Suara.com - Milisi Janjaweed dicurigai menewaskan setidaknya 168 orang dalam serangannya terhadap minoritas di Darfur, Sudan, Minggu (24/4). Kawasan yang pernah dilumat perang saudara itu kembali rawan sejak Oktober silam.
Pertumpahan darah teranyar bermula pada Jumat (22/4) di kawasan Krink, Darfur Barat, Sudan, kata Adam Regal, juru bicara Koordinasi Umum bagi Pengungsi di Darfur, sebuah lembaga bantuan kemanusiaan.
"Setidaknya 168 orang terbunuh pada Minggu dan 98 mengalami luka-luka,” katanya kepada AFP, sembari menambahkan pertikaian bisa kembali berulang.
Serangan dilancarkan suku Arab terhadap minoritas Massalit sebagai balas dendam atas pembunuhan dua anggotanya, imbuhnya lagi.
Setidaknya delapan orang meninggal dunia dalam pertikaian di hari Jumat. Hari Minggu, pemimpin suku Massalit mengaku melihat jenazah korban bertebaran di desa-desa kawasan Krink, yang berjarak 80 km dari ibu kota provinsi Darfur, Gneina.
Tenaga medis dari Komite Sentral Doktor Sudan sempat mewanti-wanti terhadap "bencana kesehatan,” lantaran maraknya serangan terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Darfur Barat.
Kembalinya Milisi Janjaweed Komite Internasional Palang Merah sebabnya mengimbau otoritas Sudan memastikan layanan kesehatan bagi korban kekerasan.
Utusan Khusus PBB untuk Darfur, Volker Perthes, mengecam pertumpahan darah di Krink dan menuntut penyelidikan resmi.
Video yang beredar di media-media sosial pada Minggu, menampilkan asap tebal membumbung dari rumah-rumah yang terbakar.
AFP gagal memverifikasi kebenaran bukti-bukti visual tersebut. Lembaga bantuan kemanusiaan di Darfur menuduh milisi Janjaweed, mendalangi eskalasi teranyar. Militan Arab itu dulu ditakuti atas kekejamannya dalam pembantaian di Darfur pada awal 2000an silam.
Saat itu, Janjaweed dicurigai mendapat sokongan logistik dan senjata dari bekas diktatur Omar al-Bashir.
Kini, kebanyakan pembesarnya sedang disidang atau masih menjadi buronan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda.
Regal mengatakan, milisi Janjaweed "melakukan pembunuhan, pembakaran, penjarahan dan penyiksaan tanpa ampun,” terhadap warga minoritas di Darfur dalam beberapa pekan terakhir. rzn/vlz (afp,rtr)
Berita Terkait
-
OJK Sebut Pembobolan Bank dengan Kerugian Ratusan Miliar Ulah Organisasi Kriminal
-
Cara Mengurus Pembatalan Cicilan Kendaraan di Adira Finance dan FIFGROUP
-
Pemerintah Tegaskan Tak Ada Impor Beras untuk Industri
-
Bintangi 5 Judul Film Tahun Ini, Karier Ali Fikry Ternyata Dimulai dari Menari
-
Sinarmas Investama Abadi Bagikan Dividen Jelang Pergantian Tahun
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Peradilan Militer Dinilai Tidak Adil, Keluarga Korban Kekerasan Anggota TNI Gugat UU ke MK
-
Ria Ricis dan Selebriti Pandu Shopee Live Superstar, Jumlah Produk Terjual Naik Hingga 16 Kali
-
5 Kali Sufmi Dasco Pasang Badan Bela Rakyat Kecil di Tahun 2025
-
Kelola Sendiri Sampah MBG, SPPG Mutiara Keraton Solo di Bogor Klaim Untung hingga 1.000 Persen
-
Di Hadapan Kepala Daerah, Prabowo Ingin Kelapa Sawit Jamah Tanah Papua, Apa Alasannya?
-
Komnas Perempuan: Situasi HAM di Papua Bukan Membaik, Justru Makin Memburuk
-
Jaksa Agung: KUHP-KUHAP Baru Akan Ubah Wajah Hukum dari Warisan Kolonial
-
15 WN China Serang TNI di Area Tambang Emas Ketapang: 5 Fakta dan Kondisi Terkini
-
LBH: Operasi Militer di Papua Ilegal dan Terstruktur Sistematis Sejak 1961
-
YLBHI: Kekuasan Polri di Ranah Sipil Mirip ABRI Zaman Orde Baru