Suara.com - Perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta 2024 di antara lembaga survei berimbas salah satunya kena sanksi oleh Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi). Perbedaan hasil survei seperti itu rupanya bukan hal baru.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengungkapkan, memang ada lembaga survei yang menjadi konsultan politik atau bahkan tim kampanye pasangan calon tertentu pada saat pemilu.
Keberpihakan itu yang kemudian membuat hasil surveinya menjadi tidak objektif.
"Perang survei tidak hanya terjadi sekarang, di pilpres, pilkada, sudah sering terjadi. Ini terjadi karena lembaga survei ada afiliasi atau keberpihakan, biasanya jadi tim sukses atau konsultan bagi kandidat atau calon tertentu. Kalau lrmbaga survei objektif tidak akan terjadi seperti ini," kata Ujang saat dihubungi Suara.com, Selasa (5/11/2024).
Ujang menjelaskan bahwa lembaga survei sebenarnya tidak dilarang menjadi konsultan politik bagi kandidat tertentu.
Menurutnya, saat ini juga banyak lembaga survei yang telah terafiliasi dengan politisi tertentu terutama tiap kali Pilpres maupun Pilkada.
"Itu lah yang terjadi konflik kepentingan. Sehingga hasilnya tidak objektif, bisa berbeda. Oleh karena itu saya melihat, mestinya harus dipisah antara lembaga survei konsultan dan lembaga survei objektif. Sehingga hasilnya tidak bias," ujarnya.
Selain karena keberpihakan politik yang sangat jelas, faktor lain dari berbedanya hasil survei juga bisa jadi karena lembaga sengaja memilih responden yang hanya menguntungkan pihaknya saja.
Selain itu, lanjut Ujang, pertanyaan-pertanyaan yang disusun juga cenderung menguntungkan kandidat tertentu. Terakhir, ada keenderungan survei tidak benar-benar dilakukan.
Baca Juga: Lembaga Survei yang Menangkan RIDO Kena Sanksi Persepi, RK: Mudah-mudahan Jadi Evaluasi
"Dan itu sudah jadi pengetahuan umum yang bisa kita baca," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Persepsi menjatuhkan sanksi kepada lembaga survei Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan signifikan atas hasil survei di Pilkada Jakarta 2024.
Lantaran itu, Poltracking dilarang mempublikasikan hasil survei berikutnya tanpa persetujuan dan pemeriksaan dari Dewan Etik Persepsi.
Sanksi itu diberikan setelah Dewan Etik memeriksa Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking terkait perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta baru-baru ini.
Dari hasil pemeriksaan itu, LSI dinilai telah melakukan survei sesuai Standar Operasional Prosedur atau SOP yang berlaku.
Poltracking Indonesia dianggap tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Kondisi Terkini Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta: Masih Lemas, Polisi Tunggu Lampu Hijau Dokter
-
Duka Longsor Cilacap: 16 Nyawa Melayang, BNPB Akui Peringatan Dini Bencana Masih Rapuh
-
Misteri Kematian Brigadir Esco: Istri Jadi Tersangka, Benarkah Ada Perwira 'W' Terlibat?
-
Semangat Hari Pahlawan, PLN Hadirkan Cahaya Bagi Masyarakat di Konawe Sulawesi Tenggara
-
Diduga Rusak Segel KPK, 3 Pramusaji Rumah Dinas Gubernur Riau Diperiksa
-
Stafsus BGN Tak Khawatir Anaknya Keracunan karena Ikut Dapat MBG: Alhamdulillah Aman
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi