Suara.com - Aksi kejahatan seksual terhadap anak masih banyak terjadi beberapa tahun belakangan ini. Peristiwa ini bukan hanya terjadi di dunia nyata, melainkan juga di dunia maya. Kejahatan seksual di dunia maya terjadi lantaran saat pandemi Covid-19, anak-anak lebih banyak menggunakan internet untuk mengakses dunia digital.
Fitur dan konten menarik yang tersedia di media sosial praktis membuat anak-anak betah untuk berlama-lama di dunia digital. Namun, kondisi ini justru rentan dimanfaatkan oleh segelintir orang tak bertanggungjawab, bukan tidak mungkin dunia digital menjadi pintu masuk para pelaku kejahatan seksual. Sebuah survei dari Ecpat Indonesia menunjukkan bagaimana pelecehan yang mereka alami di media sosial.
Bentuk Kejahatan Seksual secara Online
1. Grooming Online
Grooming online untuk tujuan seksual adalah sebuah proses untuk menjalin atau membangun sebuah hubungan dengan seorang anak melalui penggunaan internet atau teknologi digital lain untuk memfasilitasi kontak seksual online atau offline dengan anak tersebut.
Tindakan grooming tidak terbatas pada tindakan pertemuan fisik secara pribadi, melainkan juga berlaku pada tindakan-tindakan yang dilakukan secara online. Misalnya mengirimkan pesan memuji seperti "Kamu terlihat begitu cantik", memberi hadiah, mengajak permainan berkonotasi seksual, menekan hingga mengancam.
Siapa pun dalam hal ini bisa menjadi seorang groomer (pelaku grooming). Tak peduli berapa usianya atau apa jenis kelaminnya. Bahkan seorang groomer bisa muncul dari dalam lingkungan keluarga sendiri.
Jenis hubungan yang dibangun oleh seorang groomer bisa beragam. Bisa sebagai seorang kekasih, mentor, atau figur yang diidolakan oleh sang anak.
2. Sexting
Baca Juga: Kunjungan ke Lapas Belum Dibuka Meski Status PPKM di Sumbar Turun
Sexting adalah percakapan seks lewat aplikasi berbagi pesan. Pertukaran pesan yang dilakukan juga beragam, mulai dari bertukar pesan yang mengacu ke pemuasan hasrat seksual hingga mengirimkan foto telanjang atau nyaris telanjang.
Pada awalnya, anak mungkin mengira, foto atau video pribadinya akan hanya menjadi konsumsi pasangan atau penerima. Namun perlu diingat bahwa penerima sewaktu-waktu akan mengalami kondisi emosional, karena selalu ada kemungkinan foto telanjang yang terkirim disebarluaskan tanpa persetujuan.
3. Melakukan Siaran Langsung di Internet
Siaran langsung kekerasan seksual terhadap anak merupakan paksaan terhadap seorang anak untuk orang lain yang jaraknya jauh. Sering kali, orang yang menonton dari jauh tersebut adalah orang-orang yang telah meminta dan/atau memesan kekerasan terhadap anak tersebut, yang mendikte bagaimana bisa terjadi.
Jika kamu mengalaminya, segera laporkan hal tersebut melalui aplikasi chatting tersebut. Jika ada banyak aduan yang sama, biasanya situs media sosial akan langsung menonaktifkan akun tersebut.
Jangan ragu untuk melaporkan aksi kejahatan seksual yang kamu alami ke polisi di hotline 110, Pelayanan Sosial Anak (TePSA) di 1500-771 atau layanan SAPA di 129/08111-129-129
Berita Terkait
-
Satgas Covid-19 Bolehkan Anak di Bawah Usia 12 Tahun Naik Pesawat, Ini Syaratnya
-
Terungkap! Satgas Covid-19 Alasan Tes PCR Kembali Diwajibkan untuk Perjalanan Udara
-
Muncul Klaster Baru PTM, 25 Santri di Cimanggis Depok Positif Covid-19
-
Vaksin Pfizer Mulai Disuntikkan ke Warga Aceh
-
Bolehkah Suntik Booster Vaksin Covid-19 saat Flu? Ini Jawabannya
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
DNA Dikirim ke Jakarta, Tim DVI Kerja Maraton Identifikasi 6 Jenazah Korban Ponpes Al Khoziny
-
Siapa Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem, Doktor Harvard dan Aktivis '66, Turun Gunung ke Pengadilan
-
Buka SPEKIX 2025, Mendagri: Ruang Merayakan Keberanian dan Kreativitas Anak Istimewa
-
Siapa Pengasuh Ponpes Al Khoziny? Publik Ramai-Ramai Tuntut Tanggung Jawab
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny, Prabowo Perintahkan Audit Total Bangunan Pesantren Se-Indonesia
-
Angkat Para Santri Korban Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Seberapa Kaya Cak Imin?
-
Sudah 37 Jenazah Ditemukan di Reruntuhan Al Khoziny, Tim SAR Hadapi Ancaman Penyakit dan Beton
-
Berapa Anak Cak Imin? Angkat Santri Korban Reruntuhan Al Khoziny Jadi Anak
-
Korban Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny Terus Bertambah, Tim SAR Sudah Temukan 37 Jenazah
-
Janjian Ketemu Makan Siang, Istana Ungkap Isi Pembicaraan Prabowo - Jokowi di Kertanegara