Suara.com - Pengasaman laut kini bergerak lebih cepat dari yang sebelumnya diperkirakan. Fakta ini disampaikan dalam makalah ilmiah terbaru yang dirilis Senin oleh ilmuwan dari Plymouth Marine Laboratory (PML), Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA), serta Universitas Negeri Oregon (CIMERS).
Sayangnya, masalah ini masih sulit dijangkau kesadarannya oleh publik luas. Tidak seperti sampah plastik atau tumpahan minyak, pengasaman laut tidak kasat mata.
Tidak bisa dilihat langsung dari pantai terdekat. Maka, tidak heran jika urgensinya terasa jauh dari nyata.
"Sulit untuk melihat dampak biologisnya karena butuh waktu lama untuk terjadi dan membedakan dampak pengasaman laut dari hal-hal seperti suhu, tekanan penangkapan ikan, dan polusi membuatnya sangat sulit untuk menghasilkan dorongan dan momentum bagi para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan untuk benar-benar mengatasinya dengan keras," Prof Steve Widdicombe, Direktur Sains di PML dan salah satu tokoh global dalam isu ini.
Sebagai ilustrasi dampaknya, NOAA merilis video dua pteropoda. Yang satu hidup di air dengan pH normal—bergerak aktif dan cangkangnya bening. Yang lain dipaparkan CO tinggi selama dua minggu—cangkangnya rusak dan ia sulit berenang. Gambar yang mencolok. Namun tetap belum cukup untuk mendorong aksi skala besar.
Data Jangka Panjang
Karena itu, para ilmuwan kini fokus membangun kumpulan data jangka panjang yang menunjukkan keterkaitan langsung antara naiknya keasaman laut dan dampak biologis terhadap ekosistem. Bukti ilmiah ini penting untuk memperkuat pemahaman dan membangun langkah kolaboratif lintas negara.
Contoh nyata pernah terjadi di wilayah barat laut AS pada 2010. Saat itu, industri budidaya tiram hampir runtuh. Produksi anjlok. Setelah diselidiki, ditemukan bahwa air dari laut dalam yang naik ke permukaan—dengan kandungan CO tinggi—memperparah keasaman air tangki pembesaran larva. Akibatnya, tiram gagal tumbuh.
“Tingkat keasaman dalam air telah mencapai titik yang berarti tiram terperangkap dalam keadaan larva dan tidak dapat menumbuhkan cangkang yang mereka butuhkan untuk berkembang,” jelas Prof Helen Findlay dari PML. Penetasan kemudian memasang sensor pH dan menetralisasi air dengan bahan kimia. Hasilnya positif. Ini menunjukkan bahwa langkah kecil, bila dilakukan tepat, bisa menyelamatkan ekosistem dan ekonomi.
Baca Juga: Peneliti: Pemanasan Global Tahunan Bisa Lampaui 2 Derajat C Akhir Dekade Ini, Tapi Masih Ada Harapan
Sayangnya, tidak semua wilayah punya sumber daya serupa. Banyak negara belum tahu harus mulai dari mana. Padahal kewajiban mengatasi pengasaman laut tercantum dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk Kerangka Keanekaragaman Hayati Global.
Ketika pemerintah masih lambat, sektor swasta mulai masuk. Industri geoengineering tumbuh pesat. Salah satu metode yang dikembangkan adalah peningkatan alkalinitas laut. Tapi banyak ilmuwan memperingatkan: jangan terburu-buru.
“Kita seharusnya tidak melanjutkan lebih jauh di jalan ini tanpa bukti,” kata Widdicombe. “Dapatkah Anda bayangkan pergi ke dokter dan mereka berkata ‘Saya punya obat di sini yang akan menyembuhkan Anda,’ tapi belum diuji?”
Sementara itu, Jessie Turner dari Ocean Acidification Alliance menegaskan hal mendasar: “Solusi buatan manusia nomor satu untuk pengasaman laut adalah mengurangi emisi CO2 kita.”
Selain itu, kita juga bisa memperkuat ketahanan pesisir, membatasi polusi organik, dan memulihkan habitat laut. Tindakan lokal bisa berdampak besar bila dilakukan secara luas.
Waktunya sempit. Tapi belum terlambat. “Pada akhirnya, kita tahu CO meningkat, pH menurun, dan itu adalah masalah mendesak yang tidak dibicarakan orang,” kata Turner. Kini saatnya bicara. Dan bertindak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri