Suara.com - Warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, dikejutkan dengan beroperasinya ekskavator alias beko mengeruk pasir laut di kawasan itu. Proyek ini dilakukan demi pengembangan fasilitas pariwisata oleh swasta pada perairan dangkal di Gugusan Pulau Pari.
Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3), Mustaghfirin, mengatakan alat berat itu sudah masuk ke kawasan Pulau Pari sejak 1 November 2024 lalu untuk membangun cottage apung dan dermaga wisata. Warga pun kini kembali meminta agar aktivitas proyek dihentikan.
Ia mengatakan, eksploitasi di Gugus Lempeng perlu dihentikan karena dikhawatirkan akan berdampak pada ekosistem laut dan rusaknya terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.
Apalagi, Gugus Lempeng telah lama dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat dengan melakukan penanaman dan budidaya mangrove. Kegiatan ini dilakukan secara kolektif tanpa bantuan dari pemerintah sebagai bentuk pengelolaan dan penguasaan terhadap ruang hidupnya.
"Selain itu, aktivitas proyek tersebut juga dikhawatirkan akan berdampak terhadap pembatasan atau larangan melaut bagi para nelayan ketika melintas di wilayah tersebut sebagaimana yang saat ini terjadi di Pulau Biawak atau Pulau Kongsi," ujar Mustaghfirin kepada wartawan, Senin (20/1/2025).
Menambahkan, Ketua RW 04 Pulau Pari, Sulaiman, menyebutkan hingga sampai saat ini belum semua masyarakat Pulau Pari mengetahui tentang adanya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di gugusan Pulau Pari yang telah diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Warga Pulau Pari menolak seluruh aktivitas pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan warga dan berpotensi merusak ekosistem kelautan dan perikanan yang ada di gugusan Pulau Pari," jelasnya.
Beberapa warga Pulau Pari yang baru mengetahui adanya PKKPRL tersebut telah mengadukan dan meminta pendampingan kepada WALHI, KIARA, LBH Jakarta dan JKPP untuk membantu warga Pulau Pari supaya PKKPRL ini segera dicabut karena warga Pulau Pari menolak adanya PKKPRL tersebut.
Penolakan penerbitan PKKPRL tersebut didasarkan pada tidak adanya persetujuan dari warga atas rencana pembangunan proyek tersebut, penerbitan PKKPRL juga tidak transparan, bahkan ada dugaan maladministrasi oleh KKP.
Baca Juga: Rekapitulasi Tingkat Provinsi: Pramono-Doel Unggul dengan 7.456 Suara di Kepulauan Seribu
Salah satu dampak nyata dari adanya PKKPRL tersebut adalah warga Pulau Pari mulai merasakan adanya gangguan dan intimidasi dari pihak-pihak yang mengaku dari Komando Distrik Militer (Kodim) Angkatan Darat.
"Termasuk dugaan untuk memerintahkan pekerja proyek untuk melakukan pengerukan pasir dan pencabutan mangrove dengan menggunakan alat berat," jelasnya.
Atas dasar itu, warga Pulau Pari mendesak beberapa hal berikut ini:
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk mencabut PKKPRL dan menghentikan pembangunan cottage apung PT. CPS karena berpotensi
menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan perampasan ruang hidup di Pulau Pari;
Panglima TNI untuk memeriksa dugaan pelanggaran indisipliner atas Tindakan pengamanan dan dugaan perintah pengerukan pasir serta pencabutan mangrove di Gugusan Pulau Pari yang dilakukan oleh anggota TNI AD Kodim;
Ombudsman untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan maladministrasi atas penerbitan PKKPRL yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia;
Berita Terkait
-
Menyaksikan Pesona Pulau Tidung dari Atas Jembatan Cinta yang Ikonik
-
Menikmati Pesona Pulau Pari, Hamparan Pasir Putihnya Mampu Memanjakan Mata
-
Waspada! Warga di Jakut dan Kepulauan Seribu Berpotensi Diterjang Banjir Rob Sepekan ke Depan
-
KPU Kepulauan Seribu Ungkap Saksi RK-Suswono Tak Mau Tanda Tangan Berita Acara Rekapitulasi
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
Pilihan
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
-
Penipuan Pencairan Dana Hibah SAL, BSI: Itu Hoaks
Terkini
-
Perkuat Newsroom di Era Digital, Local Media Community, Suara.com dan Google Gelar TOT AI Jurnalis
-
DPR Buka Revisi UU Kehutanan, Soroti Tata Kelola Hutan hingga Dana Reboisasi yang Melenceng
-
Peringati Hari HAM, Pemimpin Adat Papua Laporkan Perusahaan Perusak Lingkungan ke Mabes Polri
-
Pasang Badan Lindungi Warga dari Runtuhan Kaca, Kapolsek Kemayoran Dilarikan ke Meja Operasi
-
Ribuan Aparat Gabungan Amankan Aksi Buruh Gebrak di Jakarta Peringati Hari HAM Sedunia
-
Moncong Truk Trailer Ringsek 'Cium' Separator Busway Daan Mogot, Jalur TransJakarta Sempat Tertutup
-
Pura-pura Bayar Utang, Pemuda di Karawang Tega Tusuk Pasutri Lalu Sembunyi di Plafon
-
Kemenpar Klarifikasi Isu Larang Airbnb, Ini Fakta Terkait Penataan OTA di Bali
-
Dukcapil Bantu Warga Terdampak Banjir di Sumatera untuk Segera Dapatkan Layanan Adminduk
-
Digitalisasi Adminduk Selamatkan Triliunan Dana Bansos, Mendagri: Dukcapil Harus Lebih Agresif!