Suara.com - Pengamat Politik Citra Institute Efriza menyoroti beda gaya komunikasi dua Capres, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo yang menyebabkan perolehan suara berdasarkan quick count atau hitung cepat terpaut jauh.
Perolehan suara Ganjar tidak selaras dengan partainya, PDI Perjuangan. Sedangkan Prabowo justru melejit.
Efriza menilai Ganjar terlalu keras menyerang Prabowo, terutama saat debat menimbulkan kesan arogan. "Dia (Ganjar) melupakan bahwa masyarakat butuh kesantunan," ujarnya dikutip dari YouTube Tribunnews dikutip, Minggu (18/2/2024).
Baca Juga:
- Reaksi Iwan Fals Lihat Komeng Jadi Anggota Dewan: Negeriku Tambah Lucu Nih
- Saat Kampanye, Gibran Ternyata Pernah Dilarang Datang ke Kediri, Begini Ceritanya
- Gibran Pakai Jam yang Dibeli di Bekasi Saat Nyoblos: Harganya Setara 167 Kg Beras
Selain itu, gaya bahasa yang digunakan Ganjar pada debat Capres terakhir juga dianggap sebagai blunder. Kesan intelektual, cerdas, tampan, dan flamboyan yang dibangun tidak sesuai dengan penyataan emosialnya ketika menutup debat.
"Ia mengatakan wajah diktator, otoriter, walaupun yang dibaca adalah kutipan dari Pak Presiden Joko Widodo saat itu, tapi masyarakat melihat kenapa harus dibaca itu. Ada apa, kenapa harus seperti itu, kenapa nggak bisa berpelukan, kenapa nggak bersalaman. Itu yang dinilai oleh masyarakat," katanya.
Tentunya itu berbanding terbalik dengan gaya komunikasi yang diperlihatkan Prabowo Subianto, terlepas dari sikap Gibran di debat sebelumnya.
"Berikutnya bisa jadi masyarakat melihat ketulusan Pak Prabowo itu yang dinilai dibandingkan etika dari Gibran. Oke etika Gibran bermasalah, tapi masyarakat merespons bahwa presidennya tetap yang bekerja yaitu Prabowo," katanya.
Faktor lainnya yang memengaruhi suara Prabowo, yaitu figur militer. Ada kemungkinan masyarakat merindukan seorang pemimpin mantan militer.
Baca Juga: Tak Cuma Sekali, Mayor Teddy Kepergok Tinggalkan Prabowo Subianto Hanya Demi Ahmad Dhani
"Yang ketiga ketulusan hati dari Pak Prabowo ini itu sekali lagi saya katakan membuktikan bahwa pilpres beda dengan pilkada. Pilkada boleh keras, boleh saling gesek-gesekan, saling menghina, dan itu menyebabkan Pak Anis terpilih. Tapi pilpres tidak, pilpres berbicara siapa yang lebih bijak, santun, dalam visi misi, siapa yang bisa menarik simpati masyarakat," bebernya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka
-
Si Jago Merah Mengamuk di Kemanggisan, Warung Gado-Gado Ludes Terbakar
-
ODGJ Iseng Main Korek Gas, Panti Sosial di Cengkareng Terbakar