Suara.com - Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa pemerintahannya selama ini mendapatkan banyak kritik dari berbagai pihak. Masyarakat menyampaikan kritik melalui karya seni mural yang muncul di berbagai kota dan menjadi viral di media sosial.
Pengakuan itu disampaikan Jokowi dalam kesempatan pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada Sidang Tahunan MPR, DPD, dan DPR RI dalam rangka HUT ke-76 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
“Saya juga menyadari, begitu banyak kritikan kepada pemerintah, terutama terhadap hal-hal yang belum bisa kita selesaikan,” kata Jokowi dalam pidato tersebut.
Kritik yang dimaksud terkait erat dengan kinerja pemerintah dalam menanggulangi pandemi virus korona, baik dari pencegahan penyebaran maupun tingkat vaksinasi nasional.
Masyarakat menyampaikan kritik kepada Presiden Jokowi dalam bentuk mural dan grafiti di ruang-ruang publik yang membuat gerah sejumlah pihak. Alhasil, sebagian besar mural dan grafiti yang terdeteksi langsung dihapus dari tembok.
Merdeka Ataoe Mati
Tempat umum adalah spot favorit yang kerap dipilih artis mural untuk menyampaikan kegelisahan dan pesan kritiknya.
Tercatat kritik mural untuk Jokowi ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Tangerang, dan Batam.
Misalnya di Yogyakarta, tepatnya di bawah jembatan Kleringan atau kreteg Kewek, sempat muncul tulisan “DIBUNGKAM” yang hanya berusia 24 jam karena langsung dihapus oleh petugas.
Baca Juga: Anies Sebut Jokowi Bukan Penentu Lokasi Sirkuit Formula E, Bamsoet: Salahnya di Mana?
Di Tangerang, muncul tulisan “Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan” yang juga dihapus petugas karena diduga dibuat di pekarangan milik orang lain.
Mungkin yang paling viral di media sosial adalah karya mural “404: Not Found” yang dibuat di kolong jembatan di Tangerang.
Di era awal kemerdekaan Indonesia, propaganda yang sama juga dipakai para pejuang untuk membakar semangat masyarakat. Di masa penjajahan, di mana kebebasan berpendapat dikunci oleh penjajah dan masyarakat diberi propaganda, mural mulai muncul dan memberikan semangat pemberontakan dan mengusir penjajah. Berbagai tulisan yang berisi seruan mendukung kemerdekaan mulai menutupi dinding kita dan gerbong kereta secara mencolok.
Salah satu yang terkenal adalah coretan besar di gerbong kereta pada periode revolusi 1945-1949, “Merdeka Ataoe Mati,” sebagai peringatan kedatangan kembali tentara NICA ke wilayah Indonesia.
Kritik dan Demokrasi
Presiden Jokowi menyadari setiap kritik yang ditujukan kepada pemerintahannya. Ia menganggap kritik tersebut adalah bagian penting dari praktik demokrasi dan kehidupan bernegara.
“Kritik yang membangun itu sangat penting, dan selalu kita jawab dengan pemenuhan tanggung jawab, sebagaimana yang diharapkan rakyat,” kata Jokowi pada Sidang Tahunan MPR, DPD, dan DPR RI (16/8).
Ruh demokrasi adalah negara harus menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan kemerdekaan berekspresi. Kritik adalah integral dalam berdemokrasi karena ia menjadi indikator kinerja pemerintahan dalam mengemban amanat rakyat untuk bernegara.
Kritik yang diharapkan tentunya seperti yang disampaikan Jokowi, yaitu kritik yang membangun. Namun kegelisahan masyarakat acapkali tidak memiliki ruang dan waktu yang cukup untuk disampaikan dalam format kritik yang membangun.
Maraknya mural dan grafiti di fasilitas publik mencerminkan bahwa ada perbedaan persepsi dan praktik demokrasi di masyarakat.
Dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi pendapat masyarakat, kritikan sangat penting dalam respons berjalannya suatu pemerintah, juga sebagai tolak ukur kinerja pemerintah dalam masa pemerintahannya. Suatu negara tidak akan berjalan dengan baik jika tidak adanya respons dari masyarakat dalam menyuarakan kelebihan dan kekurangan soal berjalannya pemerintahan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi tentu sudah diatur dalam undang-undang negara.
"Jika kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, maka tidak boleh mengabaikan elemen-lemen yang mendasarinya. Sebut saja di antaranya kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial," kata Deputi IV Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro di laman situs daring KSP.
Juri meyakini, mural-mural yang sengaja ditebarkan adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar dari ketiga unsur tersebut karena menganggu ketertiban sosial dan kepatuhan hukum, minim nilai-nilai etika dan estetika.
"Silakan saja mengungkapkan dan berekspresi untuk membangun demokrasi yang penuh keadaban dan optimisme kita sebagai bangsa," imbuhnya.
Kritik Sosial
Mural adalah kritik sosial yang muncul sebagai ekspresi akibat aspirasi rakyat tersumbat.
Kehebohan kritik sosial terjadi karena tidak tersedia cukup ruang publik untuk berdialog dengan seluruh pemangku kepentingan, khususnya di masa pandemi.
Dalam seni mural yang tampil bermuatan politik, yang perlu dikedepankan adalah etika budaya dan batasan yang perlu dipahami bersama.
"Memang terjadi perdebatan, apakah mural kritik ini boleh atau tidak boleh. Mural bermuatan politik bagi saya ini bagian dari dialog, jangan-jangan karena kita jarang dialog," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (27/8).
Selain itu, terdapat banyak batas antara etika dan budaya sehingga di suatu wilayah, mural dianggap sebagai kotoran yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Yang diperlukan adalah kesepakatan antara kearifan lokal dengan kepentingan umum. Sebagai contoh hasilnya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
Dalam pasal 19 Perda Pasuruan 2/2017 ditegaskan bahwa setiap orang dilarang melukis di dinding atau tembok yang merupakan sarana umum.
Penataan media luar ruang biasanya diatur dalam peraturan daerah atau peraturan kepala daerah, dengan maksud agar tidak merusak keindahan wilayah.
Apalagi, ada pula sisi komersial, di mana penataan memang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Mural sebaiknya dibuat di lokasi yang tidak mengganggu kepentingan bersama.
Kritik Bukan Fitnah
Kritik akan selalu hadir selama demokrasi masih dijunjung tinggi oleh semua pihak.
Pemerintah menganggap mural yang kritis sebagai bentuk perhatian dan masukan untuk terus mengintrospeksi diri dan melakukan perbaikan.
Muatan politik yang hadir di dalamnya hendaknya tidak menjadi fitnah yang memecah belah masyarakat.
Presiden Jokowi, sebagai kepala negara dan kepala pemerintah, mengucapkan terima kasih kepada warga negara atas partisipasi aktif dalam membangun budaya demokrasi.
“Terima kasih untuk seluruh anak bangsa yang telah menjadi bagian dari warga negara yang aktif, dan terus ikut membangun budaya demokrasi,” tandas Jokowi dalam pidatonya.
Pemerintah menganggap mural yang kritis sebagai bentuk perhatian dan masukan untuk terus mengintrospeksi diri dan melakukan perbaikan. Namun pesan yang disampaikan hendaknya tidak menjadi sebuah fitnah yang memecah belah persatuan dan kesatuan serta menyerang pribadi secara intoleran.
Advertorial Subdirektorat Informasi dan Komunikasi Politik dan Pemerintahan, Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika @ November 2021
Berita Terkait
-
Sambangi Moeldoko, KOMPAK Serahkan Mural Dukungan Revisi PP 109 Tahun 2012
-
Kreatif! Parade Mural Bahaya Rokok untuk Peringati Hari Kesehatan Nasional
-
Soal Mural Jokowi Dekat Toilet Binjai Milenial Market: Sudah Dihapus
-
Heboh Mural Jokowi Dipasang Dekat Toilet Binjai Milenial Market
-
Aksi Kreatif Parade Mural Hari Kesehatan Nasional 2021
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
Terkini
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?
-
SBY: Seni Bukan Hanya Indah, Tapi 'Senjata' Perdamaian dan Masa Depan Lebih Baik
-
Hartanya Lenyap Rp 94 Triliun? Siapa Sebenarnya 'Raja Kretek' di Balik Gudang Garam
-
3 Fakta Viral Lutung Jawa Dikasih Napas Buatan Petugas Damkar, Tewas Tersengat Listrik di Sukabumi!
-
Bos Gudang Garam Orang Kaya Nomor Berapa di Indonesia versi Forbes? Isu PHK Massal Viral
-
UU Perlindungan Anak Jadi Senjata Polisi Penjarakan Delpedro Marhaen, TAUD: Kriminalisasi Aktivis!
-
Akhirnya Terjawab! Inilah Penyebab SPBU Swasta Kehabisan BBM, Sementara Pertamina Aman
-
Pasca-Gelombang Demo Panas, Sekjen Golkar Ingatkan Kader: Harus Prorakyat hingga Proaktif
-
Sopir Transjakarta Meleng hingga Seruduk Toko di Jalan Minangkabau Jaksel, Begini Kronologinya!
-
Tragis! Balita Dibunuh Ayah Tiri, Dianiaya hingga Kejang-kejang usai Ditinggal Ibunya Ngecas HP