Ia kemudian mencontohkan fenomena serupa di negara lain, seperti Israel dan Bulgaria, yang mengalami penurunan partisipasi akibat frekuensi pemilu yang terlalu tinggi.
"Seperti di Israel ketika terjadi krisis politik yang mana pada 2019 digelar dua kali pemilu, kemudian pada 2020 dan 2021 masing-masing sekali, dan dua kali pemilu pada 2022. Juga di Bulgaria yang mana pada 2021 digelar tiga kali pemilu, pada 2022 dan 2023 masing-masing sekali, dan dua kali pemilu pada 2024," ujarnya.
Namun, ia juga menyarankan adopsi teknologi seperti e-voting untuk mengatasi kendala teknis seperti antrean panjang di TPS.
"Kendala teknis itu sudah banyak diatasi dengan e-voting (pemungutan suara elektronik), yang mana pemilih bisa memberikan hak suaranya dari mana saja, dan bisa di sela-sela istirahat kerja,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui bahwa partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 menurun dibanding pada saat Pilpres dan Pileg 2024 lalu.
Anggota KPU RI, August Mellaz, mengatakan akan melakukan evaluasi terhadap penurunan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024.
Apalagi, dia memerkirakan bahwa tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 masih di bawah 70 persen.
“Kalau kita lihat sekilas ya, dari gambaran secara umum, ya kurang lebih di bawah 70 persen. Secara nasional rata-rata,” kata August di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
“Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks pilkada dibandingkan pilpres, pileg atau pemilu nasional itu biasanya di bawah,” katanya.
Baca Juga: Partisipasi di Pilkada Bali Tak Mencapai Target, KPU : Tidak Bermaksud Menyalahkan Semesta
Meski begitu, August mengakui bahwa saat ini pihaknya sedang fokus dengan pelaksanaan rekapitulasi berjenjang yang saat ini dilakukan di tingkat kecamatan dan akan dilanjutkan ke tingkat provinsi.
Nantinya, August menyebut kemungkinan-kemungkinan yang menjadi alasan menurunnya tingkat partisipasi pemilih akan dibahas dalam evaluasi.
“Secara prinsip gini, kalau di pemilu nasional lalu kan 800 ribuan TPS, 800 ribu lebih dengan jumlah maksimal pemilunya 300 orang,” ujar August.
“Nah, kalau sekarang di pilkada kan memang 600 orang jika ada pemadatan, setengah dari jumlah yang ada,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Mobil Bekas yang Lebih Murah dari Innova dan Fitur Lebih Mewah
Pilihan
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
Terkini
-
Penjualan Terompet Tahun Baru di Asemka Sepi, Pedagang Keluhkan Larangan Kembang Api
-
Prediksi Cuaca Malam Tahun Baru untuk Semua Wilayah di Indonesia
-
Dua Kunci Syahganda Nainggolan Agar Rakyat Kaya dalam 5 Tahun: Upah dan Redistribusi Tanah
-
Diteror Bom Molotov usai Kritik Pemerintah, Ini 7 Fakta Serangan di Rumah DJ Donny
-
Kenapa Penerima Bansos di Kantor Pos Harus Foto Diri dengan KTP dan KK? Ini Penjelasan Dirut PT Pos
-
Figur Publik Kritis Diteror, Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Soliditas: Warga Jaga Warga!
-
Malam Tahun Baru, KAI Commuter Tambah 26 Perjalanan KRL Jabodetabek hingga Dini Hari
-
TNI Harus Swadaya Tangani Bencana, Ketua Banggar DPR Desak BNPB Lebih Gesit Koordinasi Anggaran
-
Kortas Tipikor Tetapkan 3 Tersangka Korupsi PJUTS ESDM, Negara Rugi Rp19,5 Miliar!
-
BLTS Rp 900 Ribu di Aceh Tamiang Disalurkan Manual, Kantor Pos Masih Rusak Pascabencana