Inilah mengapa banyak masyarakat menilai pemekaran Provinsi Papua lebih didominasi oleh kepentingan politik ketimbang tujuan kesejahteraan. Ini nampaknya juga upaya pemerintah untuk mengendalikan konflik yang semakin meningkat di daerah tersebut.
Memang, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah mengatur tentang pemekaran daerah di provinsi tersebut. Tetapi bukan berarti pemerintah bisa serta merta “mengabaikan” aspirasi provinsi lain yang sudah mengantre untuk meminta pemekaran daerahnya masing-masing. Jangan sampai pemerintah daerah lainnya merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat.
Pentingnya demokrasi lokal untuk penataan daerah
Sebenarnya, jika pemekaran daerah dapat dilaksanakan dengan baik, maka peluang untuk mewujudkan tujuan otonomi juga akan terlaksana.
Yang jadi masalah sekarang adalah ketika pemekaran dilarang tapi penataan daerah otonomi juga tidak dijalankan oleh pemerintah. Padahal bisa saja pemerintah, misalnya, menggabungkan kembali daerah-daerah yang gagal mewujudkan tujuan pemekaran, atau melakukan pembinaan khusus terhadap daerah yang gagal melaksanakan tujuan otonomi daerah tersebut.
Dalam memperbaiki iklim otonomi daerah, pemerintah pusat harus mencoba lebih memahami dan membina prinsip demokrasi lokal yang bertumpu pada tiga keadaan:
Pertama, prinsip desentralisasi harus diterapkan secara konsisten guna mendukung kemandirian daerah.
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sudah memberi kewenangan yang besar kepada daerah untuk melaksanakan fungsinya. Namun, setelah diganti menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah daerah menjadi semakin terbatas karena UU tersebut justru membalikkan arah praktik desentralisasi menuju “resentralisasi”. Sifat sentralistik mencerminkan karakter pemerintahan selama masa Orde Baru.
Kedua, demokrasi lokal juga dapat dilihat dari bagaimana pemilihan kepala daerah (pilkada) dilaksanakan.
Baca Juga: KontraS Sebut Pengesahan UU DOB Sebagai Pemaksaan Kepentingan Jakarta di Papua
Pilkada adalah wujud otonomi politik masyarakat daerah dalam menentukan siapa pemimpin yang memerintah di daerah. Jika sebelymnya kepala daerah hanya dipilih oleh sedikit elite di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maka pilkada membuka ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Ini dimulai dengan memilih siapa kepala daerah mereka.
Pilkada juga menjadi bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat untuk mengawasi tidak hanya prosesnya, tapi juga praktik pemerintahan yang dihasilkan oleh pilkada tersebut. Dengan cara ini, masyarakat merasa menjadi bagian dari pemerintahan yang mereka bentuk bersama.
Harapannya, pilkada yang lebih sehat dan bebas korupsi juga dapat mewujudkan pemerintahan daerah otonomi baru yang lebih berkualitas setelah pemekaran.
Ketiga, jangan ada kebijakan pemekaran yang berbeda antar daerah yang ada di Indonesia, apalagi kalau pertimbangan pemekaran yang dibuat oleh pemerintah dan DPR hanya karena alasan politik semata.
Kondisi demikian bisa menjadi preseden buruk bagi daerah yang tidak puas dengan kebijakan pemekaran yang dibuat pemerintah pusat. Nantinya, ini dapat menimbulkan gejolak di daerah-daerah lain yang menginginkan pemekaran.
Apakah sudah saatnya mencabut moratorium?
Berita Terkait
-
GKR Hemas Soal Usulan Daerah Otonomi Baru: Tantangan Berat, Tak Mudah Lolos!
-
Ramai Aspirasi Pemekaran, NasDem Desak Pemerintah Segera Terbitkan PP DOB
-
Usul Pembentukan Daerah Otonomi Baru Macet di Pemerintah, DPR Sebut 2 Alasan Utama
-
Lembaga Prasasti Dinilai akan Jadi Alat Justifikasi Program Kerja Prabowo
-
Kemendagri Terima 337 Usulan Pembentukan Daerah Otonomi Baru, Paling Banyak Pemekaran Kabupaten
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Bantuan Tahap III Kementan Peduli Siap Diberangkatkan untuk Korban Bencana Sumatra
-
Kasus Bupati Lampung Tengah, KPK: Bukti Lemahnya Rekrutmen Parpol
-
Era Baru Pengiriman MBG: Mobil Wajib di Luar Pagar, Sopir Tak Boleh Sembarangan
-
BGN Atur Ulang Jam Kerja Pengawasan MBG, Mobil Logistik Dilarang Masuk Halaman Sekolah
-
BGN Memperketat Syarat Sopir MBG Pasca Insiden Cilincing, SPPG Tak Patuh Bisa Diberhentikan
-
Bupati Kini Jadi 'Dirigen' Program MBG, Punya Kuasa Tutup Dapur Nakal
-
Program MBG Bikin Ibu di Lumajang Kantongi Ratusan Ribu, Ekonomi Lokal Melesat
-
Babak Penentuan Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Gelar Perkara Khusus Senin Depan
-
Kebahagiaan Orangtua Siswa SMK di Nabire Berkat Program Pendidikan Gratis
-
Sosialisasi Program Pendidikan Gratis, SMK Negeri 2 Nabire Hadirkan Wali Murid