Suara.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan pemerintah untuk menjamin ketersediaan gas LPG 3 kg selalu tercukupi bagi masyarakat. Pernyataan itu seiring menyikapi kebijakan pemerintah yang membatasan gas elpiji 3 kg tidak lagi bisa dijual di pengecer, melainkan hanya boleh di pangkalan Pertamina.
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menekankan, kebijakan itu jangan sampai menyebabkan terjadi kelangkaan gas tersebut.
"Pertamina harus memberikan parameter, berapa jarak terjauh pangkalan bisa diakses oleh konsumen. Jangan sampai harus berkilo-kilo meter, tentu akan menyulitkan konsumen dalam mengakses elpiji, apalagi jika hal itu terjadi di luar pulau Jawa, atau di luar perkotaan," kata Tulus dalam keterangannya, Senin (3/2/2025).
Menurutnya, pangkalan juga harus didorong agar jam operasional buka lebih lama, khususnya di masa transisi dalam satu bulan ke depan. Upaya itu dinilai penting karena selama ini konsumen terbiasa beli gas 3 kg di pengecer dengan waktu lebih fleksibel, bahkan banyak yang buka 24 jam.
Tulus menyarankan, Pertamina bisa harus berupaya agar pengecer-pengecer bisa menjadi pangkalan, dengan relaksasi aturan.
"Sebab dari survei yang dilakukan Pertamina sendiri, mayoritas pengecer tidak berminat menjadi pangkalan, mungkin karena syaratnya terlalu berat. Hanya 16 persenan pengecer yang bersedia jadi pangkalan," ungkapnya.
Pemerintah disarankan segera merevisi regulasi Perpres No. 104/2007 tentang penyediaan pendistristribusin dan penetapan harga LPG 3 kg. Karena di dalam Perpres tersebut hanya disebutkan bahwa gas LPG 3 kg bagi rumah tangga dan usaha mikro.
Tulus menjelaskan kalau aturan itu justru membuat gas 3 kg jadi boleh diakses oleh semua kalangan rumah tangga dari kalangan kelompok ekonomi apa pun.
"Kalau memang LPG 3 kg hanya untuk rumah tangga tidak mampu, ya, harus disebutkan dg jelas dan tegas," ucapnya.
YLKI juga menghimbau bagi masyarakat yang kategori mampu sebaiknya tidak menggunakan gas elpiji 3 kg, tetapi berpindah ke gas elpiji non subsidi.
"Karena memang LPG 3 kg peruntukannya untuk rumah tangga miskin. Atau kalau sudah ada akses di lokasinya, bisa migrasi ke jaringan gas kota yang disediakan oleh PT PGN, yang harganya jauh lebih murah," saran Tulus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO
-
Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal
-
Bukan Cuma Wacana, Ini Target Rinci Pemindahan ASN ke IKN yang Diteken Presiden Prabowo
-
Polandia Jadi Negara Eropa Kedua yang Kerja Sama dengan Indonesia Berantas Kejahatan Lintas Negara