Suara.com - Di saat negara-negara Barat mulai mendistribusikan tes antigen cepat gratis kepada warga, Cina menetapkan tes PCR sebagai standar pengujian dalam strategi nol-Covid di negara itu.
Varian Omicron yang terus menyebar ke seluruh dunia membuat permintaan tes antigen cepat (RAT) untuk COVID-19 juga meningkat. Bulan lalu, Gedung Putih mengumumkan warga Amerika Serikat dapat mulai memesan RAT gratis mulai 19 Januari, karena Washington telah membeli 1 miliar RAT.
Di saat negara-negara Barat mengandalkan RAT sebagai alternatif untuk sistem pengujian PCR, Cina tetap menjadi salah satu dari sedikit negara yang hampir secara eksklusif hanya mengandalkan tes PCR untuk mengidentifikasi virus corona.
Tes PCR mencari materi genetik virus seperti asam nukleat atau RNA, sedangkan RAT mencari potongan protein yang terinfeksi oleh virus. Tes PCR biasanya lebih akurat dibanding RAT karena lebih sensitif.
Artinya, tes antigen membutuhkan konsentrasi virus yang lebih tinggi daripada tes PCR untuk menunjukkan hasil positif.
Menurut data Administrasi Produk Medis Nasional Cina pada akhir tahun 2021, Cina menyetujui 68 reagen uji COVID-19 baru, termasuk 34 reagen pengujian asam nukleat, 31 reagen pengujian antibodi, dan hanya tiga reagen pengujian antigen.
RAT buatan Cina tersebar luas secara global Laporan media Cina menunjukkan setidaknya 10 jenis RAT yang diproduksi di Cina telah disetujui di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, dan Yunani.
Padahal banyak RAT yang diproduksi di Cina belum disetujui di dalam negeri, sejumlah ahli berpendapat, alasan mengapa Cina belum mulai meluncurkan RAT dalam skala massal adalah karena kegigihan negara itu dalam menegakkan strategi nol-Covid.
“Penegakan Cina terhadap kebijakan nol-Covid di masa mendatang, menentukan tes antigen cepat mungkin tidak cukup efektif pada tahap saat ini,” kata Xi Chen, seorang profesor kebijakan kesehatan dan ekonomi di Yale School of Public Health.
Baca Juga: Tes Cepat Molekuler dan Jalur Khusus Disiapkan Sambut Pelancong Singapura di Nongsa
Pakar lain setuju dengan penilaian Chen. Mei-Shang Ho, seorang peneliti di Institute of Biomedical Sciences di Academia Sinica di Taiwan menyebutkan, karena RAT tidak begitu sensitif terhadap viral load yang rendah, pengujian PCR adalah metode yang disukai untuk negara-negara yang menerapkan strategi mengidentifikasi semua kasus yang ada.
"Untuk Cina, mereka perlu mengidentifikasi semua orang yang terinfeksi, termasuk individu tanpa gejala, jadi lebih akurat bagi mereka untuk mencapai tujuan itu dengan mengandalkan tes PCR," katanya kepada DW. Munculnya varian Omicron juga menimbulkan tantangan baru terhadap akurasi RAT.
Chunhuei Chi, Direktur Pusat Kesehatan Global di Oregon State University di Amerika Serikat mengatakan, beberapa penelitian terbaru menunjukkan, karena varian Omicron lebih terkonsentrasi di sekitar tenggorokan atau mulut pasien pada awal infeksi, ketika mereka mencoba untuk mengambil sampel dari hidung menggunakan RAT, sensitivitas tes kemungkinan lebih rendah.
"Alasan sebenarnya untuk ini belum ditentukan, tetapi kita sekarang tahu bahwa tes antigen kurang akurat dalam menghadapi varian Omicron," katanya kepada DW.
Kapan Cina akan mulai menggunakan RAT?
Para ahli tampaknya setuju dengan fakta, selama Cina menjunjung tinggi strategi nol-Covid-nya, tidak mungkin Beijing mulai menggunakan RAT dalam skala luas.
Berita Terkait
-
Toba Pulp Lestari Buka Suara Soal Perintah Prabowo Lakukan Audit Total
-
Begini Respons Mendagri Soal Aksi Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih
-
Kata-kata Santiago Montiel Usai Kalahkan Rizky Ridho di Puskas Award 2025
-
Siku dan Lutut Gelap? Kenali Penyebab dan Solusi Perawatannya
-
Emas Hari Ini Turun Harga di Pegadaian, Galeri 24 Paling Murah
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
Drone Misterius, Serdadu Diserang: Apa yang Terjadi di Area Tambang Emas Ketapang?
-
Wujudkan Kampung Haji Indonesia, Danantara Akuisisi Hotel Dekat Ka'bah, Ikut Lelang Beli Lahan
-
Banyak Terjebak Praktik Ilegal, KemenPPPA: Korban Kekerasan Seksual Sulit Akses Aborsi Aman
-
Sejarah Baru, Iin Mutmainnah Dilantik Jadi Wali Kota Perempuan Pertama di Jakarta Sejak 2008
-
Yusril Beri 33 Rekomendasi ke 14 Kementerian dan Lembaga, Fokus Tata Kelola Hukum hingga HAM Berat
-
Cerita Polisi Bongkar Kedok Klinik Aborsi di Apartemen Basura Jaktim, Janin Dibuang di Wastafel
-
Telepon Terakhir Anak 9 Tahun: Apa Pemicu Pembunuhan Sadis di Rumah Mewah Cilegon?
-
Pramono Sebut UMP Jakarta 2026 Naik, Janji Jadi Juri Adil Bagi Buruh dan Pengusaha
-
Polda Metro Bongkar Bisnis Aborsi Ilegal Modus Klinik Online: Layani 361 Pasien, Omzet Rp2,6 Miliar
-
Beda dengan SBY saat Tsunami Aceh, Butuh Nyali Besar Presiden Tetapkan Status Bencana Nasional