Suara.com - Ahli forensik digital Rismon Sianipar telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Senin (26/5/2025) dan Rismon Sianipar mengaku mendapat 97 pertanyaan dari penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).
Namun, usai diperiksa oleh Polda Metro Jaya, pemilik nama lengkap Rismon Hasiholan Sianipar tersebut justru merasa sedih dan bingung dengan salah satu pertanyaan penyidik yang dilayangkan padanya.
Hal ini dibeberkan oleh Rismon Sianipar dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Sentana TV berjudul "Bongkar Isi Pemeriksaan dr Rismon di Polda, 97 Pertanyaan Dalam 6 Jam!!".
Pasalnya, Rismon Sianipar ditanya perihal kewenangannya dalam meneliti ijazah milik Jokowi.
"Saya ditanya siapa yang memberikan otoritas anda untuk meneliti ini. Kok peneliti perlu otorisas polisi? Apakah di Indonesia ini peneliti ingin meneliti sesuatu itu perlu izin kepolisian atau kejaksaan atau kehakiman? Kan kacau," ucap Rismon Sianipar.
Menurutnya, setiap peneliti memiliki hak untuk meneliti apapun tanpa diintervensi. Jika di kemudian hari para peneliti harus memiliki otoritas dari institusi tertentu, maka hal itu dapat menimbulkan rasa takut.
"Peneliti kan harus independen, tanpa intervensi. Artinya, dia mau meneliti apa ya tidak perlu otoritas kepolisian atau institusi apapun, itulah kemerdekaan dari seorang peneliti. Kalau itu tidak dijaga di Indonesia, maka nanti para peneliti ini akan menjadi semakin takut untuk meneliti," lanjutnya lagi.
Padahal menurut Rismon Sianipar, ijazah yang ditelitinya pun diperoleh dari Politisi PSI Dian Sandi Utama. Namun, tindakan yang dilakukannya seolah-olah ilegal.
"Jadi seolah-olah apa hak anda meneliti ijazah Jokowi yang diunggah oleh Dian Sandi dan apa hak anda untuk meneliti lembar pengesahan skripsi Joko Widodo. Waduh, kok sepertinya ingin menggiring bahwa seolah-olah kita nggak punya hak gitu atau ilegal. Saya sedih sih dengan pertanyaan itu. Bagaimana kok seolah-olah kita butuh izin kepolisian atau izin hakim atau izin otoritas tertentu untuk meneliti sesuatu yang bagi kita, publik, itu perlu jawaban," sambung Rismon Sianipar.
Baca Juga: Kembali Diperiksa Kasus Ijazah Jokowi, Dian Sandi Bawa Flashdisk Misterius, Apa Isinya?
Rismon Sianipar menilai, jika memang penelitiannya ingin disanggah maka ia berharap mendapatkan sanggahan yang juga bersifat saintifik.
"Saya capek secara psikis, kok begini ya negara kita. Bagaimana kalau saya mengatakan analisa saya saat itu menyebut bahwa ijazah maupun skripsi Jokowi asli, tentu saya tidak dilaporkan. Jadi sebenarnya ini bukan masalah kajian ilmiah atau apa, hasilmu itu tidak disukai oleh orang tersebut gitu. Jadi sedih, negara kita berdemokrasi ini ya kalau kajian ilmiah balas dengan kajian ilmiah, perdebatan, balas buku dengan buku gitu," ungkapnya.
Alih-alih merasa takut karena dipanggil oleh Polda Metro Jaya, Rismon Sianipar merasa sedih karena penelitian yang dilakukannya berakhir sebagai laporan polisi. Ia berpikir bahwa hal ini bisa mempengaruhi para peneliti di masa mendatang.
"Bukan takut sih, sedih saya. Kenapa negara ini menjadi seperti ini ya, bahwa kajian ilmiah kok berakhir di meja laporan polisi, itu menyedihkan. Bukan karena nasib saya, tetapi generasi ke depan ini bagaimana? Dipikirkanlah, Pak Prabowo Subianto. Bagaimana generasi ke depan kalau takut menganalisa, membuat kajian yang berseberangan, tidak suka dengan pejabat tertentu, terus dikatakan 'oh kajian anda salah, anda tidak punya otoritas, siapa yang menyuruh anda seperti ini, apakah anda sudah minta izin dengan Pak Jokowi'. Waduh, saya kan ingin menjawab apa yang diunggah oleh Dian Sandi bahwa yang dikatakan asli, saya bantah dengan kajian ilmiah," tambahnya lagi.
Rismon Sianipar juga mengaku bahwa beberapa rekan sejawatnya pun setuju dengan analisa yang dilakukannya. Hanya saja, mereka terlalu takut untuk bersuara dan memilih untuk diam.
"Saya hubungi beberapa teman dosen, memang setuju dengan analisa saya, tapi dia berpikir untuk menjadi diam, berposisi sebagai 'saya takut, saya nanti dibeginikan, saya nggak punya gaji, anak saya bagaimana' ya selesai. Ribuan doktor, ribuan profesor, ribuan sarjana, nggak bakal berguna untuk publik kalau dia malah tidak membantu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan publik," jelas Rismon Sianipar.
Berita Terkait
Terpopuler
- Profil 3 Pelatih yang Dirumorkan Disodorkan ke PSSI sebagai Pengganti Kluivert
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 5 Rekomendasi Mobil Sunroof Bekas 100 Jutaan, Elegan dan Paling Nyaman
- Warna Lipstik Apa yang Bagus untuk Usia 40-an? Ini 5 Rekomendasi Terbaik dan Elegan
- 5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
Pilihan
- 
            
              Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
- 
            
              Harga Emas Turun Empat Hari Beruntun! Galeri 24 dan UBS Hanya 2,3 Jutaan
- 
            
              Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
- 
            
              Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
- 
            
              Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
Terkini
- 
            
              Bongkar Habis! Mahfud MD Beberkan Kejanggalan di Balik Proyek Kereta Cepat Whoosh Era Jokowi
- 
            
              Jadi Penyebab Banjir di Jati Padang, Pramono Minta Tanggul Baswedan Segera Diperbaiki
- 
            
              Jakarta Siaga 25 Hari ke Depan! Waspada Cuaca Ekstrem dan Banjir Mengintai
- 
            
              Bobby Nasution Temui Guru Honorer Saling Lapor Polisi dengan Ortu Siswa, Dorong Penyelesaian Damai
- 
            
              Pemprov DKI Bakal Berikan Santunan Korban Pohon Tumbang, Ini Syaratnya
- 
            
              Isu Pork Savor yang Beredar di Media Sosial, Ajinomoto Indonesia Tegaskan Semua Produknya Halal
- 
            
              46 Anak SMP Nyaris Tawuran, Janjian via DM Berujung Diciduk Polisi
- 
            
              Roy Suryo Soroti Perayaan Sumpah Pemuda ala Gibran: Sungguh Membagongkan!
- 
            
              Pekan Terakhir BBW Jakarta 2025: Pesta Buku, Keceriaan Keluarga, dan Bawa Pulang Mobil Listrik
- 
            
              Pramono Buka Luas Ruang Inovasi, Pengamat: Patut Diapresiasi