Suara.com - Hampir lima dekade sejak pertama kali mengukur angka kemiskinan nasional, metodologi Badan Pusat Statistik (BPS) nyaris tak berubah.
Pendekatan usang ini kini dinilai tak lagi relevan untuk menggambarkan realitas kesejahteraan masyarakat Indonesia saat ini, hingga menciptakan kebingungan dan meredupkan kepercayaan publik terhadap data resmi.
Perbedaan mencolok antara data BPS dan World Bank memperkeruh persepsi. BPS mengklaim hanya 8,5 persen atau sekitar 24 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori miskin.
Namun, World Bank melansir angka yang jauh berbeda, menyebut hingga 60,3 persen atau 172 juta jiwa tergolong miskin jika mengacu pada standar $6,85 PPP per hari. Meski metodologi keduanya berbeda, selisih yang drastis ini menimbulkan tanda tanya besar. Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS, menyoroti akar masalahnya.
"Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS masih bertumpu pada dua pilar lama: garis kemiskinan berbasis kecukupan kalori dan indikator kesejahteraan berbasis pengeluaran. Ini pendekatan yang sah di era 70-an, tetapi tidak mampu menangkap kompleksitas kemiskinan di era modern," tegasnya dalam riset CELIOS dikutip Sabtu (31/5/2025).
Menurut Askar, pendekatan ini gagal merepresentasikan tantangan kontemporer yang dihadapi masyarakat, seperti beban utang, ketimpangan akses layanan publik, hingga tekanan finansial rumah tangga kelas menengah.
"Rumah tangga yang terlilit utang pinjaman online atau harus menjual tanah agar anaknya bisa sekolah seringkali tidak tercatat sebagai miskin. Justru sebaliknya, pengeluaran tinggi mereka dianggap sebagai tanda kesejahteraan," tambahnya, menggambarkan ironi dalam sistem pengukuran saat ini.
Masalah kian kompleks dengan skema penduduk referensi yang digunakan dalam perhitungan garis kemiskinan. Skema ini justru berasal dari kelompok rentan yang mengalami penurunan daya beli.
"Hal ini menyebabkan garis kemiskinan tidak naik signifikan, sehingga statistik kemiskinan seolah membaik padahal kesejahteraan memburuk," ungkap Askar.
Baca Juga: Manusia Silver Disorot Media Korea: Disebut Cermin Wajah Kemiskinan Indonesia?
Implikasi dari ketidaksinkronan data ini kata dia, sangat serius. Kebijakan alokasi anggaran menjadi tidak presisi, dan skema bantuan sosial berpotensi meleset dari target.
"Inilah yang menyebabkan persentase anggaran perlindungan sosial terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi salah satu yang terendah di Asia," pungkas Askar, menyoroti dampak nyata dari data yang kurang akurat.
Kesenjangan data dan metodologi yang usang ini mendesak adanya reformasi dalam cara pemerintah memahami dan mengukur kemiskinan, demi kebijakan yang lebih tepat sasaran dan kesejahteraan masyarakat yang benar-benar terangkat.
Sebelumnya CELIOS juga mengungkapkan adanya peningkatan signifikan pada jumlah pekerja di Indonesia yang menerima upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).
Riset terbaru CELIOS menunjukkan persentase pekerja bergaji di bawah UMP melonjak tajam menjadi 84 persen pada tahun 2024, naik drastis dari 63 persen pada tahun 2021.
Berdasarkan pengolahan data Badan Pusat Statistik (BPS), CELIOS menemukan bahwa sebanyak 109 juta pekerja di Indonesia digaji di bawah UMP per tahun 2024. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2021 yang mencatat 83 juta penduduk Indonesia bergaji di bawah UMP.
Berita Terkait
-
Angka Pekerja Bergaji di Bawah UMP Melonjak Tajam, Kemiskinan di Indonesia Jadi Sorotan
-
BPS dan PTPN III Sinergi Data Perkebunan, Dorong Ekspor dan Ketahanan Ekonomi
-
Perbaiki Data, Kementrans Gandeng BPS Agar Program Transmigrasi Tepat Sasaran Atasi Kemiskinan
-
Buku Mahal, Gaji Kecil: Apakah Membaca Hanya untuk yang Punya Uang?
-
Manusia Silver Disorot Media Korea: Disebut Cermin Wajah Kemiskinan Indonesia?
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
Pilihan
-
9 Mobil Bekas Paling Lega dan Nyaman untuk Mengantar dan Jemput Anak Sekolah
-
Belum Sebulan Diluncurkan, Penjualan Toyota Veloz Hybrid Tembus 700 Unit
-
Kekayaan dan Gaji Endipat Wijaya, Anggota DPR Nyinyir Donasi Warga untuk Sumatra
-
Emiten Adik Prabowo Bakal Pasang Jaringan Internet Sepanjang Rel KAI di Sumatra
-
7 Sepatu Lari Lokal untuk Mengatasi Cedera dan Pegal Kaki di Bawah 500 Ribu
Terkini
-
Kemensos Siapkan Santunan Rp 15 Juta untuk Korban Meninggal Bencana Sumatra, Kapan Cair?
-
Gempa M 4,7 Guncang Sumbar, BMKG Ungkap Sudah Terjadi 16 Kali Sepekan
-
Sidang Perkara Tata Kelola Minyak, Kerry Riza Bantah Intervensi Penyewaan Kapal Oleh Pertamina
-
Kurangi Risiko Bencana Hidrometeorologi, KLH Dukung Penanaman Pohon di Hulu Puncak
-
Penasihat DWP Kemendagri Tri Tito Karnavian Tegaskan Kualitas Manusia Indonesia: Mulai dari Keluarga
-
Trotoar 'Maut' di Tugu Yogyakarta, Pedestrian Jogja Belum Ramah Difabel
-
Menunjuk Hidung Menteri di Balik Bencana Sumatra, Siapa Paling Bertanggung Jawab?
-
Tambang Disebut Jadi Biang Kerok Gaduh PBNU, Begini Kata Gus Yahya?
-
Pemprov DKI Tanggung Seluruh Biaya Pemakaman Korban Kebakaran Maut Kemayoran
-
Cerita Hasto Pernah Tolak Tawaran Jadi Menteri: Takut Nggak Tahan Godaan