Suara.com - Pemerintah Indonesia diminta oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB melalui Special Procedures Mandate Holders (SPMH) untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan soal beragam kekerasan yang terjadi di Papua.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Timotius Murib menilai, pemerintah tidak boleh menyembunyikan apa yang terjadi di Bumi Cenderawasih.
Ia sempat menyampaikan ucapan terima kasih kepada para ahli di PBB karena sudah meminta klarifikasi kepada Indonesia. Atas adanya permintaan tersebut, maka menurutnya Indonesia harus transparan.
“Negara wajib menjawabnya tidak boleh menyembunyikan apa yang terjadi di Papua. Pemerintah perlu memenuhi janji mengundang Komisioner Tinggi HAM PBB untuk berkunjung Papua. Jika tidak ingin Komisioner Tinggi HAM PBB berkunjung ke Papua, maka muncul pertanyaan di masyarakat, ada apa?" kata Timotius dalam acara diskusi daring yang ditayangkan YouTube Public Virtue Institute, Rabu (9/3/2022).
Kemudian, ia juga menyinggung adanya pelanggaran HAM terus terjadi di Papua karena pemerintah tidak menjalankan Otonomi Khusus Papua secara konsekuen. Menurutnya hal tersebut dikarenakan konflik dua regulasi.
"UU Otonomi Khusus dan UU Otonomi Daerah. Sayangnya, para walikota dan bupati kebanyakan hanya melaksanakan UU Otonomi Daerah, tidak kepada UU Otsus. MRP menilai seharusnya UU Otsus terkait Papua dikonsultasikan dengan rakyat Papua."
PBB Pertanyakan Kekerasan Papua ke Pemerintah Indonesia
Pakar HAM PBB menyampaikan desakan serius mengenai situasi HAM di Provinsi Papua Barat dan Papua. Disebutkan bahwa ada banyak kekerasan mengejutkan yang dialami oleh masyarakat asli Papua.
Mengutip laman resmi Dewan Tinggi HAM PBB (Office of the High Commissioner/OHCHR), beberapa kekerasan yang terjadi di Papua dan Papua Barat meliputi pembunuhan anak-anak dan hilangnya sejumlah orang.
Baca Juga: Adik Jadi Korban Penyerangan di Papua, Keluarga Syahril Berharap Peristiwa Ini Tidak Terulang
Karena itulah, Pakar HAM PBB mendesak agar akses kemanusiaan menuju daerah terkait dapat segera dibuka. Selain itu, para pakar juga meminta pemerintah Indonesia untuk mengadakan penyelidikan secara penuh dan independen terkait masalah kekerasan terhadap warga asli Papua.
"Antara rentang April hingga November 2021, kami menerima banyak tuduhan yang mengindikasikan adanya beberapa praktik pembunuhan di luar proses hukum (extrajudical killing), termasuk kepada anak-anak kecil," ungkap para pakar, dikutip Suara.com pada Rab (2/3/2022).
"(Ada upaya) penghilangan paksa, penyiksaan, dan perlakuan tidak manusiawi."
"Dan pemindahan paksa terhadap setidaknya lima ribu orang asli Papua, yang dilakukan oleh pasukan keamanan," katanya.
Sejak terjadi peningkatan kekerasan pada Desember 2018 lalu, setidaknya ada sekitar 60.000-100.000 warga Papua yang dipindahkan paksa.
Konflik yang terjadi pun, dijelaskan para pakar, menyebabkan sebagian besar pengungsi di Papua Barat tidak bisa kembali ke rumah masing-masing.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Toko Plastik Simpan Karbit Diduga Sumber Api Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati
-
Kemenbud Resmikan Buku Sejarah Indonesia, Fadli Zon Ungkap Isinya
-
Respons Imbauan Mensos Donasi Bencana Harus Izin, Legislator Nasdem: Jangan Hambat Solidaritas Warga
-
Pagi Mencekam di Pasar Kramat Jati, 350 Kios Pedagang Ludes Jadi Arang Dalam Satu Jam
-
Antisipasi Bencana Ekologis, Rajiv Desak Evaluasi Total Izin Wisata hingga Tambang di Bandung Raya
-
Ketua Komisi III DPR: Perpol 10 Tahun 2025 Konstitusional dan Sejalan dengan Putusan MK
-
Kuasa Hukum Jokowi Singgung Narasi Sesat Jelang Gelar Perkara Ijazah Palsu
-
350 Kios Hangus, Pemprov DKI Bentuk Tim Investigasi Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati
-
Temuan Awal KPK: Dana Suap Proyek Dipakai Bupati Lampung Tengah untuk Lunasi Utang Kampanye
-
BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 Lewat Asian Le Mans Series