Suara.com - Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengkritisi kepetusan DPR yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU).
“Langkah DPR gegabah,” kata Wirya dalam keterangan yang diterima pada Kamis (23/3/2023).
Dia menyebut penerbitan Perppu Cipta Kerja ini memang sudah bermasalah sejak awal karena pihaknya tidak melihat adanya unsur kedaruratan seperti yang diklaim pemerintah.
“Dengan penerbitan dan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU, pemerintah dan DPR dapat dianggap tidak menghargai dan mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2021,” tutur Wirya.
Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pada putusan itu pula, Mahkamah Konstitusi memerintahkan perbaikan pada UU Cipta Kerja.
Wirya menyebut DPR seharusnya berhati-hati dalam mengambil langkah soal aturan tentang Cipta Kerja ini karena dampaknya terhadap berbagai kehidupan masyarakat dan penolakan secara luas yang dilakukan berbagai kalangan.
“Dalam situasi ini, DPR harusnya lebih berhati-hati dalam menyikapi Perppu Cipta Kerja dan tidak gegabah maupun terburu-buru dalam melakukan pengesahan,” ujar Wirya.
“DPR sebagai wakil rakyat seharusnya mendengarkan aspirasi rakyat, bukan terang-terangan mengabaikannya,” tambah dia.
Lebih lanjut, dia menilai absennya pertimbangan terhadap aspirasi publik jelas merenggut hak partisipasi sesuai Pasal 24 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah disahkan melalui UU Nomor 12 tahun 2005.
Baca Juga: Sah Jadi Inisiatif DPR, Legislator Harap RUU PPRT Beri Perlindungan Menyeluruh
Sebelumnya, DPR RI mengesahkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pengesahan itu dilakukan dalam pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna, Selasa (21/3/2023).
Berita Terkait
-
Sah Jadi Inisiatif DPR, Legislator Harap RUU PPRT Beri Perlindungan Menyeluruh
-
Kritik Tajam! Fahri Hamzah Sindir DPR soal Transaksi Mencurigakan Rp300 T: Bebek Penguasa
-
Benarkah Jokowi Terima Laporan Transaksi Mencurigakan di Kemenkeu?
-
Momen Detik-detik Mic Mati saat Demokrat Protes Pengesahan Perppu Cipta Kerja Jadi UU
-
Legislator Wanti-wanti Warga Tak Makan Minum di Ruang Terbuka Selama Bulan Ramadhan
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Menteri Haji Umumkan Tambahan 2 Kloter untuk Antrean Haji NTB Daftar Tunggu Jadi 26 Tahun
-
Bulan Madu Maut di Glamping Ilegal, Lakeside Alahan Panjang Ternyata Tak Kantongi Izin
-
Geger Ziarah Roy Suryo Cs di Makam Keluarga Jokowi: 7 Fakta di Balik Misi "Pencari Fakta"
-
Kronologi Bulan Madu Maut di Danau Diateh: Istri Tewas, Suami Kritis di Kamar Mandi Vila
-
FSGI: Pelibatan Santri dalam Pembangunan Musala Ponpes Al Khoziny Langgar UU Perlindungan Anak
-
Dugaan Korupsi Chromebook: Petinggi Perusahaan Teknologi Dipanggil Jaksa, Ternyata Ini Alasannya
-
FSGI Kecam Rencana Perbaikan Ponpes Al Khoziny Pakai Dana APBN: Lukai Rasa Keadilan Korban!
-
Krisis Politik di Madagaskar Memanas, Presiden Rajoelina Sebut Ada Upaya Kudeta Bersenjata
-
Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Para Petinggi BUMN Ini Mulai Diselidiki Kejagung
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi