Suara.com - Kebanyakan murid generasi milenial biasanya menggunakan istilah 'guru killer' untuk pengajar yang dianggap paling galak. Namun, istilah itu hampir tak lagi terdengar dari para murid Gen Z dan Gen Alpha saat ini.
Walau demikian, bukan berarti guru masa kini tak lagi galak atau bahkan takut dengan murid.
Pengamat pendidikan Retno Listyarti menyampaikan bahwa sistem mengajar dengan hukuman berindikasi kekerasan fisik kepada murid memang tak boleh lagi terjadi.
Hal tersebut karena aturan mengenai perlindungan anak juga makin ketat dalam 20 tahun terakhir.
"Tidak tepat kita mengatakan bahwa sekarang itu guru takut dengan murid. Tapi guru memang harus patuh pada peraturan perundangan," kata Retno kepada Suara.com, Rabu (17/7/2024).
Retno menjelaskan, negara telah mengatur dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak di pasal 76C terkait kekerasan fisik dan psikis.
Kemudian juga pasal 76D tentang kekerasan seksual.
Pada kedua pasal tersebut dikatakan bahwa anak memang rentan mendapat kekerasan dari orang dewasa di sekitarnya, termasuk keluarga maupun guru. Oleh sebab itu, negara harus melindungi keselamatan dan keamanan anak.
"Bisa jadi anak dalam proses tumbuh kembang melakukan hal-hal yang menurut orang dewasa itu tidak tepat lalu melakukan pendisiplinannya dengan kekerasan. Ini yang tidak boleh lagi terjadi sejak adanya undang-undang perlindungan anak pada tahun 2002. Sejak itu tidak boleh ada kekerasan pada lingkungan pendidikan," papar Retno.
Baca Juga: Buntut Banyak Guru Honorer di Jakarta Diberhentikan, DPRD Segera Panggil Disdik DKI
Tak hanya di sekolah, Retno menegaskan bahwa tindak kekerasan kepada anak bahkan juga tidak boleh dilakukan di rumah oleh orang tua kandungnya sendiri. Sebab, tindak kekerasan orang tua kepada anaknya juga termasuk perlakukan KDRT.
Dia menambahkan, berbagai riset di seluruh dunia juga menemukan kalau kekerasan terhadap anak dalam proses pendidikan, di rumah maupun di sekolah, tidak berdampak baik.
"Yang ada justru berdampak buruk kepada tumbuh kembang anak. Jadi kalau kita berpikir untuk generasi emas, kita berpikir untuk Indonesia ke depan, kita berpikir untuk tumbuh kembang anak, maka kita tidak boleh melakukan kekerasan dalam proses pendidik. Yang dibangun adalah disiplin positif," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Prabowo Disebut Reshuffle Kabinet Sore Ini! Ganti 4 Menteri, Menhan Rangkap Menkopolhukam
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Jhon Sitorus Sindir Purbaya: Sipaling Tahu Keuangan Negara
-
Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di DPR, Beri Arahan Khusus: Harus Peka Kondisi Masyarakat
-
Perusuh Memasuki Kediaman Presiden Nepal
-
Kenapa Publik Kini Bersimpati pada Sri Mulyani: Dianggap Karyawan Terbaik Didepak Bos?
-
DPR Soroti Efektivitas Dana Desa, Pertanyakan Jumlah Kades Dipenjara dan Biaya Politik Miliaran
-
Mendadak Viral, Anak Menkeu Klaim Modal Nabung Jadi Miliarder di Usia 18 Tahun
-
Dito Ariotedjo Dicopot dari Jabatan Menpora karena Kasus Korupsi Mertua?
-
Taufik Hidayat Disebut Jadi Menpora, Amali: Ya Dilanjutkan..
-
Budi Arie Kembali Follow Instagram Prabowo Subianto, Labil atau Panik Aksinya Viral?
-
Gokil! Viral Aksi Nekat Gen Z Nepal Lempar Balik Gas Air Mata ke Polisi