Dr. Naik pernah menyatakan bahwa dalam syariat Islam, hukuman bagi seseorang yang murtad (meninggalkan Islam) adalah hukuman mati.
Pernyataan ini dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama universal.
Klarifikasi dan Konteks: Pihaknya menjelaskan bahwa hukuman ini tidak berlaku mutlak bagi setiap orang yang pindah agama.
Konteksnya adalah dalam sebuah negara Islam (khilafah). Hukuman mati tersebut, menurut tafsirannya, baru berlaku jika orang yang murtad itu kemudian secara aktif menyebarkan keyakinan barunya dan secara terbuka mengkritik atau menyerang Islam di ruang publik.
Dalam pandangan ini, tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan (treason) terhadap negara Islam, bukan sekadar pilihan keyakinan pribadi.
3. Larangan Pembangunan Tempat Ibadah Non-Muslim di Negara Islam
Pernyataan kontroversial lainnya dalam ceramahnya, Dr. Naik berpendapat bahwa di sebuah negara yang murni menjalankan syariat Islam, pembangunan tempat ibadah baru bagi non-Muslim (seperti gereja atau kuil) tidak seharusnya diizinkan.
Klarifikasi dan Konteks: Ia memberikan argumen teologis bahwa karena Islam diyakini sebagai agama yang benar, maka mengizinkan pembangunan tempat untuk menyembah "tuhan yang salah" adalah sebuah kontradiksi.
Namun, ia selalu menambahkan bahwa tempat-tempat ibadah non-Muslim yang sudah ada sebelum negara itu menjadi negara Islam harus dilindungi dan tidak boleh dirusak. Jadi, larangan itu berlaku untuk pembangunan baru, bukan untuk menghancurkan yang sudah ada.
Baca Juga: Profil Dr Zakir Naik Safari Ceramah di Indonesia: dari Pisau Bedah hingga Bisnis Jutaan Dolar
4. Komentar Terhadap Etnis Tionghoa dan India di Malaysia
Saat berada di Malaysia, Dr. Naik memicu kemarahan publik ketika ia menyebut etnis Tionghoa Malaysia sebagai "tamu lama" yang seharusnya "pulang" lebih dulu jika mereka ingin dirinya (sebagai "tamu baru") dideportasi.
Ia juga mempertanyakan loyalitas umat Hindu di Malaysia kepada pemerintah. Pernyataan ini membuatnya dilarang berceramah di seluruh Malaysia.
Klarifikasi dan Konteks: Dr. Naik mengklaim komentarnya disalahartikan.
Ia menyatakan bahwa ucapannya adalah respons terhadap desakan kelompok tertentu agar ia diusir dari Malaysia.
Ia menggunakan logika retoris: jika "tamu baru" seperti dirinya diminta pergi, maka secara logis "tamu lama" (merujuk pada leluhur etnis Tionghoa yang juga imigran) harus pergi lebih dulu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
HP Mau PHK 6.000 Karyawan, Klaim Bisa Hemat Rp16,6 Triliun
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
Terkini
-
Dompet Dhuafa Menyapa Masyarakat Muslim di Pelosok Samosir, Bawa Bantuan dan Kebaikan
-
Usai Dapat Rehabilitasi Prabowo, Kuasa Hukum Ira Puspadewi Langsung Sambangi KPK
-
Kementerian PANRB Raih Predikat Unggul IKK Award 2025
-
Viral! Warga Malah Nonton Saat Gunung Semeru Luncurkan Debu Vulkanik Raksasa di Jembatan Ini
-
Viral Stiker Keluarga Miskin Ditempel di Rumah Punya Mobil,Bansos Salah Sasaran Lagi?
-
Plot Twist! Kurir Narkoba Kecelakaan di Tol Lampung, Nyabu Dulu Sebelum Bawa 194 Ribu Ekstasi
-
Mahfud MD Soal Geger di Internal PBNU: Konflik Tambang di Balik Desakan Gus Yahya Mundur
-
'Terima Kasih Pak Prabowo': Eks Dirut ASDP Lolos dari Vonis Korupsi, Pengacara Sindir KPK Keliru
-
Yusril: Pemberian Rehabilitasi Kepada Direksi Non Aktif PT ASDP Telah Sesuai Prosedur
-
Pengusaha Adukan Penyidik KPK ke Bareskrim: Klaim Aset Rp700 Miliar Disita Tanpa Prosedur