News / Nasional
Kamis, 11 Desember 2025 | 16:38 WIB
Ilustrasi - Sejumlah pengungsi bencana banjir bandang dan longsor antre bantuan sembako di Kelurahan Hutanabolon, Kecamatan Tukka,Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Minggu (8/12/2025). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz]
Baca 10 detik
  • Anggota Komisi VIII DPR mengingatkan pemerintah agar izin penggalangan dana bencana tidak menghambat penyaluran bantuan korban di Aceh, Sumut, dan Sumbar.
  • Dini Rahmania mengusulkan mekanisme perizinan dipercepat atau menggunakan notifikasi cepat untuk kegiatan filantropi darurat.
  • Pemerintah daerah wajib mengelola alokasi dana darurat Rp4 miliar dari Presiden secara cepat dan akuntabel untuk kebutuhan masyarakat.

Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR, Dini Rahmania, mengingatkan pemerintah agar ketentuan izin penggalangan dana tidak menjadi penghalang bagi warga yang ingin membantu korban bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ia menilai fase tanggap darurat menuntut kecepatan dan fleksibilitas dalam penyaluran bantuan.

“Dalam keadaan darurat, yang utama adalah menyelamatkan nyawa. Maka, mekanisme izin harus disesuaikan, dipermudah, dan jangan menghambat penyaluran bantuan,” kata Dini di Jakarta, Kamis. Pernyataannya merespons penegasan Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengenai kewajiban izin bagi pihak yang ingin menghimpun donasi.

Ia menjelaskan, ketentuan izin pengumpulan uang atau barang diatur dalam UU Nomor 9/1961 serta Peraturan Menteri Sosial Nomor 8/2021. Namun, menurutnya, berbagai kajian sektor filantropi menunjukkan mekanisme saat ini kerap tidak responsif terhadap situasi bencana, mulai dari lamanya proses perizinan hingga potensi kriminalisasi relawan.

Dini mengutip UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden Nomor 75/2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana, yang menekankan pentingnya pendanaan bencana yang tepat waktu dan tepat guna. Karena itu, ia menilai pemerintah perlu menyiapkan skema pengecualian atau mekanisme notifikasi cepat bagi penggalangan dana darurat, dengan kewajiban pelaporan setelahnya.

“Relawan, komunitas, dan organisasi filantropi dapat bergerak cepat tanpa risiko kriminalisasi,” ujarnya.

Selain itu, ia meminta pemerintah daerah terdampak untuk mengelola alokasi Rp4 miliar bantuan dari Presiden secara cepat dan akuntabel. Dana tersebut harus digunakan untuk kebutuhan darurat seperti logistik, tempat tinggal sementara, layanan kesehatan, dan akses dasar.

“Pemda wajib memastikan dana ini benar-benar untuk kebutuhan darurat masyarakat: logistik, naungan, layanan kesehatan, dan akses dasar. Pengelolaan harus cepat, namun tetap akuntabel,” katanya.

Dalam kerangka regulasi, menurut Dini, BNPB memiliki peran koordinatif dalam verifikasi kebutuhan, menentukan prioritas lokasi, dan memastikan penyaluran dana sesuai standar penanggulangan bencana nasional.

“Kita semua satu tujuan; menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan warga, dan memulihkan kehidupan. Pemerintah harus memastikan pengaturan hukum tidak menghalangi kedermawanan rakyat — tapi pada saat yang sama menjamin akuntabilitas,” ujarnya.

Baca Juga: Mentan Amran Tegas: Berani Korupsi Bantuan Bencana Akan Langsung Dicopot

Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan bahwa penggalangan dana tetap diperbolehkan, baik oleh individu maupun lembaga, selama mengikuti ketentuan izin sesuai tingkatannya.

“Izinnya bisa dari kabupaten, kota, atau dari Kemensos kalau tingkat nasional, ya. Sangat mudah izinnya, enggak perlu rumit, yang paling penting nanti kalau sudah mendapatkan sumbangan itu dilaporkan,” kata Yusuf, Selasa (9/12).

Ia menambahkan, donasi hingga Rp500 juta cukup diaudit secara internal, sedangkan donasi di atas jumlah tersebut harus menggunakan auditor bersertifikat.

“Harus bekerja sama dengan auditor yang bersertifikat untuk bisa melaporkan, dapatnya dari mana saja, dan untuk apa saja,” ujarnya.

Load More