Suara.com - Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait menilai kalau pemerintah pusat kerap abai terhadap aspirasi orang asli Papua tentang Otonomi Khusus (Otsus). Alih-alih bisa diakomodir, anggota MRP yang hendak melakukan rapat dengar pendapat malah mendapatkan tindakan represif dari aparat.
Yoel mencontohkan pada kejadian di Wamena, Merauke, Sentani, Biak dan Nabire. Yoel menyebut kalau acara rapat dengar pendapat yang digelar MRP di daerah-daerah tersebut kerap dihalang-halangi aparat keamanan.
"Bahkan di Merauke, sejumlah anggota MRP ditangkap dan diborgol, tidak diperbolehkan meninggalkan bangunan hingga kami harus menyewa pesawat untuk memulangkan mereka,” ungkap Yoel dalam diskusi "Hak-hak Orang Asli Papua dan Polemik Pemekaran Provinsi Papua" secara daring, Rabu (23/2/2022).
Selain itu, MRP juga menyampaikan kekecewaannya terkait 24 kewajiban yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dari 24 kewajiban itu, pemerintah hanya berhasil merealisasikan empat kewajiban yakni pengangkatan kepala daerah Orang Asli Papua (OAP), pembentukan MRP, pelimpahan kewenangan legislatif kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), dan pemberian status Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Amanat lainnya, termasuk pembentukan lembaga komisi kebenaran dan rekonsiliasi guna membina perdamaian pasca kekerasan di Papua, diingkari pula oleh negara,” jelasnya.
Senada dengan Yoel, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid memandang kalau UU Nomor 2 Tahun 2021 tersebut luput dari perspektif hak-hak Orang Asli Papua karena tidak dirumuskan melalui partisipasi dan konsultas dengan masyarakat.
"Dengan tidak melibatkan MRP dalam proses penyusunannya, negara dianggap tidak merekognisi kedudukan MRP sebagai representasi kultural OAP, sebagaimana diamanatkan pada UU Nomor 21/2001,” ujar Usman.
Karena itu, Usman mendesak agar pemerintah menunda proses-proses pemekaran di provinsi Papua dan fokus untuk mendorong pembentukan pengadilan HAM, komisi kebenaran dan rekonsiliasi, serta komnas HAM bagi Papua.
“Kami berharap bahwa proses pemekaran provinsi yang direncanakan atas Papua, setidaknya dapat ditunda sambil menunggu putusan MK agar kita dapat melihat apakah hak-hak kekhususan bagi Papua benar-benar dilindungi oleh negara,” tambahnya.
Baca Juga: Sikapi Kasus Rasis ke China, Arie Kriting: Itu Tak Gambarkan Cara Pandang Orang Papua
Sementara itu, Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI) Miya Irawati berpendapat kalau rencana pemekaran wilayah yang ada di Papua itu malah menggambarkan upaya pemenuhan kepentingan politik negara di Bumi Cenderawasih dalam perspektif yang Jakarta sentris.
“Pendekatan negara di Papua yang selalu mengedepankan paradigma keamanan telah menguatkan potensi pemekaran wilayah ini yang kelak akan berimbas pada penambahan kekuatan baru dan berdampak pada distribusi pasukan keamanan yang semakin masif di pelosok Papua,” jelasnya.
Berita Terkait
-
Rumah Honai Orang Papua Dibakar Gegara Ikut TNI Perbaiki Selokan, Kelompok Separatis Dituding Pelaku Pembakaran
-
Audensi Bahas Otsus Papua, Sejumlah Aktivis Beri Masukan Ini ke Panglima TNI Andika Perkasa
-
Sikapi Kasus Rasis ke China, Arie Kriting: Itu Tak Gambarkan Cara Pandang Orang Papua
-
KPK Diminta Audit Dana PON dan Otsus Papua
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf