Suara.com - Komnas Perempuan ikut menyoroti tindakan normalisasi diskriminasi dan kekerasan berbasis gender selama pelaksanaan kampanye Pilkada 2024. Kekerasan berbasis gender yang dimaksud berupa pernyataan seksisme, subordinasi perempuan dan kekerasan seksual.
Diskriminasi atau seksisme itu disebut menjadi alat kampanye untuk meraup perhatian. Salah satu tindakan kekerasan gender yang disorot ialah pernyataan Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1 Suswono menyoal janda kaya menikahi pemuda pengangguran.
Selain itu juga ada pernyataan Calon Gubernur independen Jakarta, Dharma Pongrekun yang mengatakan guru-guru perempuan sengaja ditempatkan di Taman Kanak-kanak untuk menyiapkan anak-anak menjadi bagian dari komunitas LGBT sejak dini.
Serta Calon Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusumah yang melontarkan kalau perempuan jangan diberi beban berat, apalagi menjadi gubernur.
Juga ditemukan terdapat baliho bernada seksis dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Sleman, Harda Kiswaya - Danang Maharsa yang bertuliskan, "Milih Imam (Pemimpin) Kok Wedok. Jangan Ya Dik Ya! Imam (Pemimpin) Kudu Lanang". Tulisan itu bila diartikan, "Memilih imam (pemimpin) kok perempuan. Jangan ya dik ya! Imam (pemimpin) harus pria". Serta ada pernyataan “tusuk di tengah yang sedap” sebagai pernyataan penutup yang disampaikan kandidat Murad-Michael di Maluku pada debat terbuka.
"Komnas Perempuan menyesalkan pernyataan yang disampaikan oleh para Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada pelaksanaan kampanye dan debat publik yang tidak mematuhi ketentuan tentang materi kampanye sebagaimana disebutkan pada pasal 17 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 13 Tahun 2024," kata komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam keterangannya, Kamis (7/11/2024).
Siti menegaskan bahwa berbagai kejadian di atas termasuk bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan di dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang bertentangan norma-norma HAM internasional maupun Konstitusi RI.
Berdasarkan hasil pemantauan hak perempuan dalam pemilu, Komnas Perempuan mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan dalam kontestasi elektoral sebagai segala bentuk kekerasan yang ditujukan pada perempuan dan karena ia perempuan. Atau kekerasan yang mempengaruhi perempuan secara tidak proporsional karena partisipasi, aspirasi mereka untuk mendapatkan jabatan politik maupun terlibat dalam aktivitas politik dalam penyelenggaraan Pemilu.
Sejak 2021, Komnas Perempuan telah menyatakan bahwa kekerasan berbasis gender itu ditujukan untuk membatasi, menghalangi dan melemahkan perempuan sehingga tidak setara dalam memilih, dipilih, mencalonkan diri, berkampanye, berserikat, berkumpul, berekspresi atau berpendapat atas dirinya sendiri.
"Kekerasan terhadap perempuan dalam Pemilu akan berakibat sistematis pada berkurangnya partisipasi perempuan dalam pemilu, ketidakpercayaan masyarakat terhadap kandidat perempuan, hingga sulitnya politisi perempuan untuk mengembangkan aktivitas politik mereka," kata Siti.
Serangkaian dampak tersebut akan berkonsekuensi pada berkurangnya kualitas demokrasi dan penyelenggaraan pemilu.
Komnas Perempuan juga menerima pengaduan terkait adanya kekerasan yang ditujukan kepada perempuan di tahapan kampanye karena dituduh tidak mendukung salah satu kandidat. Termasuk potensi penggunaan politik identitas berbasis suku, agama, identitas gender dan lain sebagainya.
Berita Terkait
-
Ngaku Bajunya Dibuka Masinton, Wakil Ketua DPRD Tapanuli Tengah Camelia Neneng Lapor ke Komnas Perempuan
-
Komnas Perempuan Ungkap Fenomena Alih Peran Orangtua, Istri Cari Nafkah tapi Suami Ogah Asuh Anak
-
Bikin Minoritas Kian Terpojok! 5 Kebijakan Pemerintah yang Dicap Diskriminasi Gender: Dari Atur Busana sampai Agama
-
Jokowi ke Calon Kepala Daerah: Kampanye yang Semangat
-
Masa Kampanye Dimulai, Calon Kepala Daerah Disarankan Jangan Sembarangan Joget-joget di Medsos
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
Terkini
-
Profil Alvin Akawijaya Putra, Bupati Buton Kontroversial yang Hilang Sebulan saat Dicari Mahasiswa
-
Mendagri Tito Sebut Bakal Ada 806 SPPG Baru: Lahannya Sudah Siap
-
'Warga Peduli Warga', 98 Resolution Network Bagikan Seribu Sembako untuk Ojol Jakarta
-
Perlindungan Pekerja: Menaker Ingatkan Pengemudi ODOL Pentingnya BPJS Ketenagakerjaan
-
Gerakan Cinta Prabowo Tegaskan: Siap Dukung Prabowo Dua Periode, Wakil Tak Harus Gibran
-
Usai Dipecat PDIP, Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin yang 'Mau Rampok Uang Negara' Bakal di-PAW
-
Siapa Bupati Buton Sekarang? Sosoknya Dilaporkan Hilang di Tengah Demo, Warga Lapor Polisi
-
Stok Beras Bulog Menguning, Komisi IV DPR 'Sentil' Kebijakan Kementan dan Bapanas
-
Prabowo Terbang ke Jepang, AS, hingga Belanda, Menlu Sugiono Beberkan Agendanya
-
Jokowi Gagas Prabowo - Gibran Kembali Berduet di 2029, Pakar: Nasibnya di Tangan Para "Bos" Parpol