Suara.com - Para menteri perdagangan dari negara-negara G7 pada Jumat (22/10/2021) sepakat untuk menghapuskan kerja paksa dan berbagi keprihatinan mereka atas praktik yang disponsori negara terhadap minoritas.
Mengutip Kyodo News, Sabtu (23/10/2021), kesepakatan tersebut juga merupakan kritik terselubung terkait perlakuan China terhadap Muslim Uyghur di wilayah Xinjiang barat.
"Kami menegaskan bahwa tidak ada tempat untuk kerja paksa dalam sistem perdagangan multilateral berbasis aturan," kata para menteri dalam pernyataan bersama dalam pertemuan virtual G7.
Dalam pernyataan bersama, G7 mencatatkan tentang masalah terkait sekitar 25 juta orang di seluruh dunia tunduk pada kerja paksa.
G7 mendesak negara-negara, lembaga, dan bisnis untuk bekerja sama dalam memberantas kerja paksa dari rantai pasokan global.
Seruan itu muncul di tengah kecaman yang meningkat dari Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan China terhadap Uyghur terkait dugaan kerja paksa di balik proses produksi kapas.
Secara sistematis, China membantah bahwa mereka menganiaya Muslim Uyghur. China menuduh Amerika Serikat ikut campur dalam urusan internalnya.
Presiden AS Joe Biden telah menjadikan hak asasi manusia sebagai fokus kebijakan luar negerinya. Biden memberlakukan pembatasan perdagangan pada perusahaan-perusahaan China atas situasi di Xinjiang.
Biden juga sempat mengkritik tindakan keras China terhadap protes pro-demokrasi di Hong Kong.
Usai pertemuan tersebut, Menteri Industri dan Perdagangan Jepang Koichi Hagiuda mengatakan kepada wartawan bahwa sebuah tim baru akan dibentuk di dalam kementeriannya untuk menangani masalah kerja paksa. (Jacinta Aura Maharani)
Baca Juga: Aksi Solidaritas Untuk Uyghur
Berita Terkait
-
Ulasan Film The Battleship Island, Gelar Sejarah Suram Kerja Paksa Era Penjajahan Jepang
-
Volkswagen Tersandung Kasus Kerja Paksa, Ribuan Mobil Ditahan di Pelabuhan
-
Zelensky Desak G7 Kirim Gas Demi Atasi Krisis Energi Seiring Semakin Gawatnya Keadaan di Ukraina
-
Terus Dukung Ukraina, Negara G7 Ingatkan Rusia Soal Konsekuensi Senjata Nuklir
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Antisipasi Bencana Ekologis, Rajiv Desak Evaluasi Total Izin Wisata hingga Tambang di Bandung Raya
-
Ketua Komisi III DPR: Perpol 10 Tahun 2025 Konstitusional dan Sejalan dengan Putusan MK
-
Kuasa Hukum Jokowi Singgung Narasi Sesat Jelang Gelar Perkara Ijazah Palsu
-
350 Kios Hangus, Pemprov DKI Bentuk Tim Investigasi Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati
-
Temuan Awal KPK: Dana Suap Proyek Dipakai Bupati Lampung Tengah untuk Lunasi Utang Kampanye
-
BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 Lewat Asian Le Mans Series
-
Buntut Peristiwa Kalibata, Kuasa Hukum Korban Sampaikan Surat Terbuka ke Prabowo dan Puan
-
Jelang Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi, Kubu Roy Suryo Ajukan 3 Tuntutan ke Polda Metro
-
Api Mengamuk di Pasar Kramat Jati, Pedagang Rugi Besar Barang Dagangan Baru Turun Ludes Terbakar
-
Merak Siap Layani Kebutuhan EV Selama Nataru, PLN Pastikan SPKLU dan Petugas Siaga 24 Jam