Suara.com - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI menuntut Presiden Joko Widodo menghentikan proses peradilan serta memulihkan nama para aktivis KAMI yang sempat dihukum. Selain itu, juga Jokowi dituntut mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Tuntutan tersebut lantaran menyikapi adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut UU Cipta Kerja inkonstitusional. Namun, pemerintah dan DPR diberikan waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU tersebut.
Presidium atau Deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo, awalnya mengatakan dalam pernyampaian tuntutan tersebut, bahwa UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat berdasarkan keputusan MK nomor 91 91/PUU-18/2020. Sehingga semuanya diminta patuhi putusan MK tersebut.
"Mengimbau agar semua pihak patuh dan taat kepada putusan MK tersebut di mana MK secara konstitusional adalah lembaga yang merupakan benteng trakhir penjaga konstitusi negara Indonesia," kata Gatot saat bacakan tuntutan KAMI di akun Youtube Refly Harun, Senin (29/11/2021).
Gatot menyampaikan, adanya putusan tersebut membuktikan bahwa substansi gugatan yang merupakan protes kritik dan masukan dari masyarakat luas terhadap undang-undang Cipta Kerja adalah benar secara konstitusional. Sikap pemerintah yang tidak aspiratif sebelumnya menjadi sebuah kekeliruan.
Padahal, kata Gatot, untuk menjaga dan menyelematkan konstitusi, sudah seharusnya masyarakat ikut berpartisipasi seperti yang dilakukan masyarakat terhadap undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya, tanpa ada kritik dan masukan dari masyarakat maka sama saja dengan membiarkan undang-undang yang melanggar konstitusi dan nilai-nilai demokrasi terus dipergunakan.
"Partisipasi masyarakat ini harus dipandang sebagai fungsi check and balance yang masih berjalan, bukan sebagai ancaman bagi kekuasaan pemerintah," tuturnya.
"Berbagai aksi protes terhadap undang-undang ciptaker di berbagai daerah yang kerap disertai penangkapan oleh aparat harus dilihat sebagai konsekuensi dari sikap keras pemerintah yang memaksakan UU ciptaker segera diberlakukan. Penangkapan itu sendiri bisa dipandang sebagai sikap arogan pemerintah dalam penegakan hukum," sambungnya.
Atas dasar itu, Gatot mengatakan, dengan adanya putusan MK terkait UU Cipta Kerja tersebut seharusnya menghentikan proses peradilan para aktivis-aktivis KAMI yang ditangkap.
Baca Juga: Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Kembali Diluncurkan
"Presiden harusnya segera menghentikan proses peradilan (abolisi) terhadap aktivis KAMI dan aktivis lainnya yg masih dalam proses peradilan serta memulihkan nama baik (rehabilitasi) mereka yang telah divonis bersalah dan menjalani hukuman," tuturnya.
Kemudian, Gatot juga mengatakan, meski MK memberikan putusan UU Cipta Kerja inkonstitusional dengan syarat perbaikan 2 tahun, seharusnya Jokowi membatalkan saja sekalian dengan mengeluarkan Perppu.
"Demi tegaknya konstitusi, saya ulangi, demi tegaknya konstitusi, kami menyarankan kepada presiden Jokowi untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untu mencabut undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang ciptaker," tandasnya.
Putusan MK
Sebelumnya, MK memerintahkan DPR RI melakukan perbaikan UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 atau Omnibus Law dalam kurun waktu dua tahun. Hal itu menjadi putusan MK dalam judical review alias uji materi yang diajukan oleh serikat buruh.
"Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (lembaga negara RI Tahun 2020 Nomor 245, tambahan lembaran negara RI Nomor 6573) bertentangan dengan UUD Negara RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusannya, siang tadi.
Berita Terkait
-
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Kembali Diluncurkan
-
Amien Rais Mendadak Minta Maaf ke Jokowi, Singgung Presiden Sebelumnya
-
Deretan Fakta Hukum UU Cipta Kerja Diputus MK Bertentangan Dengan UUD 45
-
Bicara soal Habib Rizieq dan Kriminalisasi Ulama, Amien Rais Telanjangi Rezim Jokowi
-
Tuntut Revisi UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja DIY Minta Pemda Ubah Aturan UMP
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
6 Fakta Isu Presiden Prabowo Berkunjung ke Israel
-
Harga Emas Antam Hari Ini Cetak Rekor Tertinggi Pegadaian, Tembus Rp 2.565.000
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
Terkini
-
Anak Pengusaha Didakwa Korupsi Rp 3 Triliun dalam Skema Perdagangan Minyak Mentah
-
Bertemu Ahmad Sahroni di Plaza Senayan, Waketum PSI Bro Ron: Beliau Dewan Penasihat
-
5 Fakta Kunci Geger Kepsek SMAN 1 Cimarga Tampar Siswa Merokok di Sekolah Berujung Laporan Polisi
-
Mau Terbitkan Obligasi untuk Cari Pemasukan Tambahan, Pemprov DKI Tunggu Restu Pusat
-
Viral Tampar Siswa Merokok di Sekolah, Kepsek SMAN 1 Cimarga Disebut Telah Dinonaktifkan
-
Ahmad Sahroni Akhirnya Muncul Lagi dan Kini Bertemu Bro Ron, Ada Isyarat Kejutan: Bakal Gabung PSI?
-
Heboh Siswa Curhat Dianiaya karena Merokok, Publik Dukung Kepsek SMAN 1 Cimarga: Gen Z Meresahkan!
-
Fakta-fakta Sidang Anak Riza Chalid, Disebut Pakai Uang Korupsi Pertamina Rp176 M Buat Main Golf
-
Gubernur Bobby Dorong Sinergi Pemerintah dan Dunia Usah, Targetkan Ekonomi Sumut 7,2 Persen
-
Jaksa Ungkap Anak Riza Chalid Foya-foya Rp176 M Uang Sewa BBM Pertamina Buat Main Golf di Thailand