Suara.com - Putusan Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Mantan Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov dinilai menciderai rasa keadilan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengungkapkan bahwa pengurangan hukuman terhadap Setnov dalam kasus korupsi proyek e-KTP, dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi.
“Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, karena putusannya akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Tuhan/Yang Mulia, bukan di hadapan manusia yang masih memiliki salah dan dosa,” kata Tanak kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).
Tanak menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), tetapi penanganan kasus Setnov berjalan sangat lama, mulai dari tahap penyidikan hingga putusan PK.
Ia mengingatkan bahwa negara telah memiliki Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal berupa hukuman mati agar uang rakyat tidak disalahgunakan.
“Oleh karena itu, sudah selayaknya pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman yang setinggi-tingginya dan seberat-beratnya,” ujarnya.
Ia kemudian membandingkan putusan PK Setnov dengan gaya vonis almarhum Artidjo Alkostar, mantan Hakim Agung yang dikenal keras terhadap koruptor.
"Seperti yang pernah dilakukan oleh Hakim Agung Almarhum Artidjo Alkostar, bukan malah dijatuhi hukuman seringan-ringannya. Saat beliau menjadi hakim agung, banyak terdakwa korupsi yang justru hukumannya diperberat dalam proses kasasi atau PK, sehingga mereka enggan mengajukan upaya hukum karena takut hukumannya bertambah berat,” jelas Tanak.
Ia berharap keteladanan Artidjo dapat menjadi inspirasi bagi hakim-hakim agung lain untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.
Baca Juga: Setya Novanto Dapat Diskon Hukuman, Pegiat Antikorupsi Ingatkan Drama Fasilitas Mewah di Penjara
Tanak juga menyarankan agar sistem peradilan di Indonesia belajar dari Singapura, yang dikenal tegas dalam menjatuhkan hukuman terhadap koruptor, termasuk denda besar, hukuman penjara yang lama, hingga hukuman mati untuk kasus tertentu.
"Kita perlu mempertimbangkan menoleh ke Singapura, di mana para hakim berani menjatuhkan hukuman sangat berat kepada pelaku korupsi. Ini berbanding lurus dengan rendahnya angka korupsi di sana," tegasnya.
Menurut Tanak, pengurangan hukuman terhadap koruptor di Indonesia bisa menjadi salah satu faktor rendahnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) nasional.
"IPK Indonesia pada tahun 2024 hanya 37 poin. Artinya, tingkat korupsi kita masih sangat tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti Singapura," ujar Tanak.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto atas vonis kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Dalam putusannya yang diunggah di laman resmi MA pada Rabu (2/7/2025), majelis hakim menyatakan Setnov terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
BPJS Kesehatan Angkat Duta Muda: Perkuat Literasi JKN di Kalangan Generasi Penerus
-
Kondisi Gunung Semeru Meningkat ke Level Awas, 300 Warga Dievakuasi
-
Soal Pelimpahan Kasus Petral: Kejagung Belum Ungkap Alasan, KPK Bantah Isu Tukar Guling Perkara
-
Semeru Status Awas! Jalur Krusial Malang-Lumajang Ditutup Total, Polisi Siapkan Rute Alternatif
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Resmi Limpahkan Kasus ke Tangan KPK, Ada Apa?
-
DPR-Kemdiktisaintek Kolaborasi Ciptakan Kampus Aman, Beradab dan Bebas Kekerasan di Sulteng
-
Fakta Baru Sengketa Tambang Nikel: Hutan Perawan Dibabat, IUP Ternyata Tak Berdempetan
-
Survei RPI Sebut Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Polri Tinggi, Ini Penjelasannya
-
Momen Roy Suryo Walk Out dari Audiensi Reformasi Polri, Sentil Otto Hasibuan: Harusnya Tahu Diri
-
Deteksi Dini Bahaya Tersembunyi, Cek Kesehatan Gratis Tekan Ledakan Kasus Gagal Ginjal