Suara.com - Pernyataan Menteri HAM Natalius Pigai yang mengategorikan pengibaran bendera One Piece sebagai potensi tindakan makar dinilai berlebihan.
Lantaran itu, pemerintah disarankan untuk mulai memahami adanya pergeseran cara publik dalam mengekspresikan hak-hak demokrasinya di era digital.
"Pengembaraan bendera ini kan kalau kita lihat itu sebagai dinamika, sebagai cara penyampaian protes yang lucu. Karena ini seperti budaya pop sebetulnya, kan. Nah ini soal referensi," kata Pakar Komunikasi Massa dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Edi Santoso, saat dihubungi Suara.com, Selasa (5/8/2025).
Dia memandang bahwa pengibaran bendera One Piece adalah bagian integral dari ekspresi budaya pop, sebuah kultur yang seringkali muncul dari hal-hal yang bersifat jenaka.
Oleh karena itu, fenomena ini seharusnya dipandang sebagai peristiwa budaya, bukan semata-mata peristiwa politik yang mengancam.
"Nah politik dan budaya ketika menyatu itu kadang cara-caranya justru cara-cara yang kreatif," ujarnya.
"Jadi orang protes bukan dengan cara membakar mobil, menjarah toko, atau jelek-jelekin orang. Tapi dengan cara-cara yang menggunakan ikon-ikon populer budaya. Dan itu sebetulnya oke-oke saja," sambungnya.
Atas dasar itu, pemerintah seharusnya mulai memahami bahwa telah terjadi sebuah pergeseran fundamental dalam cara masyarakat menggunakan hak demokrasinya.
Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, menempatkan warga negara sebagai subjek yang memiliki hak bersuara adalah sebuah keniscayaan.
Baca Juga: Presiden Prabowo Respons Fenomena Bendera One Piece: It's Okay, Asal....
"Dan saya kira terlalu jauh untuk menafsirkan ini sebagai sebuah gerakan makar," tegas Edi.
Dia pun menyiratkan kekhawatiran, jika isu pengibaran bendera One Piece ini terus dieksploitasi secara berlebihan, justru akan memancing rasa penasaran publik yang lebih luas.
"Orang-orang penasaran malah ikut-ikutan memasang bendera One Piece. Bukan dengan semangat perlawanan, mungkin semangat lucu-lucuan. Atau semangat solidaritas," ujarnya.
Masih menurut Edi, apabila hal tersebut yang terjadi maka larangan mengibarkan bendera One Piece akan menjadi kebijakan yang memalukan.
"Dan itu akan malah pemerintah bisa dipermalukan. Ini dilarang malah orang jadi pada masang bendera One Piece. Malah jadi kontraproduktif," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka