll Center Pangi Syarwi Chaniago menilai, setiap momen pertemuan politik pasti terjadi karena sudah didesain sebelumnya.
Apalagi kata dia, sekelas partai politik seperti Gerindra dan PDIP.
"Saya termasuk mazhab yang percaya dalam setiap agenda dan pertemuan politik ada desain, ada arsiteknya. Nggak mungkin secara bersamaan dua pertemuan tersebut terjadi kebetulan atau alamiah," kata Pangi saat dihubungi, Rabu (25/8/2021).
Dari dua momen tersebut, Pangi mengatakan, ada simbol atau pesan politik yang bisa dimaknai.
Dia mengatakan, ada kemungkinan dari dua momen tersebut ingin tes ombak Jokowi dan Prabowo untuk tiga periode.
"Saya melihat pertemuan dua momentum tersebut ingin menyampaikan pesan politik tiga periode," tuturnya.
"Jokowi-Prabowo yang menjadi partai pengusung utama adalah PDIP-Gerindra sebagai partai papan atas, itu pesan simbolik di balik pertemuan politik kunjungan Gerindra ke PDIP di tempat lain ada pertemuan yang mata kita tertuju Jokowi dan Prabowo di ibu kota baru," sambungnya.
Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Tinjau Titik Awal Akses Jalan Menuju Ibu Kota Baru
Belum lagi, kata Pangi, pesan politik sangat kental terlihat mana kala Prabowo mengeluarkan pernyataan untuk mendukung Jokowi membangun ibu kota baru.
Menurutnya, publik sudah mafhum alias memahami setiap makna yang dikeluarkan.
"Jokowi dari dulu selalu bermain pada simbol, apakah itu sindiran, apakah itu bahasa bersayap," ungkapnya.
Kendati begitu, Pangi menegaskan, masa jabatan presiden tiga periode hanya mengkhianati amanat reformasi. Menurutnya, wacana tersebut harus dihentikan lantaran hanya akan merusak demokrasi.
"Penambahan masa jabatan presiden dengan paket Jokowi-Prabowo (PDIP-Gerindra) adalah musibah demokrasi, dalam istilah lain regresi demokrasi, kemunduran demokrasi dan menuju gelombang balik otoritarian," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Tinjau Lokasi Bencana Aceh, Ketum PBNU Gus Yahya Puji Kinerja Pemerintah
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?