Suara.com - Inisiator aksi Kamisan, Maria Catarina Sumarsih menilai indikasi mundurnya reformasi kembali ke era Orde Baru saat ini semakin menguat, salah satunya dengan ditunjuknya anggota TNI atau Polri sebagai penjabat kepala daerah.
Sumarsih mengatakan, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencoreng enam agenda reformasi yakni, cabut dwifungsi ABRI yang diperjuangkan rakyat saat era Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto pada 1998 silam.
"Ini seperti pada Zaman Orde Baru, jadi gubernur sampai lurah itu banyak dijabat aparat, baik TNI maupun Polri," kata Sumarsih dalam diskusi '24 Tahun Reformasi' di Kantor YLBHI, Jakarta, Senin (30/5/2022).
Ibu dari Bernardinus Realino Norma Irawan alias Wawan, korban Tragedi Semanggi I 1998, ini juga menyebut agenda reformasi lain yakni berantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga semakin jauh dari tujuan reformasi.
"Undang-undang KPK dilemahkan, korupsi sulit diberantas, belum lama ini anaknya presiden Jokowi dilaporkan ke KPK, ini menurut saya tanda-tanda adanya korupsi, serta anak dan menantu menjadi wali kota, ini tanda-tanda nepotisme, sebagai anak dan menantu presiden pasti mendapat kemudahan saat mencalonkan diri sebagai wali kota," jelasnya.
Selanjutnya agenda reformasi yang ketiga, yakni penegakan supremasi hukum juga tidak dijalankan oleh negara selama 24 tahun reformasi, Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia dianggap sebagai alat untuk melindungi para pelaku pelanggaran HAM.
"UU Pengadilan HAM menjadi sarana impunitas melindungi penjahat HAM, Pengadilan HAM di Abepura, Tanjung Priok, Timor Timur, semuanya dibebaskan," tegas Sumarsih.
Kemudian, agenda reformasi kelima yakni tegakkan otonomi daerah juga dianggapnya sudah tercoreng dengan masih adanya kepala daerah yang terjadi operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK).
Terakhir, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 juga tidak dijalankan sepenuhnya. Sebab, pelanggaran terhadap HAM juga masih banyak terjadi di Indonesia.
Baca Juga: Jenderal TNI Jadi Penjabat Kepala Daerah, Djarot PDIP: Tidak Ada Beda Sipil dan Militer
"Diselesaikan atau tidak kasus-kasus pelanggaran HAM berat tergantung dari pemerintah, kalau penyelesaian pelanggaran HAM berat itu tidak selesai bukan karena kelemahan UU pengadilan HAM, tapi tergantung dari kemauan negara," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
Terkini
-
Ketakutan! Ledakan Dahsyat di SPBU Kemanggisan Jakbar Bikin Warga Kocar-kacir
-
Pengendara Mobil Gratis Masuk Tol KATARAJA, Catat Harinya!
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny, ICJR Desak Polisi Sita Aset untuk Ganti Rugi Korban, Bukan Sekadar Bukti
-
Duar! Detik-detik Mengerikan Truk Tangki BBM Terbakar di SPBU Kemanggisan Jakbar, Apa Pemicunya?
-
Bantah Harga Kios Pasar Pramuka Naik 4 Kali Lipat, Begini Kata Pasar Jaya
-
Pede Sosok "Bapak J" Mudahkan Kader Lolos ke Senayan, PSI: Sekurangnya Posisi 5 Besar
-
Wacana 'Reset Indonesia' Menggema, Optimisme Kalahkan Skenario Prabowo-Gibran Dua Periode
-
Ketar-ketir, Pedagang Kaget Dengar Harga Sewa Kios jadi Selangit usai Pasar Pramuka Direvitalisasi
-
Pemfitnah JK Masih Licin, Kejagung Ogah Gubris Desakan Roy Suryo Tetapkan Silfester DPO, Mengapa?
-
Perluas Inklusi Keuangan Daerah, Wamendagri Wiyagus Tekankan Pentingnya Peran TPAKD