Suara.com - Eks Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno turut angkat bicara mengenai polemik penyitaan ponsel dan dokumen PDIP milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ketika jalani pemeriksaan terkait kasus Harun Masiku di KPK. Adapun penyidik KPK yang lakukan itu AKBP Rossa Purbo Bekti.
Oegroseno menilai AKBP Rossa Purbo Bekti bisa dijerat pidana dan diproses etik terkait hal tersebut. Oegroseno yang merupakan mantan Kadiv Propam Polri itu juga menyatakan dirinya pernah menjatuhi etik berat terhadap anggota kepolisian yang terbukti menjebak seseorang yang masih berstatus saksi.
"Jadi, sebetulnya kejadian seperti ini dulu pernah terjadi pada 2009 kira-kira gitu. Itu seorang saksi diperiksa kemudian diperiksanya di tempat yang bukan semestinya, harusnya kan diperiksa di tempat yang sudah dijelaskan, ya" kata Oegroseno kepada wartawan, Sabtu (15/7/2024).
Selain itu ia menyampaikan, saksi sebenarnya bisa mengajukan tempat pemeriksaan kepada aparat penegak hukum. Saksi juga berhak menolak tempat yang diajukan apabila merasa lokasi tidak aman.
"Dan saksi juga tidak boleh digeledah, dulu terjadi 2009 itu, juga digeledah seolah ditemukan narkoba di situ, loh," ungkapnya.
Kala itu, menurutnya, dirinya menjabat sebagai Kadiv Propam. Anggota kepolisian yang melanggar itu lalu diproses pelanggaran etika berat.
"Nah, sekarang kalau misalnya seorang saksi digeledah seperti kemarin Hasto, sekarang yang dicari apa dari saksi ini, kan, keterangan saksi. Kenapa harus disita barangnya, digeledah? Nah, ini kan tidak ada aturannya seperti itu, gitu loh, ya, kan. Terus yang diambil barang-barang yang berharga, ini kan sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum," tuturnya.
Menurutnya Rossa telah melanggar Pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
"Saya katakan sama dengan pencurian dengan kekerasan," tegasnya.
Baca Juga: PDI Perjuangan Sebut Perampasan Ponsel oleh Penyidik KPK Lebih Mirip Perampokan
Purnawirawan jenderal bintang tiga Polri itu menambahkan, aparat penegak hukum bahkan tidak boleh sewenang-wenang melakukan penyitaan terhadap seseorang yang bertarus sebagai tersangka. Penyitaan hanya boleh dilakukan dengan aturan yang ketat dan barang yang disita terlibat langsung dengan kejahatan yang dilakukan tersangka.
"Waktu saya ikut pendidikan di Amerika Serikat saja, itu ada tentang masalah kepropaman. Jadi, pada saat polisi menggeledah tersangka di rumahnya, kemudian polisi itu membaca hape istri tersangka, itu pelanggaran profesi berat dan polisi itu diberhentikan," katanya.
"Bagi saya kalau KPK mengambil langkah-langkah seperti itu apakah di UU juga diatur, UU KPK loh, ya, tetapi kalau di hukum acara pidana itu saya rasa enggak ada. Kalau ada UU khusus ya silakan, tetapi itu UU-nya yang salah menurut saya dan harus diperbaiki," Oegroseno menambahkan.
Oegroseno juga menegaskan KPK tidak bisa menggunakan ponsel dan barang Hasto sebagai alat bukti di mata hukum karena proses penyitaannya dilakukan dengan melawan hukum.
"Apa yang mau dijadikan bukti?. Itu kan sama dengan menjebak. Yang boleh menjebak itu dengan kontrol delivery atau undercontrol buy gitu loh. Jangankan dirampas, dipinjam saja enggak boleh kok. Jadi orang harus ditempatkan kalau orang punya praduga tak bersalah, masak saksi dinyatakan seperti itu. Tersangka aja enggak boleh loh menurut saya," ucapnya.
"Misal begitu seorang tersangka korupsi kemudian dianter pakai mobil oleh sopir. Apakah mobilnya bisa disita saat itu? Enggak bisa dong. Kalau sudah dibuktikan dengan alat bukti, kalau itu ada kejahatan dilakukan melalui hape, ya, jadikan tersangka dulu baru disita hapenya," lanjut Oegroseno.
Berita Terkait
-
Masinton Geram Hasto Dan Stafnya Digeledah Dan Disita Barangnya Di KPK: Praktik Konyol!
-
Eks Penyidik Sebut Kegaduhan di KPK Bikin Buronan Harun Masiku Makin Bebas Berkeliaran
-
Drama Serangan Balik Kubu Hasto: Batal Polisikan Penyidik KPK Rossa Purbo usai 3 Jam di Bareskrim
-
PDI Perjuangan Sebut Perampasan Ponsel oleh Penyidik KPK Lebih Mirip Perampokan
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Detik-detik Atap Lapangan Padel Taman Vila Meruya Ambruk Diterjang Badai Jakarta
-
Kemenag Minta Dosen PTK Manfaatkan Beasiswa Riset LPDP, Pembiayaan Hingga Rp 2 Miliar
-
Jalur Kedunggedeh Normal Lagi Usai KA Purwojaya Anjlok, Argo Parahyangan Jadi Pembuka Jalan
-
Menjelang HLN ke-80, Warga Aek Horsik Tapanuli Tengah Akhirnya Nikmati Listrik Mandiri
-
Isi Rapor SMA Ferry Irwandi Dibuka, 40 Hari Tak Masuk Sekolah Tapi Jadi Wakil Cerdas Cermat
-
Pesan Terakhir Pria di Lubuklinggau Sebelum Tenggak Racun: Aku Lelah, Terlilit Utang Judol
-
Curanmor di Tambora Berakhir Tragis: Tembak Warga, Pelaku Dihajar Massa Hingga Kritis!
-
Bantu Ibu Cari Barang Bekas, Anak 16 Tahun di Lampung Putus Sekolah, Ini Kata Kemen PPPA!
-
Sidak Gabungan di Lapas Karawang, Puluhan Ponsel Disita dari Blok Narapidana
-
Bromance di KTT ASEAN: Prabowo Dipeluk Erat PM Malaysia, Tertawa Lepas Bak Kawan Lama