Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait tindakan pemblokiran internet oleh pemerintah yang termaktub dalam Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK menganggap permohonan tidak beralasan menurut hukum.
Hal tersebut diputuskan melalui Sidang Putusan Nomor 81/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan langsung melalui YouTube Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (27/10/2021).
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman.
Pemohon dalam permohonannya meminta Mahkamah menyatakan Pasal 40 Ayat 2b UU 19/2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28F UUD 1945.
Pemohon mendalilkan pemutusan akses dalam norma Pasal 40 Ayat 2b UU 19/2016 tanpa didahului dengan menerbitkan KTUN secara tertulis merugikan hak konstitusional para pemohon untuk memperoleh informasi dan hak berkomunikasi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945.
Namun Mahkamah melihat tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma Pasal 40 Ayat 2b UU 19/2016 terhadap hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dijamin Pasal 28F UUD 1945, sehingga dalil dari para pemohon yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum.
Kemudian dalam pertimbangannya berdasarkan seluruh pertimbangan hukum, Mahkamah menilai tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma mengenai ketidakpastian hukum dan persamaan hak serta hak untuk berkomunikasi dan hak atas informasi dalam suatu negara hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 Ayat 3, Pasal 28D Ayat 1 dan Pasal 28F UUD 1945 terhadap Pasal 40 Ayat 2b UU 19/2016.
Dengan demikian permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum.
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum," ujar Anwar.
Baca Juga: Resmi! MK Tolak Gugatan UU Minerba, Tiga Hakim Dissenting Opinion
Kendati begitu, terdapat dua orang Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Suhartoyo memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion perihal pengujian materil UU 19/2016.
Saldi mengatakan bahwa dalam norma Pasal 40 Ayat 2b UU ITE sama sekali tidak termuat adanya prosedur yang mesti dilakukan pemerintah dalam melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan pemutusan akses. Padahal menurutnya dalam batas penalaran yang wajar, wewenang yang diberikan dalam norma Pasal 40 ayat 2b UU ITE kepada pemerintah adalah menyangkut atau berdampak pada pembatasan hak asasi manusia atau hak konstitusional warga negara. Sehingga seharusnya juga diatur secara jelas.
"Dalam hal ini, norma dalam undang-undang mestinya memberikan kepastian mengenai bagaimana pembatasan hak tersebut dilakukan sehingga warga negara atau lembaga yang terdampak akibat pembatasan hak tersebut mengetahui dasar atau pertimbangan pemerintah memutuskan dan/atau melakukan tindakan pembatasan hak atas informasi tersebut," ujarnya sesuai dengan bacaan putusan.
Gugat Pasal Pemblokiran UU ITE
Gugatan tersebut diajukan oleh dua pemohon yakni Arnoldus Belau dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diwakili oleh Ketua Umum Abdul Manan dan Sekretaris Perkumpulan AJI Revolusi Riza Zulverdi.
Sebelumnya, Abdul Manan mengatakan, uji materi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengoreksi kewenangan dari Undang Undang ITE kepada pemerintah soal pemblokiran. Pasalnya, kewenangan itu kerap dijadikan dalih untuk memblokir situs --bahkan internet.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional