Suara.com - Sebuah program yang digadang-gadang menjadi harapan baru bagi anak-anak kurang beruntung, kini justru terancam goyah. Sebanyak 143 guru yang telah diterima di Sekolah Rakyat serentak memilih mundur, meninggalkan kursi pengajar yang kosong dan nasib ratusan siswa yang kini dipertaruhkan.
Melansir laman BBC News Indonesia, Minggu (3/8/2025), alasan di baliknya ternyata adalah masalah klasik yang gagal diantisipasi pemerintah, penempatan tugas yang jauh dari domisili.
Keputusan mundur massal ini bukanlah tanpa alasan. Banyak guru merasa terjebak antara panggilan pengabdian dan realita pahit di lapangan. Harapan untuk mengajar di dekat rumah pupus ketika sistem menempatkan mereka di lokasi yang 'di luar ekspektasi', bahkan hingga lintas pulau.
"Iya, karena mereka terkendala domisili. Harapan mereka sebenarnya di awal berharapnya sesuai penempatan domisilinya, ternyata di luar ekspektasi," ungkap Radiah, Kepala Sekolah Rakyat Menengah Pertama di Sentra Wirajaya Makassar, yang kehilangan dua guru asal Jawa.
Ironisnya, para guru ini telah menyetujui syarat "bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia" saat mendaftar. Namun, menurut para pengamat, persetujuan ini seringkali diberikan dalam "ruang gelap" tanpa informasi yang jelas mengenai hak dan kesejahteraan.
"Status guru, apakah akan diangkat, apakah kontrak, besaran gajinya berapa, jaminan kesejahteraan, sampai keberlanjutannya, ini harus jelas. Kalau nanti ganti pemimpin, programnya tidak berlanjut, bagaimana nasib para guru ini? Ini kan seperti masuk ruang gelap," kritik Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.
Dampak Pahit: Kursi Guru Kosong, Siswa Jadi Korban
Korban utama dari carut-marut ini, tak lain dan tak bukan, adalah para siswa. Di saat kegiatan belajar sudah dimulai, banyak sekolah kini kelimpungan. Sekolah Rakyat Sentra Wirajaya Makassar kini tak memiliki guru untuk mata pelajaran IPS dan Seni Budaya. Kondisi lebih parah terjadi di BBPPKS Padang, yang hingga kini belum memiliki guru agama sama sekali.
Upaya mitigasi dengan memberdayakan guru yang ada untuk mengisi kekosongan dinilai para pengamat sebagai solusi tambal sulam yang mengorbankan kualitas. Mereka khawatir anak-anak Sekolah Rakyat hanya akan menjadi "kelinci percobaan".
Baca Juga: Pendaftaran Guru Sekolah Rakyat Tahap II: Ini Syarat, Jadwal dan Gaji
"Kalau mengacu pada sistem optimalisasi, maka guru yang tersaring di awal memiliki nilai dan peringkat yang terbaik. Saringan tahap selanjutnya, bisa diartikan kualitasnya tidak sama dengan yang lolos di tahap awal. Justru perlakuan yang sangat diskriminatif terhadap anak-anak," tegas Ubaid.
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, mencoba menenangkan situasi dengan menyebut para guru tersebut "tidak memenuhi panggilan" dan mengklaim ada 50.000 guru lain yang siap menggantikan. Namun, pernyataan ini justru menuai kritik tajam.
"Ini pernyataan yang melukai guru dan profesinya. Ini bukan soal yang antre, tapi justru 143 orang ini harus didengar suaranya supaya tidak terulang lagi," sanggah Ubaid.
Pada akhirnya, ide mulia Sekolah Rakyat kini berhadapan dengan realita sistem rekrutmen yang dinilai gagal dan tidak manusiawi. Pengamat pendidikan Ina Liem menyimpulkan, "kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas dan kesiapan gurunya".
Tanpa perbaikan mendasar, nasib para siswa di sekolah ini akan terus berada dalam ketidakpastian.
Berita Terkait
-
Mensos Beri Lampu Hijau, Teddy Indra Wijaya Diusulkan Jadi Duta Sekolah Rakyat
-
Pendaftaran Guru Sekolah Rakyat Tahap II: Ini Syarat, Jadwal dan Gaji
-
Bantuan Insentif Guru Non-ASN 2025 Cair Agustus-September, Honorer Bisa Klaim?
-
Tahun Ini Kesempatan Terakhir Honorer Jalur Afirmasi Jadi PPPK, BKN Beri Ultimatum
-
R1, R2 dan R3 Jadi Prioritas Utama PPPK Paruh Waktu, BKN Ungkap Peluang R4 dan R5
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
Terkini
-
Terkuak! Kejagung Ogah Kasih Keterangan Soal Pemeriksaan Anak Jusuf Hamka karena Ini
-
Sertijab ke KSP Baru M Qodari, AM Putranto Banjir Air Mata: Saya Tentara tapi Bisa Nangis juga
-
Diminta DPR Tambah Bansos Sembako, Menkeu Purbaya Langsung Sanggupi: APBN Cukup!
-
Terdakwa Tabrak Lari Dituntut Ringan, Anak Korban Ngamuk: Saya Bakal Kirim Surat ke Presiden Prabowo
-
Copot Kepala Sekolah Karena Disiplinkan Anaknya, Kemendagri Periksa Wali Kota Prabumulih
-
Pengumuman PPPK Paruh Waktu Kementerian Agama 2025, Ini Syarat dan Aturannya!
-
Terungkap! Utang BLBI Jadi Biang Kerok, Ini Perkara yang Bikin Tutut Soeharto Gugat Menkeu Purbaya
-
Selesai! Tutut Soeharto Cabut Gugatan, Menkeu Purbaya Ungkap Pesan Akrab: Beliau Kirim Salam
-
Kejagung Tunggu Red Notice Interpol untuk Jurist Tan, Buron Kasus Korupsi Kemendikbudristek
-
Selain Memburu Riza Chalid, Kejagung Telusuri Aset Saudagar Minyak untuk Kembalikan Kerugian Negara